first love 1

209K 3.6K 43
                                    

Hai semua...
Terima kasih untuk yang udah baca dan vote story aku...

Selamat membaca....

Orang bilang first love...last deep. Aku setuju, tapi disini luka hati dan kesakitan mendalam yang aku rasa karena cinta pertamaku jatuh pada seorang pria playboy yang sialnya kelewat tampan dan merupakan seorang most wanted di universitasku. Bahkan gadis pemalu dan pendiam sepertiku tak luput dari jeratan pesonanya. Aku benar benar tak menyangka, pria tampan sekelas Evan Strada akan tertarik pada gadis sepertiku. Aku hanya anak panti yang kebetulan menerima bea siswa karena kepandaianku. Penampilanku kalah jauh dari mahasiswa lainnya yg pastinya dari kalangan orang berada. Rasa minder membuatku menutup diri dan lebih betah di perpustakaan untuk belajar sekaligus menghindar dari pergaulan mereka yang tak mungkin bisa sesuai dengan sifatku. Saat pertama kali bertemu dengan Evan pun aku sedang di perputakaan. Dia menolongku yang saat itu nyaris dijatuhi buku dari atas rak buku. Aku terpesona menatap mahakarya sempurna yang Tuhan ciptakan. Dia tampan dengan postur tubuh yang proporsional dan seksi. Matanya sekelam malam membuat aku seolah tenggelam dalam telaga misteri tak berdasar. Meskipun dingin dia memiliki kharisma yang bahkan gadis pemalu sepertiku pun tak luput dari jerat pesonanya. Saat beberapa hari kemudian dia menunjukkan ketertarikannya padaku aku benar benar terlena dan menerima semua perlakuan manisnya dengan hati berbunga bunga. Aku yang sedari kecil jarang mendapat perhatian selain dari pengurus panti terbuai dalam jerat jerat pesonanya. Aku sudah tahu sepak terjangnya sebagai most wanted di kampusku dan mendengar sifat playboynya. Tapi cinta membutakan mataku saat sebulan setelah kedekatan kami dia menyatakan perasaannya padaku. Dengan polosnya aku menerima dia menjadi kekasihku dan aku makin terlena dengan semua sikap manisnya padaku. Hubungan kami berjalan lancar dan dia mengenalkanku pada teman teman jetsetnya membuat keraguanku akan ketulusannya sirna. Dari kabar yang kudengar dia hanya akan bertahan dalam suatu hubungan tak lebih dari sebulan tapi memasuki usia pacaran kami yang ke 2 bulan dia masih tetap menunjukkan perhatiannya padaku. Hari itu... Aku mendatangi base camp tempat dia biasa berkumpul dengan teman teman jet setnya. Aku ingin meminta salah satu temannya untuk membantuku menyiapkan pesta kejutan untuk ulang tahunnya. Tapi saat tiba disana aku mendengar sesuatu yang menghacurkan hatiku. Evan dan teman temannya sedang membahas hubungan kami. Seorang temannya menyerahkan kunci mobil pada Evan sebagai pembayaran taruhan yang dimenanginya. Aku membekap mulutku sendiri mendengar mereka memberi selamat pada Evan yg menang taruhan dengan memacari aku si gadis cupu lebih dari 2 bulan. Hatiku benar benar hancur. Terlebih saat mereka menaikkan taruhan untuk keperawananku. Dengan hati hancur aku pergi diam diam dari base camp mereka. Seharian aku menghindarinya dan memilih pulang ke kostanku lebih awal. Saat dia menghubungiku aku beralasan sedang mengurus administrasi kampus dan bersyukur dia percaya. Kecewa dan sakit hati membuatku menangis seharian. Aku ingin membencinya tapi katakanlah aku manusia yang dibodohi cinta, karena meskipun terluka aku masih mencintainya sama besar seperti sebelum mengetahui taruhan itu. Saat hari ulang tahunnya aku memberikan keperawananku padanya. Aku menganggap itu sebagai kado ulang tahun dan perpisahan karena keesokan harinya aku memilih pergi dari kota itu dan melupakan bea siswaku. Semua barang barangku sudah aku kirim ke panti setelah aku tahu tentang taruhan itu. Aku tidak kembali ke panti tapi memilih pergi jauh tanpa seorangpun tahu dan memulai lembaran baru dengan bekerja di sebuah pabrik bahan dasar sepatu dengan menggunakan ijasah SMU saja. Aku diterima berkerja dengan gaji yang tidak seberapa tapu cukup untuk biaya hidup sederhanaku.

