Sydney, 01.00 am

542 22 2
                                    

Saat ini aku sedang berada diteras apartementku. Sydney, Australia. Waktu sudah menunjukan pukul 01.00 am. Malam ini salju sedang turun, udaranya sangat dingin. Tapi aku masih saja asyik berbincang sambil meminum secangkir teh hangat dengan tunanganku, Revan. Bisa dikatakan Revan sebentar lagi akan resmi menjadi suamiku. Karena setelah kelulusanku disini dan mendapatkan gelar, aku akan segera kembali ke Indonesia untuk melangsungkan hari pernikahanku dengannya.

Aku membuka buku Diary milikku yang sudah sedikit berdebu, berisi Pena berwarna hitam dengan hiasan bulu angsa diatasnya. Diary ini sengaja aku bawa ke Sydney agar aku bisa menulis kembali kisah hidupku selanjutnya didalam buku ini. Rupanya sudah banyak hal yang ku tuliskan didalamnya. Tepatnya, menceritakan kisah cintaku saat berada di masa Putih Abu. Kisah kisah yang kalian baca di lembaran sebelumnya adalah bagian dari kisah masa laluku, yang sedang ku ceritakan juga pada Revan saat ini.

Ketika membacanya kembali didepan Revan, aku meneteskan air mataku. Dia memelukku dan bilang bahwa itu adalah rasa sakit hati terakhir kalinya yang aku rasakan, setelahnya dia berjanji akan membuatku bahagia.

Karena Revan lah, aku bisa membuka hatiku kembali, dan dia lah yang membantuku untuk menyembuhkan luka yang hampir saja tak bisa ku obati sendiri

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Karena Revan lah, aku bisa membuka hatiku kembali, dan dia lah yang membantuku untuk menyembuhkan luka yang hampir saja tak bisa ku obati sendiri. Aku juga percaya jika seiring berjalannya waktu, memang waktulah yang akan menyembuhkan rasa sakit yang pernah aku rasakan selama ini. Benar, pelan pelan aku sudah mulai pulih.

Pendidikanku di Universitas ini sebentar lagi akan usai. Aku berterimakasih sekali pada Mama, Ayah yang selama ini telah membesarkanku menjadi gadis yang kuat, dan Kakak yang selalu mensupportku, begitu juga dengan sahabat sahabatku Trisha, Clara dan Bianca, maupun Deva, Selvi dan Amanda. Tentunya juga tunanganku, Revan, karena dia yang selalu ada untukku selama ini.

Kehidupanku kini berubah membaik seperti semula, aku pun sudah mulai lupa akan sakit hatiku yang pernah dibuat oleh Virgo, aku sudah memaafkannya. Aku sudah mulai menerima semua yang pernah aku alami dulu. Namun, aku memang sepantasnya juga untuk berterimakasih padanya, karena rasa sakit itu aku terlatih menjadi gadis yang sabar, karena masalah juga aku tumbuh menjadi sosok gadis yang dewasa dan karena pernah ditinggalkan aku berusaha untuk belajar mengiklaskan.

Aku mengerti mungkin inilah yang disebut dengan takdir, tamparan keras bagiku untuk menyadarkan bahwa bukan Virgo lah orangnya. Sebetulnya masih banyak lagi kisah lainnya yang tak bisa ku ceritakan di dalam di buku ini. Ada beberapa kisah yang tak bisa ku sampaikan. "Biarlah ini menjadi urusanku".
Meski kini ragamu telah mati, begitupun juga dengan rasamu padaku, aku tak akan pernah lupa akan kenangan indah yang sempat kita ukir bersama selama berpacaran. Jujur, itu indah sekali. Virgo, terima kasih karena sempat hadir didalam hidupku dan mengisi masa putih abuku dengan sempurna.

Terimakasih atas semua kenangan suka maupun duka yang pernah kamu lakukan bersamaku kala itu. Dan terimakasih karena kamu, aku bisa menjadi seperti sekarang ini.

"Virgo, aku harap kamu bahagia disana, dan tolong juga doakan aku disini agar aku bahagia dengan lembaran kisah hidupku yang baru"

Tuhan, aku berterimakasih, meski aku dan Virgo tak ditakdirkan untuk bersama, setidaknya aku dan dia sempat berupaya untuk saling membahagiakan.

Pena WaktuWhere stories live. Discover now