six

4.4K 505 27
                                    

Setelah menghabiskan waktu selama 15 menit bekerja sama, akhirnya pekerjaan mereka selesai. Gio dan Raya saat ini bersisian di depan wastafel tengah mencuci kedua telapak tangan mereka. Alat-alat kebersihan yang mereka gunakan juga sudah dikembalikan pada tempatnya.

"Lo nggak nanya?" pertanyaan Gio yang pertama setelah kejadian Tirta yang masuk dengan satu temannya.

"Nanya apa?" Raya balik bertanya sambil menggosok-gosokan telapak tangannya menggunakan sabun. Menciptakan beberapa busa di sana.

"Soal semalem." Gio sama sekali tidak mengerti tentang apa yang Raya pikirkan. Kebanyakan orang pasti akan menanyakan sesuatu apa yang terjadi setelah melihat kejadian kemarin. Tapi berbeda dengan Raya, perempuan itu sama sekali tidak membahasnya seolah tidak ada hal apapun yang terjadi di antara mereka.

Kepalanya menoleh ke kiri. Menatap Gio yang saat ini merunduk membersihkan tangannya. Warna biru keunguan di wajahnya tersamarkan dan tidak terlalu terlihat. "Nggak penting."

"Yang kemarin itu cowok lo?" Gio langsung mengubah arah pembicaraan. Ingatannya tiba-tiba saja mengulang kejadian kemarin sore saat Raya menghadang Gio seolah berkata bahwa Gio pernah menjanjikan sesuatu pada perempuan itu.

"Mantan," jawabnya ringan dan menarik sebuah tisu yang tergantung di dinding sebelahnya. Mengeringkan tangannya yang basah.

"Ternyata ada yang mau juga sama lo."

Raya mendelik dengan kening yang berkerut kesal.

"Gue nggak ngerti lo pake pelet atau emang mata dia yang picek."

"Diem deh, Yo." Balas Raya dengan nada malas yang ditarik-tarik dan melangkah keluar toilet.

"Makasih, Ra."

Satu kalimat itu berhasil menghentikan langkah Raya yang sudah diambang pintu. Perempuan itu berbalik. Menatap laki-laki yang berdiri di depan wastafel yang saat ini tengah menanti jawabannya. Raya tahu betul maksud pembicaraan Gio barusan. Tentu saja membahas kebaikannya yang tadi malam. "Bayar makasih lo pake es krim satu truk."

-*-

"Lo tadi telat trus dihukum, Yo?" Panji bertanya sambil membenahi bukunya ke dalam tas karena jam pelajaran di sekolah sudah habis. Murid-murid pun dengan teratur keluar kelas.

Gio mengangguk.

"Sendiri?" Indra yang duduk di belakangnya ikut berkomentar. Seharusnya mereka menanyakan hal ini daritadi tetapi selalu lupa.

"Sama Raya."

Jawaban santai dari Gio membuat Panji dan Indra bersitatap selama beberapa saat.

"Jangan naksir dia, Yo." Indra

"Lah? Siapa juga yang naksir." Sewot Gio yang masih fokus pada kegiatannya. Menyalin catatan Kimia dari buku Indra. Ia tidak sempat memerhatikan pelajaran tadi karena pikirannya dipenuhi oleh perempuan itu.

"Raya galak, Yo. Ya.. gue cuma ngasih tau aja, sih."

Gio terkekeh. "Emang! Bengal tuh cewek."

"Gue tau lo mungkin nyari temen baru, tapi gue kasih tau aja nih ya, Yo." Indra berdeham dan membenarkan posisi duduknya menghadap Gio. "Raya nggak suka kalau sesuatu berharga punya dia diusik."

"Semua orang juga gitu kali, Ndra." Itu memang hal umum. Gio pun tidak suka jika ada orang yang mengganggu atau mengusik barang-barang berharga. Omongannya tidak masuk akal.

Indra mendengus kesal.

Panji berdeham untuk melanjutkan pembicaraan. "Beneran dah, Yo. Apalagi kalau menyangkut temen-temennya. Lo tau nggak sih waktu kelas 11, anak kelas mereka dihukum lari 20 putaran sama Pak Andi. Trus asmanya Lia kumat, itu anak pingsan dan dibawa ke rumah sakit."

MémoireWhere stories live. Discover now