neuf

3.6K 433 28
                                    

“Berdarah nggak sih, Ji?” Kepala Gio menoleh ke belakang untuk melihat bagaimana raut Panji yang saat ini tengah mengobati luka di punggungnya.

Panji berdeham. “Dikit, sih, di punggung rada pengen ke bahu gitu.”

Gio terkekeh ketika mendengar kalimat yang Panji ucapkan. Terdengar aneh.

“Gue kan udah bilang jangan nyamperin Raya, Yo.” Panji berbicara lagi. Kali ini ia bangkit dari duduknya lalu memberikan kaos abu miliknya pada Gio. Pertanda bahwa pengobatannya sudah selesai.

Gio memakai kaos tersebut dengan pelan. Mengangkat tangannya untuk memakai kaos membuat punggungnya terasa perih. Ia harus meminjam kaos milik Panji karena kaos putih miliknya ada sedikit noda darah. “Trus gue diem aja?”

Ingatan Gio kembali pada kejadian saat di kantin. Gio, Indra dan Panji duduk di meja kantin paling sudut. Sebenarnya mereka tidak menyadari keberadaan Raya sampai akhirnya kantin dipenuhi oleh suara dua orang perempuan yang saling berdebat.

“Kalau gue nggak nyamperin, sepupu lo bakal celaka. Sodara macem apa lo?” tanya Gio lalu memakai seragam putih miliknya.

Panji menghela napas berat lalu membalikan tubuhnya. Menatap Gio yang terduduk di atas ranjang tengah mengancingkan seragamnya. “Raya bisa ngelakuin semuanya sendiri, Yo.”

“Gue tau maksud lo. Raya emang cewek bengal, berani, nggak takutan. Tapi, Ji.” Gio berdeham sebelum melanjutkan. “Sekuat apapun Raya, kalau ditimpuk pake benda gitu, bakal berdarah juga.”

Gio ingat bagaimana Panji menahan dirinya yang sudah berdiri dari mejanya berniat menghampiri Raya. Sebenarnya Gio tidak kepikiran jika harus melindungi perempuan itu sampai membuat punggungnya terluka. Gio hanya ingin membuat Raya pergi dari tempat itu juga, mencegah hal-hal buruk terjadi. Karena dari sekian banyak pengunjung kantin yang melihat, tidak ada satupun yang beranjak untuk melerai.

Pandangan Gio tidak lepas dari Yasmine untuk memerhatikan gerak-gerik perempuan itu. Ketika melihat Yasmine yang tersulut emosi, sebelah tangan Yasmine terangkat untuk menjangkau sebuah gelas kosong yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri.

Melihat hal itu, membuat Gio mempercepat langkahnya untuk menghampiri Raya sebelum beling itu tepat mengenai kepala Raya.

Sebenarnya ada hal lain mengapa ia nekat melakukan hal tersebut. Sejak Raya mengatakan pada Yasmine untuk tidak lagi mengganggu dirinya, seolah Raya melindungi Gio, Gio merasakan hal aneh yang membuatnya tenang juga senang.

Lagi-lagi Panji menghela napas berat. Kakinya melangkah menghampiri Gio. Menepuk pundak Gio pelan. “Makasih, Yo."

-*-

Raihana Yanneva tidak bisa fokus sejak istirahat kedua tadi. Pikirannya tidak mau diajak kerja sama. Padahal pelajaran yang sedang berlangsung adalah Sejarah. Mengharuskan semua muridnya tetap fokus untuk mengetahui bagaimana kronologi dalam suatu peristiwa yang penah terjadi.

Raya berkali-kali menghembuskan napasnya secara kasar dan perempuan ini kelihatan sangat gusar. Terlihat dari gerak-geriknya ia tampak risih dan ingin segera mengakhiri kegiatan belajar mengajar hari ini.

Alasannya karena laki-laki itu, Gio.

Ia tidak mengerti apa maksud Gio melakukan semua itu. Iseng? Apa Gio kebetulan lewat lalu memutuskan untuk melindunginya, atau Gio yang daritadi sudah memerhatikannya.

Raya hanya…tidak suka. Karena perlakuan kecil dari Gio menumbuhkan setitik rasa yang selama ini dihindari oleh Raya.

Bel pulang sekolah berbunyi. Membuat Raya menegakkan posisi duduknya lalu membenahi alat tulisnya ke dalam tas.

MémoireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang