Wattpad Original
There are 6 more free parts

8. Satu Langkah

85.4K 11.6K 2.1K
                                    

BAGIAN DELAPAN

Ada kutipan yang bilang bahwa, "Kamu pasti akan lupa dengannya seiring dengan berjalannya waktu." Dan nyatanya kutipan itu sulit dibuktikan secara nyata, melupakanmu tak butuh waktu yang berjalan, karena hampir semua waktuku terpaut untuk menunggumu kembali, bukan untuk melupakanmu.


__

"APA yang sedang kamu pikirkan?"

Alia berjingkat menjauh saat mendengar suara Bastian berada di belakangnya. Alia bahkan hampir jatuh tersungkur sambil memegang kaitan belakang gaunnya yang belum ia naikkan, sehingga gaunnya kini terlihat melorot.

"Bastian!" jerit Alia.

Bastian mengalihkan pandangannya ke arah lain, ia sudah menunggu Alia hampir setengah jam di luar kamar setelah Bibi Wan mengatakan bahwa Alia sudah siap. Tapi tidak ada tanda-tanda bahwa Alia keluar, sehingga Bastian memilih untuk menghampiri Alia.

"Nggak ada sopan santun banget sih, masuk kamar orang sembarang. Ketuk dulu dong!" Sungut Alia, setengah menjerit.

Bastian mundur beberapa langkah, dengan pandangan mata yang masih menatap ke arah lain dan tanpa pikir panjang ia mengetok pintu sebanyak dua kali. Melakukan apa yang diinginkan Alia.

"Sudah kan?" Bastian ini memang tipe manusia yang minta ditepungi, digoreng, ditiriskan, dan disajikan selagi panas.

Alia tidak membalas, tapi tampangnya menampilkan ekspresi kesal.

Kembali, Bastian masih kaget ketika masuk ke dalam kamar dan melihat Alia masih berkutat dengan gaunnya.

"Kenapa belum dipasang?" Tanya Bastian, ia bertindak impulsif, pura-pura tidak tahu.

Alia posesif menutupi daerah dadanya, "Gaun yang dipilih Bibi Wan itu kegedean. Dia pikir saya mau ngehadirin audisi cari bakat dengan nampilin bakat nge-rap? Sorry, gini-gini saya nggak ada titisan Iwa K, Saykoji, apalagi Younglex," decak Alia masih menyelipkan caranya bicaranya yang asal ceplos.

Bastian menggelengkan kepala, satu sifat Alia yang kadang merepotkan. Bicara sesuai keinginannya.

Setengah jam setelah Bibi Wan keluar, Alia berinisiatif untuk mengganti gaun yang Bibi Wan pilihkan, dengan gaun pilihannya yang jauh lebih pas dengan porsi tubuhnya. Sayangnya, memakai gaun sendiri itu menyulitkan, terlebih di bagian ritsleting punggung belakang.

Bastian masih menatap ke arah lain, tidak ke arah Alia. "Kenapa nggak bilang?"

"Mau bilang gimana? Kamu nyuruh saya keluyuran rumah untuk nyari Bibi Wan pakai gaun melorot kayak gini?" dengus Alia, nada bicaranya kesal.

"Ya?" Bastian kehabisan cara untuk menjawab Alia.

"Ini lagi, ngapain kamu masuk ke kamar saya?"

"Kamu lama sekali. Saya pikir kamu kabur," sambut Bastian.

"Kabur kayak gimana? Kamu pikir tubuh saya kayak Spongebob yang bisa lewat di teralis kayak gitu," tuntut Alia, ia menunjuk jendela di kamarnya yang sudah dipasang teralis besi

Bastian mendengus, "Ya sudah. Ayo cepat." Bastian memilih berbalik untuk keluar

"Duluanlah, saya masih ada urusan," kata Alia. Alia ikut berbalik, menatap pantulan dirinya lewat cermin yang berada di depannya. Kembali, Alia mencoba untuk menaikkan ritsleting di punggungnya. Ia sempat menjerit kesal karena tangannya tidak cukup panjang untuk meraih ritsleting tersebut.

Tangan Bastian sudah mencapai kenop pintu, tapi suara dumelan dari Alia seolah menjadi magnet yang menarik Bastian untuk kembali menoleh.

"Sial!" sungut Bastian, matanya terpaut pada punggung Alia yang terbuka. Hanya beberapa menit, karena Bastian dengan cepat mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Loose CannonWhere stories live. Discover now