EPILOG

44.9K 2.8K 145
                                    


Keana tersenyum hangat, ia tidak tahu harus bagaimana lagi. Rasanya ia ingin loncat-loncat mengikuti detak jantungnya yang semakin menggila.

Namun ... ada sesuatu yang masih mengusiknya.

"Ansell, apa Albert anak kita?"

***

Bagaimanapun, Keana tidak semudah itu percaya anak mereka meninggal. Ia mendengarnya, suara tangis bayi kecil yang sangat lantang, menggetarkan jiwa dan nadinya dengan rasa bahagia membuncah yang tak terhingga.

Namun, bagaimana jika ternyata Ansell selama ini memiliki seorang kekasih lain? Atau bahkan istri lain, hingga Albert bukan anaknya. Apa yang harus ia lakukan? Atau lebih parahnya, sampai saat ini Ansell masih memiliki wanita lain?

Ansell menoleh cepat, ia menghela nafas untuk tersenyum kemudian. Dengan anggukan ringannya, Ansell seakan memberikan berita bahagia dari surga untuk Keana.

Keana kembali meneteskan air mata, membuat matanya berkilat seindah berlian. Lengkap sudah rasa bahagianya, suaminya kembali, ia juga telah mendapatkan anaknya, semua kebenaran yang ia inginkan terungkap. Seakan tidak ada yang akan ia minta dari Tuhan selain keutuhan dan kebahagiaan keluarganya.

Bagaimana mata Albert kecil mengingatkan Keana terhadap Ansell yang mempesonanya berkali-kali, menunjukkan kental darah Ansell Calvert pada anak mereka. Bagaimana cara suara keduanya selalu membangkitkan semangatnya, membuktikan betapa berartinya mereka terhadap hidup Keana.

"Ansell, apa kau akan kembali?" Keana mendongak untuk menatap mata biru itu setelah mengusap air matanya, meski air mata itu tetap mengalir tidak mau berhenti.

Ansell dapat menangkap maksud dari ucapan Keana, sangat jelas baginya apa yang sudah pasti ditakutkan wanitanya.

"Tidak, aku sudah kehilangan rasa gilaku terhadap kekerasan, sudah kubilang, bukan? Kau kegilaanku sekarang. Hidupku milikmu, cantik. Apapun yang kau katakan akan aku lakukan, sayang," ucap Ansell. Ia jujur, ia berani bersumpah pula. Jika Keana memintanya pergi ke neraka pun Ansell akan melakukannya.

Tidak tahu bagaimana lagi Keana harus bersyukur, ia adalah hal terindah yang diberikan Tuhan kepadanya.

Melihat wanitanya menangis, Ansell hanya bisa tersenyum sembari mengeratkan pelukannya, mengusap pundak terlanjangnya supaya sunggukan yang diderita sang istri segera mereda.

Biarlah, Keana tidak perlu tahu soal apa yang ia lakukan kepada manusia yang telah membuat Ansell dan Keana berpisah. Lagi pula, mereka beruntung Ansell berbaik hati membuat kematian mereka lebih cepat dengan tidak berbekas bagai tak dilahirkan. Dari pada ia melakukan tabiatnya membunuh perlahan dengan kesakitan. Lagipula, Keana tidak menanyakannya bukan?

***

Sepasang tangan kekar yang mampu membuatnya nyaman melingkar lembut di perutnya dari belakang. Keana tersenyum, menatap kelakuan Ansell dari pantulan kaca kamar mandi. Keana bertahan di hadapan kaca untuk meyakinkan pada dirinya sendiri bahwa semua yang terjadi nyata, memperhatikan dirinya sendiri dengan rona bahagia yang sangat indah menghiasi pipi mulusnya.

Ansell mengecup pundaknya sekilas, sebelum balas menatap Keana dari kaca. Ia tersenyum, sangat menawan.

"Aku menyiapkan sesuatu untukmu, di ranjang," ucap Ansell menyandarkan dagu pada pundak Keananya.

Keana bersemu merah, tidak sengaja fikiran erotis melintas di kepalanya. Maaf ia akan itu.

Ansell terkekeh mengetahuinya, "kau akan lebih menyukai ini dari pada apa yang ada di fikiranmu, sayang," bisik Ansell, membuat Keana semakin memerah karena malu.

𝗕𝗘𝗗 𝗙𝗼𝗿 𝗧𝗵𝗲 𝗘𝗬𝗘𝗦 (𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘)Nơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