huit

4K 443 33
                                    

"Raihana? Sarapan dulu."

Suara Dinda dari lantai dasar membuat Raya otomatis melirik jam dinding di kamarnya. Waktu menunjukan pukul 6.40 yang artinya ia masih punya waktu 20 menit sebelum bel sekolah masuk.

"Kamu hari ini berangkat naik apa?" tanya Dinda saat melihat anak perempuannya baru saja menginjak lantai dasar.

"Angkot palingan, Ma. Atau ojek online nanti. Gampang."

"Mau Mama anter?"

"Ma." Raya menginterupsi sebelum Dinda menawarkan hal gila lainnya. Dinda pernah jatuh dari motor saat Raya kelas 2 SMP menyebabkan Mamanya koma selama 3 hari dan harus dirawat di rumah sakit selama 2 minggu. Alasan Raya tidak ingin dan tidak mau mengendarai motor adalah kecelakaan Dinda waktu itu.

Dinda masih suka naik motor tapi tidak dalam jarak yang jauh. Biasanya hanya digunakan untuk main ke rumah teman yang masih berada satu komplek dengan Raya. Dinda juga lebih suka naik motor, maka dari itu kadang beliau meminta supir untuk mengantarnya naik motor.

Bagaimana dengan Papanya? Beliau sudah meninggal karena kecelakaan lalu lintas saat Raya berumur 7 tahun. Menambah alasan lain mengapa Raya tidak suka mengendarai sesuatu.

"Mau bawa roti buat di sekolah nanti?" Dinda mencoba mencari pembahasan lain.
Tangan Raya yang sedang mengolesi lembaran rotinya dengan selai, terdiam sejenak. Berpikir. Lalu mengangguk.

"Boleh, deh. Sama bolu kukusnya ya, Ma. Lumayan irit uang jajan. Ditabung buat nonton konser BTS nanti."

"Kamu itu bi ti es bi ti es mulu. Kemarin siang Mama masuk kamar kamu, berantakannya minta ampunnnn, sampah jajanan dimana-mana, baju kotor dan segala macem. Kayak bukan kamar anak cewek."

"Raya kan emang bukan cewek, Ma."

"Raihana!"

Raya menyeringai lebar. "Iya, Mamaku sayang nanti Raya beresin ya," lalu berdeham dan bergumam, "kalau mood."

"Dimakan rotinya. Jangan jajan es mulu. Perasaan dulu Mama nggak doyan jajan kayak kamu. Anak siapa sih kamu?"

Raya menggaruk keningnya yang tertutup poni. Ikut memikirkan pertanyaan Dinda. "Iya-ya, Ma. Raya anak siapa? Anak nemu dari ciki jaguar kali, ya."

Setelah itu Raya pamit. Menyalami tangan Dinda dan keluar dari rumah. Ia masih punya waktu 15 menit lagi sebelum masuk. Waktu yang cukup bagi dirinya untuk berjalan kaki menuju sekolah.

Genggaman tangannya pada pegangan gerbang terhenti ketika Raya berniat ingin menutupnya. Suara derum motor mendekat menyita perhatiannya dan membuatnya terpaku beberapa saat.

Mau apa Alva datang ke rumahnya pagi-pagi seperti ini?

"Lo ngapain?" Raya to the point ketika Alva membuka helmetnya.

"Ngajakin lo berangkat bareng," jawabnya sangat santai, berbicara sangat akrab melupakan kejadian apa yang sempat mereka alami.

Raya menghela napas berat. Omongan Lia kemarin tiba-tiba saja terlintas di kepalanya. "Lo mau ngomong apa sih, Va?" Raya geram dibuatnya. Bagaimana bisa Alva datang tiba-tiba seolah hubungan mereka baik-baik saja?

Mata Alva mengerjap beberapa kali. Mengerti bahwa perempuan di hadapannya ini merasa risih.

"Gue udah telat, Va. Lain kali aja kalau mau ngomong."

Kakinya melangkah dengan cepat mencoba sebisa mungkin menghindari Alva. Karena ia tidak ingin terbebani oleh ucapan Lia kemarin sore mengenai Alva.

"Ra." Sebuah tangan Raya rasakan mencekal pergelangan tangannya erat. Kesal, Raya menepis dan terkejut dalam waktu yang bersamaan karena tanpa disadari ia menyesal telah berbuat kasar pada Alva.

MémoireWhere stories live. Discover now