Chapter 5 - Bad Situation

Mulai dari awal
                                    

"Siapa di sana?" teriak James, suaranya bergema.

James merasakan bayangan hitam bergerak cepat di sekitarnya. Pria itu berputar, terlihat waspada dengan lirikan mata yang mengarah ke mana saja. James tidak ingin memberikan orang itu kesempatan untuk menyerangnya. Tapi apapun yang dilakukan James, tetap saja membuatnya kecolongan. James merasakan benda dingin menyentuh pelipisnya.

James berhenti bergerak, terdiam bagaikan batung di tempatnya. Ia bukan takut untuk tertembak, hanya saja James tidak ingin kalah sebelum melawan. Pria itu tahu siapa pun yang sedang menodongnya menggunakan pistol, dapat melakukan apa saja. Orang ini bukan orang sembarangan yang akan kalah dengan satu tendangan.

James mengangkat tangannya ke udara, dan tawa kembali terdengar. James tahu pria ini hanya akan bermain-main terlebih dahulu kepadanya. Ada yang di sembunyikan, dan James harus tahu apa itu.

"Siapa kau sebenarnya?" tanya James dengan suara yang mendesis.

"Malaikat maut."

"Apa yang kau inginkan dariku?"

"Aku tidak ingin apa-apa darimu, Asesin. Aku hanya ingin kau melihat ini," lalu seseorang pria berpakaian hitam dengan rambut pirang berjalan ke arah James bersama seorang yang ia seret dengannya.

James tidak dapat mengenali siapa itu, kepada orang itu ditutupi dengan sebuah kain. "Melihat gadismu mati di depanmu."

James membelak kaget ketika penutup kepala tersebut di lepas. Nadine berdiri di hadapannya dengan keadaan yang mengenaskan. Pipi wanita itu terlihat lebam dan James melihat darah yang mengering di sudut bibir Nadine. Tubuh Nadine yang hanya mengenakan tanktop terlihat tergores karena cambukkan.

James dapat merasakan penderitaan yang diterima oleh wanita Asia-nya. Rambut Nadine basah dan berantakan. Tubuhnya penuh memar, dan tatapan Nadine menggambarkan keputusasaan.

Ingin rasanya James berlari ke arah Nadine dan memeluk wanita itu. Tapi James tahu ia sekarang tidak bisa melakukan apapun. Sekali ia bersikap ceroboh, maka nyawa dirinya dan Nadine akan terancam.

"Lepaskan wanita itu!" James menggeram marah.

"Jika aku membunuhmu, itu tidak akan menguntungkanku. Aku ingin kau hancur, Asesin. Atau aku bisa memanggilmu James." Itu merupakan pernyataan. "Kau akan hancur saat kau menyaksikan kekasihmu merenggang nyawa di depanmu."

James benci berada dalam keadaan seperti ini. Ia benci tidak dapat berbuat apa-apa. James benci terlihat lemah di hadapan lawannya.

Sebuah ide terlintas di pikiran James ketika ia menutup matanya. "Jika kau bukan pengecut, kau seharusnya menghadapiku terlebih dahulu. Kemenangan bukan dia yang berhasil mengalahkan, tapi tentang sebuah pengorbanan yang dilakukan untuk meraih kemenangan yang kau maksud."

Bayangan hitam itu lagi-lagi tertawa. "Rupanya kau banyak bicara, James."

"Kau sudah salah memilih lawan," sambungnya.

"Aku tidak mengukur kekuatan lawanku dalam keadaan seperti ini. Bertarung secara jantan lebih baik, dari pada keadaan ini."

"Aku anggap itu permintaan terakhirmu sebelum masuk ke dalam hidupmu yang akan hancur, James."

Pria itu melepaskan James, dan mereka sudah berdiri saling berhadapan. James tidak mengenali wajah itu sama sekali. Terlihat asing dan tidak pernah berjumpa. James tidak tahu apa yang membuat pria itu membencinya. Dan James sadar, banyak musuhnya di luaran sana. Bisa siapa saja dan dari kalangan mana saja. Semuanya terjadi begitu saja tanpa dapat diduganya.

James menunjuk senjata api yang masih berada di genggaman pria di depannya. "Pertarungan akan dikatakan adil jika kau tidak menggunakan benda itu."

Pria itu tersenyum menyeringai. "Baiklah," ia melempar senjatanya ke lantai sambil terus menatap ke arah James.

Mereka berdua masih dalam keadaan diam sambil menatap satu sama lain. James menatap tajam pria itu, memberikan peringatan kepadanya, kalau dia bukanlah lawan yang mudah. James tetap diam mengamati saat lawannya berjalan mengitarinya.

Entah apa yang dilakukan pria itu untuk memulai permainan mereka, tapi pria itu tertawa dengan aksen yang terdengar merendahkan James. James jelas mengenali aksen itu, tawa yang selalu ia keluarkan ketika berhadapan dengan orang-orang yang selalu memohon untuk tetap hidup ketika bersimpuh di kakinya.

Saat pria itu kembali berdiri di depannya, orang itu segera memberikan James pukulan jab yang berhasil di hindarnya dengan cara menunduk.

James tidak akan buang-buang waktu lagi. Ia segera menerjang pria itu dengan kakinya hingga membuat pria itu mundur beberapa langkah karena tendangannya. Tapi semua itu tidak bertahan dalam waktu yang lama, pria itu kembali bangkit dan memukul James dengan kombinasi hook yang mengenai rahangnya. James dapat merasa nyeri ketika ia membenarkan posisi giginya. Pukulan pria itu tidak main-main kuatnya.

Sesekali James tetap mengamati Nadine di tengah-tengah perkelahiannya. Memastikan kalau orang itu tidak menjebaknya dan Nadine baik-baik saja.

James tidak menyerah. Sejauh ini hanya rahang dan perutnya yang terluka. James berusaha menghindari  overhand dan sebuah tendangan memutar yang akan membahayakan nyawanya. James membalas perlakuan pria itu dengan memberikan pukulan hook kanan dan kiri secara bergantian pada wajah pria itu, sebelum kembali memberi tendangan tepat pada ulu hati pria itu. Darah segar keluar dari sudut bibir dan rahang di dekat mata.

Tapi pria itu tidak menyerah. James juga menyadari kalau pria itu bukanlah lawan biasa untuknya.
Ketika James terlalu fokus mengamati Nadine yang meringis kesakitan sambil menatap ke arahnya, pria itu menerjang lututnya. Menendangnya sekeras mungkin sehingga terdengar bunyi tulang yang patah.

Keadaan seperti ini membuat James kesulitan untuk bangkit. Belum selesai rasa sakit yang ia dapatkan, pria itu menarik rambutnya dan membenturkan kepalanya ke lantai lembab yang kotor. James merasa kepalanya sangat pusing dan berputar. Telinganya berdengung dan pandangannya mulai kabur. Tapi James belum menyerah. Ia tidak akan dikalahkan semudah itu.

James mengabaikan rasa sakit yang diterimanya ketika berusaha bangkit. Dengan sekuat tenaga, James mundur dan meloncat tinggi untuk memberikan pukulan sikunya di kepala pria itu sehingga membuat dia terhuyung ke belakang. James bersiap ingin menjejak perut pria itu saat ia merasakan sebuah pukulan keras mengenai kepalanya, membuat James terjatuh dan berlutut di lantai.
Di sisa-sisa kesadarannya yang menyedihkan, James melihat dia bangkit dan menyeka darah di pelipisnya akibat pukulan James. Pria itu menyeringai dan mengambil kembali pistol yang sempat ia jatuhkan sebelum berjalan menghampiri James.

Dengan gerakan cepat pria itu tiba-tiba berdiri di belakang James, lalu memelintir tangan James membuat pria itu berbaring telungkup di bawah kendali pria itu.

“Aaakkkhhhh!!!”

James benar-benar merasakan sakit yang luar biasa ketika pria itu memelintir tangannya semakin kuat.

“J-James!” Nadine berusaha memanggil namanya dengan suara lemah yang tertahan.

Pria itu menahan jari telunjuknya di pelatuk, menariknya pelan dan membuat lubang di bagian kaki James sehingga membuat pria itu berteriak kesakitan.

Ketika tubuhnya terkulai lemah ke lantai, James tahu Nadine sedang dalam keadaan bahaya sekarang. Pandangannya kabur, tapi James dapat melihat sebuah langkah lebar menuju tempat Nadine berada. James ingin menyelamatkan gadis Asia-nya, tapi ia tidak dapat melakukan apa pun. Di sela-sela kesakitannya, James sempat-sempatnya memperlihatkan jari tengahnya ke arah orang itu, sehingga membuat dia tertawa.

“Sudah kukatakan sebelumnya, kau bukan lawan seimbang untukku.” Orang itu melanjutkan. “Siapkan mentalmu sekarang, Asesin. Bersiap untuk penderitaan pertamamu.”

Bersamaan dengan hilangnya kesadaran diri James, suara tembakan terdengar. Walaupun matanya terpejam, James dapat mendengarnya dengan jelas. Di waktu yang sama, James juga merasa jantungnya berhenti berdetak.

Chance Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang