CHAPTER 18;

36.3K 3.5K 283
                                    

Seketika, ingatan bahwa Baxter mengirimkan dokter dan perawat ke panti asuhan membuat dirinya merasa bersalah. Bahkan Baxter melakukan pembangunan untuk panti asuhan.


"Bagaimana aku bisa memaafkan orang yang menolak niat baikku?" ucap Baxter lagi, membuat rasa bersalah Keana semakin besar.

Bagaimana Keana tidak menyadarinya? Ia baru sadar bahwa dirinya sangat egois.

Setelah itu Baxter pergi, meninggalkan Keana untuk merenungi rasa bersalahnya.

*****

Tiga hari berlalu sejak kejadian yang mengaruskan Keana untuk merenungi perbuatannya yang selalu merugikan banyak orang.

Rebeca, meski gadis itu tidak bertingkah baik padanya, tetapi Keana masih merasa bersalah kepada gadis itu.

Abelard, kemarin Keana mendengar bahwa bocah tiga belas tahun itu menerima hukuman dari Baxter dan entah kemana perginya bocah itu selama tiga hari ini. Keana tidak merasakan kehadirannya sama sekali.

Dan penghuni panti, jangan tanyakan sebarapa berat fikirannya tentang penghuni panti itu. Ia sangat-sangat merasa bersalah kepada mereka. Mereka telah baik kepada Keana tetapi dirinya seakan hanya bisa membawa bencana untuk mereka semua.

Tiga hari sudah berlalu dan tiga hari pula ia tidak keluar kamar. Baxterpun sama sekali tidak mengunjungi kamarnya.

"Mrs. Calvert, apa yang anda inginkan untuk makan malam?" Tanya seorang wanita yang tiga hari belakangan ia ketahui sebagai kepala pelayan di mansion suaminya.

"Entahlah" tidak ada satu jenis makananpun yang ia fikirkan saat ini.

Hanya sebatas itu pembicaraan mereka. Kepala pelayan yang dari suaranya terdengar seperti wanita paruh baya itu hanya memperkenalkan dirinya sebagai kepala pelayan. Tidak pernah membiarkan pembicaraan mereka lebih jauh dari sekedar apa makanan yang ingin Keana makan.

"Apa pernyataan cinta pria itu hanya mimpi?" ucapnya lirih, menunduk untuk memikirkan pertanyaan yang ia tanyakan kepada dirinya sendiri.

Keana tidak lagi melakukan kegiatannya untuk menghafal ruangan, ia rasa bahkan ia sudah menghafal seluruhnya. Bahkan ia dengan mudah membayangkan bagaimana bentuk bangunan ini sekarang. Tidak lagi ke perpustakaan untuk membaca dan meraba. Ia hanya berdiri di depan pintu balkon. Menatap kedepan seakan ia bisa menapat pemandangan sekitarnya meski kenyataannya tidak.

"Lyndha datang jangan keluar dari kamar ini, Keana."

Suara itu membuatnya terpenjerat kaget, tanpa fikir panjang Keana membalikkan tubuhnya kemudian berlari kearah suara Baxter berada.

Keana menubrukkan diri, memeluk suaminya. Mungkin tidak sadar bahwa ia sedang sangat merindukan suaminya itu. Keana memeluk Baxter sangat erat seakan tidak mendengar kalimat pria itu yang seharusnya menyakiti hatinya.

"Baxter, aku boleh bertanya?"

"Tidak"

"Dari mana saja kau?" Tidak memperdulikan jawaban Baxter, Keana tetap menanyakannya.

"Kurasa aku tidak mengijinkamu bertanya" Jawab Baxter, wanita ini tidak bisa berhenti menghentikan kebiasaannya untuk melanggar ucapannya.

"Aku ingin jawaban, Baxter. Aku masih istrimu"

Baxter menunduk, memperhatikan wajah Keana yang sedang memejamkan matanya dengan pipi merona. Mungkin wanita muda itu kedinginan. Tidak heran, suhu udara sedang rendah saat ini.

"Benar, kau masih istriku. Aku pergi untuk menjemput Lyndha," jawab Baxter, membuat tubuh sang istri perlahan menjauh dari dirinya, "Kau yang memaksaku untuk menjawab."

Keana menunduk, menggigit bibir bawahnya kemudian berjalan kearah ranjang. Membaringkan tubuh disana dengan posisi memunggungi Baxter.

Saat aroma tubuh Baxter lenyap karena pria itu pergi dari kamar mereka, Keana merasakan perutnya bergejolak.

Membuatnya mau tidak mau beranjak dari ranjang untuk kemudian berjalan dengan langkah lebar kekamar mandi.

Keana menumpukan kedua tangannya dia wastafel untuk menyangga tubuhnya yang seketika terasa lemas. Memuntahkan cairan bening yang membuat lidahnya terasa pahit.

Wanita muda dengan baju hangat berwarna abu-abu muda itu menarik gagang kran air untuk kemudian ia gunakan kumur-kumur, mencobat membersihkan rasa pahit dari mulutnya meski tidka berhasil sepenuhnya.

Ia memang merasa tidak enak badan tiga hari belakangan ini. Tubuhnya terasa lemas dan kepalanya pening setiap mengingat Rebeca. Hanya saja ia tidak sampai mual dan muntah seperti ini.

Keana rasa, dirinya hanya sedang kelelahan, kemudian rasa bersalah datang semakin memperburuk keadaan. Rasa bersalah itu menekan otaknya untuk selalu berfikir keras dan itu tidak membantu sama sekali. Terlebih lagi rasa shock terhadap apa yang dialami Rebeca, ia tidak bisa membayangkan bagaimana gadis malang itu mati.

Keana keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sangat lemas dan ia butuh makan malamnya saat ini juga.

Seharusnya, kepala pelayan yang tidak ia ketahui namanya itu sudah mengantar makan malamnya saat ini. Keana menghela nafas saat merasa ia benar-benar butuh makan malam itu saat ini juga dna ia memutuskan untuk mengambil makanannya kedapur sendiri.

Keana keluar dari kamarnya dan berjalan masuk kedalam lift.

Saat pintu lift terbuka, Keana langsung berjalan kearah dapur. Tidak ada yang berubah pada mansion besar ini, masih saja sangat sepi.

Keana rasa, ia sudah berada di ambang pintu pemisah antara dapur dan ruang makan saat dirinya mendengar suatu suara.

"Berhenti"

𝗕𝗘𝗗 𝗙𝗼𝗿 𝗧𝗵𝗲 𝗘𝗬𝗘𝗦 (𝗖𝗢𝗠𝗣𝗟𝗘𝗧𝗘)Where stories live. Discover now