seize

3.2K 390 41
                                    

"Telfon seseorang. Please..."

Tidak ada hal yang lebih menakutkan daripada melihat Gio yang saat ini jatuh terduduk ketika Nata dengan keras menjatuhkan tongkat pemukul itu ke kepala Gio.

Raya melangkah mundur. Menahan mulutnya supaya tidak menjerit. Kantung plastik berisi makanan ringan sudah tergeletak begitu saja di atas aspal.

Matanya membulat sempurna ketika melihat kaki Nata mendorong kuat punggung Gio. Membuat Gio jatuh terlungkup dan terbatuk-batuk.

"Kenapa lo baru dateng sekarang, anjing. Gue nggak suka disuruh nunggu!" Kaki Nata kembali terangkat. Menjatuhkan bebannya di atas punggung Gio yang saat ini sudah tidak mempunyai tenaga untuk melawan.

Pandangannya buram. Raya tidak bisa melihat Gio dengan jelas. Airmata yang saat ini mengumpul di kelopak matanya menganggu penglihatannya.

"Telfon seseorang...telfon seseorang..." Kata-kata permintaan Gio melintas di pikirannya. Dengan tangan gemetar ia merogoh saku jaketnya. Ia tidak sempat banyak berpikir. Raya hanya menekan tombol untuk menghubungi orang yang terakhir dihubunginya. Saat itu ia tidak ingat siapa yang terakhir kali dihubunginya. Yang paling penting adalah menelepon seseorang. Siapa saja.

Panggilannya terangkat saat nada sambung kelima.

"Halo?" tanyanya dari seberang. Raya terkejut saat mengenali suara itu.

"Panji! Tolong gue!" mohon Raya lirih dengan suara sesenggukan. Entah sejak kapan ia mulai menangis. Melihat Gio yang saat ini dipukuli habis habisan oleh Nata membuat Raya merasa sesak.

"Lo dimana?" Nadanya terdengar serius.

"Gue di..." Pandangannya mengitar. Mengalami kejadian seperti ini membuat dirinya lupa dengan tempat sekitar.

"Lo dimana, Raya? Ngomong yang bener!" Panji membentak dari seberang. Terdengar suara grasak grusuk dari seberang panggilan.

Raya terkesiap mendengar bentakan Panji. Sebisa mungkin ia berusaha berbicara jelas ketika saat ini melihat Gio yang mencoba melawan.

"Gio sa-sama…. Nata. Di rumah kosong. Ji, tolong...gue...ah!" Raya menjerit ketika lengannya disentakkan dengan kasar. Raya jatuh tersungkur ke aspal dan ponselnya terlepas dari genggaman. Ketika ia mendongak, Raya melihat Nata menarik tangannya kasar. Memaksanya untuk berdiri.

Nata memegang tangannya kuat. Membuat Raya meringis. Tapi bukan itu fokusnya saat ini. Pandangannya menatap Gio yang berada di belakang Nata dengan posisi menghadap langit serta tongkat pemukul di sebelahnya. Dada Gio naik turun dengan napas yang tidak beraturan.

"Lo gila? Lo mau bunuh Gio?!" Raya membentak lalu memberontak dengan kuat supaya terlepas dari genggaman Raya. Tapi itu tidak menghasilkan apa-apa. Tenaga Nata lebih kuat dari dirinya.

"Gue nggak suka milik gue diganggu orang. Cowok lo gangguin Yasmine."

"Cewek lo yang ganjen, bangsat!" Raya menendang sebelah kaki Nata dengan keras. Membuat laki-laki itu kesakitan dan refleks melepaskan genggamannya.

Nata tentu saja tidak suka dengan sikap Raya yang melawannya dengan keras. Laki-laki itu terlihat mengangkat tangannya dan menamparnya dengan keras. Kepala Raya tersentak ke belakang. Ia bisa merasakan telinganya berdenging kesakitan. Pukulan Nata membuat Raya merasakan perih di bagian wajahnya.

"Ternyata rumor di sekolah bener, ya. Lo emang nggak bisa dijadiin mainan."

Kaki Nata melangkah maju. Refleks Raya melangkah mundur. Dari penerangan lampu yang minim Raya bisa melihat wajah Nata lebam di beberapa titik. Kepalanya Raya gelengkan untuk memperjelas pandangannya yang mulai buram.

MémoireWhere stories live. Discover now