"Selamat ya,"aku memberikan buket bunga tersebut kepada Arman. Tidak kuhiraukan cengiran Frans yang mengejekku.

Arman menerima bungaku dengan sumringah, "Terimakasih. Bunganya cantik sekali" puji Arman yang sukses membuatku tersipu. Arman segera memanggil salah seorang pegawainya untuk meletakkan bunga tersebut di dalam vas.

Ah senangnya diriku...

Hari ini bunga, siapa tahu besok besok hatiku.

Argh...membayangkannya saja membuatku senyum senyum sendiri.

"Ekhem...."

Aku segera tersadar dari khayalanku saat mendengar Frans yang sengaja batuk kuat kuat.

Aku mendengus kesal melihatnya.

Memang gak bisa lihat orang senang. Berkhayal aja diganggunya.

"An, tahan senyummu. Lihat sedari tadi orang banyak yang memperhatikanmu. Sebentar melamun, lalu senyum senyum sendiri. Jangan buat mereka meragukan kewarasanmu" bisik Frans ke telingaku.

Aku refleks mengikuti kata kata Frans untuk melihat orang orang yang ada di kafe ini. Ternyata Frans cuma mengerjaiku. Aku merengut kesal melihatnya berusaha menahan senyumnya karena berhasil mengerjaiku.

Belum sempat aku membalasnya, Frans sudah lebih dulu diselamatkan dengan Arman yang mengajak kami berdua ke meja yang kosong.
Selamatlah dia kali ini dari amukanku.

Aku melihat sekeliling kafe. Arman terlihat telah matang dalam mempersiapkan kafenya ini. Interior yang indah dalam nuansa kekinian membuatku yakin kafe ini akan banyak didatangi orang.

"Jadi apa kegiatanmu sekarang?" Arman membuka pembicaraan  diantara kami saat kami tengah menyantap makanan yang dihidangkan.

Harus kuakui beberapa makanan yang kucicipi saat ini semuanya memuaskan di lidahku.

Aku menghentikan makanku, sedangkan Frans terlihat tidak terlalu peduli. Dia terlihat asik menyantap makanannya "Aku meneruskan restoran milik keluargaku." Beritahuku.

Arman terlihat terkejut. Sesaat ia menatapku, seolah olah menilai diriku. "Kamu seorang chef ?" Tebaknya.

Aku menggelengkan kepalaku, "Tidak. Aku hanya membantu manajemennya."

"Wow itu lebih hebat."

Aku tersenyum mendengar pujian Arman.

"Apa nama restorannya? Siapa tahu nanti kita bisa makan di sana?" Tanya Arman penasaran.

"Chicken Deli's."

Arman membenarkan posisi duduknya setelah mengetahui restoran milik keluargaku. Sedangkan Frans terlihat menghentikan makannya.

"Aku tidak menyangka pemilik restoran terkenal mau datang ke kafeku. Ini suatu kehormatan bagiku."

Aku tertawa menanggapi kata kata Arman."Kamu terlalu berlebihan."

"Sayang sekali Frans terlambat mengenalkan dirimu kepadaku." Arman memandang Frans dengan tatapan menuduh, " Seandainya aku mengetahui dari awal, aku bisa meminta pendapatmu tentang menu yang cocok untuk kafe ini."

"Tidak ada yang salah dengan makananya. Aku merasa semuanya enak." Pujiku tulus.

Arman terlihat senang mendengar pujianku.

"Lagipula,"aku melirik Frans, "aku tidak memberitahukannya kepada sahabatmu yang satu ini tentang pekerjaanku." ucapku jujur. Sampai sekarang aku tidak pernah memberitahukan pekerjaan yang tengah kugeluti. Dan itu sama sekali tidak disengaja. Dan Frans terlalu malas untuk menanyakannya.

Terukir Indah NamamuOù les histoires vivent. Découvrez maintenant