douze

3.3K 387 22
                                    

"Raya berangkat. Dah, Ma." Teriak Raya dengan suara lantang pada Dinda yang berada di dapur. Dinda menyampaikan sesuatu tetapi tidak Raya dengar dengan jelas dan perempuan ini meng-iyakan saja biar cepat.

Raya berlarian kecil menuju gerbang rumahnya. Hari ini ia tidak telat bangun atau terlalu cepat bangun. Waktu yang normal.

Sebelah tangannya menarik gerbang rumahnya untuk membuka dan langsung berhadapan dengan Gio serta motor ninjanya yang baru saja keluar rumah.

Raya memutuskan untuk mengabaikannya. Melangkahkan kakinya sampai depan komplek dan akan naik angkutan umum untuk menuju sekolah.

Lalu telinganya mendengar suara derum motor mendekat. Tepat saat itu juga Gio sudah berdiri di samping kanannya, memajukan motor untuk mengimbangi jalannya.

"Ibu Negara mau bareng nggak?"
Raya menoleh. Melihat Gio yang memakai tasnya di bagian depan tubuhnya. Dari kaca helmetnya yang terbuka Raya bisa melihat pupil mata hitam itu menatapnya lekat.

Kepala Raya langsung berpaling.

"Gue nggak nawarin dua kali, nih." sambung Gio.

"Yaudah sono. Ribet deh lo."

"Oke." Gio menutup kaca helmetnya lalu menarik gas motor sampai motor itu menjauh. Tapi sekitar 10 meter dari Raya berdiri, motor tersebut berbalik arah. Kembali menghampiri Raya.

"Yakin?"

Langkah kakinya terhenti. Menoleh ke arah Gio yang saat ini melepas helmetnya dan membuat rambut laki-laki itu berantakan. "Lo kenapa deh?"

"Nawarin lo berangkat bareng." jawabnya polos sambil membenahi tali tasnya yang turun.

"Mau modus lo, ya?"

"Ngapain gue modus sama preman rata."

Sebuah pukulan Raya daratkan di punggung Gio. Tidak terlalu bertenaga tapi sampai membuat Gio menegakkan tubuhnya dengan wajah meringis menahan sakit.

Raya terkesiap. Tiba-tiba saja ia teringat insiden kemarin saat di kantin. Apa punggung Gio lukanya separah itu?

"Eh, duh, sori sori. Yo, sakit banget emang? Gio!" Raya jadi rusuh sendiri berusaha menenangkan Gio yang saat ini masih merasa sakit. Sebelah tangan Gio mencoba memegang punggungnya sendiri untuk mengelus bagian yang sakit.

"Duh, Gio. Lo sih ngeselin. Masa bilang gue preman. Trus rata. Emang lo udah liat punya gue?" Oke. Pertanyaannya malah ngawur.

Gio masih tidak merespon. Beberapa kali laki-laki ini berdecak sebal sambil menahan sakit.

"Gimana ya.." Raya menggigit bibir bawahnya. "Gu...gue traktir makan deh nanti di kantin."

Posisi Gio langsung berubah normal. Pupilnya melebar dengan mulut yang menyeringai lebar. "Deal."

Kening Raya berkerut kesal menyadari bahwa ia baru saja ditipu oleh Gio. "Sialan lo." Lalu menendang ban motor depan Gio. Membuat sang empunya melotot tidak terima.

"Jangan macem-macem sama Bleki lo, Ra."

"Hah? Bleki? Si...astaga, Yo!" Raya memutar kedua bola matanya kesal dan memerhatikan Gio yang saat ini turun dari motor mengusap-usap ninja hitam kesayangannya.

"Buru, dah, jalan." Raya menepuk pundak Gio beberapa kali lalu naik ke atas motornya.

"Katanya tadi kagak mau." balas Gio dan ikut naik ke atas motornya. Memakai helmetnya lalu menyalakan mesin.

"Udah mau telat gara-gara kelamaan debat sama lo."

"Sok jual mahal lo."

"Tas lo pindahin belakang, Yo."

MémoireDonde viven las historias. Descúbrelo ahora