5 tahun berlalu dan semua luka hati itu masih begitu membekas dalam hatiku. Evan dan taruhan itu menghalangi langkahku untuk memulai hubungan kembali dengan seorang pria. Trauma, mungkin itu kata yang tepat untukku. Tapi sejujurnya... Aku masih mencintainya dengan kadar yang sama atau malah bertambah karena rindu yang terpendam. Hal itu juga yang membuatku makin menjauh dr kehidupan sosial kerana aku tak mau menjadi obyek taruhan atau semacamnya lagi. Teman teman sekerjaku sudah tahu dengan sifatku yang bisa dibilang kuper dan aku bersyukur mereka semua tak mengusikku. Kami berkerja, bicara dan bergaul seperlunya saja dan aku nyaman dengan suasana itu.
Namun terkadang aku terpaksa menghadiri acara acara perusahaan yang mewajibkan semua karyawan untuk hadir seperti acara ulang tahun perusaan yang saat ini 'seperti biasa' dengan terpaksa aku hadiri. Berbeda dengan tahun tahun sebelumnya, ulang tahun perusahaan kali ini ditempatkan di sebuah hotel berbintang. Pergantian pemimpin juga mendasari perbedaan perayaan ulang tahun kali ini. Aku sebenarnya enggan untuk hadir tapi Betty, teman sekerjaku menjemputku ke kostan dan menyeretku kesini. Saat kami tiba acara belum dimulai dan Betty mengajakku ke gerombolan rekan se divisiku yang sudah datang. Aku bersyukur karena kami kebagian tempat yang agak jauh dari podium serah terima jabatan dan malah lebih dekat ke meja hidangan. Aku tersenyum geli melihat mereka menggerutu karena posisi yang terlalu jauh dari podium. Saat acara akan dimulai Betty tanpa sengaja menumpahkan minumannya ke gaunku membuat dia panik. Dia tidak tahu saja kalau dalam hati aku sangat berterima kasih padanya karena aku jadi menemukan alasan untuk pulang lebih awal. Dengan santai aku beranjak ke toilet berpura pura hendak membersihkan pakaianku. Tapi sampai disana aku mencipratkan air lebih banyak sehingga pakaianku makin terlihat kotor. Dengan memasang wajah menyesal aku mohon ijin pada teman teman se divisiku untuk pulang lebih dulu. Betty terlihat serba salah membuat aku jadi sedikit merasa bersalah tapi terlupakan saat mereka akhirnya berjanji akan menutup mulut atas kepulanganku yg lebih awal pada atasan kami. Kulihat juga acaranya sudah beralih ke acara ramah tamah karena waktu di toilet aku sengaja berlama lama. Dengan segera aku berlalu dr ruangan itu menuju lift yang akan membawaku ke loby hotel. Sambil menunggu lift sampai aku mencoba menghubungi taksi on line langgananku tapi ternyata di dalam lift sinyal ponselku terganggu. Aku pun memutuskan untuk menelpon di loby saja. Tak lama lift pun sampai di loby. Agak heran juga karena sebelumnya saat aku dan Betty tiba lift tak seramai ini. Aku memasa bodohkan keramaian itu saat teringat tujuanku untuk cepat pulang. Akupun kembali menghubungi taksi langgananku sambil mataku menyapu seluruh area loby. Saat terdengar nada sambung pertama di ponselku tubuhku seolah tersengat ribuan kilo volt listrik melihat pemandangan di depanku. Disana di pintu masuk loby kulihat iring iringan orang berpakaian resmi yang baru memasuki area loby. Terlihat jajaran petinggi hotel tergopoh gopoh menyambut iringan itu. Tapi bukan itu yang membuatku terpaku. Dalam iring iringan orang berjas itu ada seorang yang juga menatapku tajam. Ponselku terjatuh dari genggamanku sementara sekujur tubuhku terasa panas bagai tersiram air yg baru mendidih. Aliran rasa dingin merambat di sepanjang tulang belakangku dan terasa merambat mengelilingi leherku.

Short Stories ++Where stories live. Discover now