CHAPTER 3; THE LACK OF THE FIRST

53.7K 4.2K 102
                                    


Itu ‘terima kasih’ khasnya.

Baxter tertegun, menatap lamat-lamat wajah Keana.

“Maaf, aku terbiasa melakukannya” Keana mundur salah tingkah.

Baxter hanya bertanya satu hal. Kenapa didunia masih ada gadis sepolos Keana?.

Hari itu ia hanya menyimpulkan sesuatu.

*****

Keana memegang pundak Baxter untuk mengikuti jalan pria itu kearah mobil.

Baxter akan mengantarkan Keana pulang.

Biasanya ia tidak mengijinkan seorangpun menyentuhnya Apalagi untuk membantu, jika ia tidak ingin. Tetapi kali ini dengan senang hati ia mau menerima telapak tangan Keana di pundaknya untuk menolong gadis itu.

Penghuni bangunan itu tidak berani berkomentar melihat perbedaan sikap Baxter terhadap gadis buta itu. mereka lebih memilih berbicara dalam batin sendiri. Karena jika tuan mereka tau, itu akan sangat berbahaya. Baxter terkenal berbahaya juga karena ia tidak akan membiarkan keturunan atau orang yang berhubungan dengan musuhnya hidup tenang. Dan mereka masih menyayangi hidup para kerabat mereka.

“Aku tinggal-“

“Aku tau” sela Baxter cepat.

Semalam ia sudah mengetahui seluk-beluk hidup Keana. Bahkan semalam pula, pria itu memutuskan untuk membunuh orang tua yang telah menelantarkan Keana. Kecuali adik Keana yang masih bayi, karena bocah itu tidak tau menau tentang kesalahan orang tuanya. Baxter menyerahkan bayi itu ke panti yang sama seperti Keana.

Mobil melaju dengan kecepatan diatas rata-rata oleh kendali Baxter, pria itu lebih memilih menyetir sendiri kendaraannya karena ia tidak ingin ada yang tau tujuannya ke panti mengantar Keana.

Baxter tidak menyadari Keana mengepalkan tangannya merasa takut dengan kecepatan kendaraan itu. gadis itu bergetar, dan toleransinya terhadap rasa takut sudah habis ketika ia merasakan tikungan tajam yang dilewati dengan kecepatan diatas rata-rata itu. jantungnya terasa berlarian.

Gadis itu merabakan tangannya kesamping, dimana Baxter duduk. Saat ia sudah menemukan lenagn pria itu ia mencengkram kaos pria itu dengan segala kekuatannya hingga buku jarinya memutih.

Baxter menginjak remnya terkejut, ia tidak pernah di sentuh saat mengendarai seperti ini. ia tidak suka itu. tetapi ia lebih tidak suka melihat raut takut gadis di sampingnya.

“Kau takut?” Baxter mengerutkan keningnya tidak suka.

Suaranya terdengar datar seperti biasa.

“Ya, terlebih saat kau memberhentikan mobil barusan” Gadir itu masih mencengkram kaos Baxter.

“Aku sudah berhenti, bisa kau lepas bajuku?” Baxter memperhatikan telapan tangan yang sednag mencengkram kaosnya itu dengan gemetar. Ia hanya tidak suka menjadi sandaran bagi ketakutan seorang wanita.

Keana menggeleng ragu” Kumohon sebentar saja, aku masih takut.” Keana menegrutkan keningnya.

Baxter berfikir sejenak, ia ingin menolak tetapi entah mengapa rasanya sangat sulit. Tetapi ia rasa ia harus melakukannya.

Dengan segala toleransi yang ia miliki ia meyakinkan diri…. Entah meyakinkan diri untuk apa.

Baxter mengendarai mobilnya agar berjalan mundur terlebih dahulu.

Jika saja Keana tidak buta, gadis itu akan melihat lebih ketakutan lagi melihat keadaan mobil mereka saat ini.

Mobil itu sudha berada di ambang kematian, mereka berada di pinggir jurang jika karena Baxter terlambat memutar stir mobilnya.

𝗕𝗘𝗗 𝗙𝗼𝗿 𝗧𝗵𝗲 𝗘𝗬𝗘𝗦 (𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘)Where stories live. Discover now