#15 •Figura Usang•

665 66 13
                                    

•••🌹•••

Hal paling menyakitkan dari mengingat kenangan adalah; sadar bahwa itu semua tak akan terulang lagi. Apalagi, dengan orang yang sama.

-dxesstory

•••🌹•••

Semenjak pertemuan terakhirnya dengan Difta, Audi jadi kepikiran. Berulang kali ia menanyakan pertanyaan yang sama dalam benaknya.

Apa Difta masih marah?

Apa ia melakukan kesalahan besar?

Apa Audi memang salah?

Audi menghela nafas berat. Ia benar-benar tak tahu harus apa sekarang. Perjuangannya mendapatkan hati Kalth memang belum memiliki hasil. Audi kembali mengingat hal apa saja yang sudah ia lakukan untuk Kalth.

Apa mungkin ya gue kurang menarik? Hmm, kalau dipikir-pikir gue emang kaku sih.

Audi mengalihkan pandangan dari kaca pembatas di kamar rawatnya. Audi harus melakukan sesuatu yang berbeda dari biasanya. Apa mungkin Audi harus lebih ekspresif? Ah, entahlah Audi lelah memikirkan semua itu.

Di sisi lain, Audi melemparkan pikirannya menuju Vaga. Ia baru teringat akan cowok itu. Cowok yang berhasil menyelamatkannya dari insiden yang sangat Audi benci sepanjang hidupnya.

Audi berpikir keras, ucapan Nadera beberapa waktu lalu perihal Vaga yang menyukainya ternyata belum berpengaruh pada Audi. Cewek itu tidak menemukan sesuatu yang berbeda dari diri Vaga. Apalagi, Vaga terkenal dengan penyandang playboy dan itu yang paling Audi hindari.

Kring kring kring kring

Tiba-tiba suara telepon kabel yang berbunyi membuat lamunan Audi pecah. Cewek itu mengernyitkan alisnya sejenak, lalu perlahan memutar kursi rodanya menuju nakas. Setelah berada tepat di samping nakas, Audi mengangkat telepon itu.

Ia terdiam karena tak ada suara yang terlontarkan dari sebrang sana.

Hingga beberapa detik kemudian, sebuah suara wanita memenuhi indra pendengarannya. Audi kenal suara itu. Tentu saja. Wanita itu yang melahirkan Audi ke dunia ini.

"Hello, Dear? I heard that you were hospitalized yesterday? What happen to you?"

Suara itu akhirnya terlontar. Suara yang sudah lama sebenarnya Audi rindukan. Tapi tak mempu Audi utarakan karena tak akan ada yang peduli. Audi masih terdiam. Ia berusaha menahan air mata yang sebentar lagi akan menetes.

"Hey, Di? Kok diam aja? Mama khawatir sama kamu. Tapi, Mama minta maaf, Mama gak bisa pulang sekarang. Masih banyak hal yang harus Mama urus di sini." Kalimat trakhir adalah kalimat yang Audi tak harapkan selama ini.

Audi mulai terisak, ia menundukkan kepalanya. Sedangkan wanita yang ada di sebrang sana hanya terdiam.

"Mama gak ada saat Audi butuh pertolongan. Mama ... Mama gak ada saat Audi butuh penenang. Audi cuma butuh perhatian Mama! Bukan uang Mama!" Audi tak kuasa menahan emosi yang bergejolak hebat dalam dirinya.

Selama ini Audi hanya bisa memendam, memendam, dan memendam. Sampai ia tak tahu bahwa apa yang selama ini ia pendam pada akhirnya membuat dirinya merasa kosong. Seperti ada ruang hampa dalam keceriaan Audi selama ini.

Di balik senyum ramah Audi, tawa Audi yang selalu ia tampilkan di depan orang lain. Tapi sebenarnya, ada bagian dari diri Audi yang tak pernah ia tunjukkan pada siapapun.

"Di, Mama itu kerja untuk menghidupi kamu juga! Kamu harusnya ngerti itu."

Audi terdiam. Ia masih berusaha keras untuk menahan isak tangisnya. Sungguh, ia benar-benar benci berada di posisi seperti ini. Saat ia sedang ada di kondisi terburuk. Tragedi tak menyenangkan pun baru ia rasakan. Tapi, orangtuanya, seseorang yang harusnya berada untuk mendukungnya, malah sibuk dengan dunia dan urusan masing-masing.

PHOTOGRAPH Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt