Di Hukum Sekelas

925 20 0
                                    

Di Indonesia, tanggal 17 Agustus merupakan hari peringatan nasional yang sangat penting, sehari sebelumnya seperti biasa sekolah kami memeriahkan tujuh belasan dengan mengadakan lomba-lomba, seperti lomba tarik tambang, paduan suara, makan krupuk, dan lomba kebersihan kelas. Semua nya tampak kompak saling membantu satu sama lain, kami menghias kelas sehingga kelas yang awalnya terlihat biasa saja seketika disulap menjadi glamor dengan hiasan yang cantik.

"Aku yakin nih kelas kita pasti juara" kata temanku Galang.
"Ya semoga aja" jawab Trisha.

Tapi waktu itu aku tidak ikut membersihkan kelas, karena aku ikut lomba paduan suara mewakili kelasku. Sudah percaya kan kalau suaraku itu cukup bagus?

Setelah selesai mengikuti lomba padus, aku kembali ke kelas.
"Wow, siapa yang rias?" tanyaku.
"Teman teman, gimana lombanya?" tanya Trisha.
"Lancar kok Sha"
"Ya bagus deh"
"Ada yang perlu aku bantu gak?" kutanya.
"Gak usah, udah beres" jawabnya.

Tampaknya semua pekerjaan sudah terselesaikan, akhirnya Wali Kelas datang untuk memberi pengumuman untuk besok, tepat di tanggal 17 Agustus, kelas kami diberikan kepercayaan untuk mengikuti Upacara bendera bersama Wali Kota di Alun Alun Kota pukul 05.00 pagi sudah harus berkumpul disana. Astaga jam 05.00 pagi.

Aku tak datang karena semua teman temanku bilang tidak mengikuti upacara bendera, jadi aku ikut ikutan saja tidak datang dari pada aku kesana sendirian. Alasan tak mengikuti upacara bendera bukan karena kami tak menghormati hari kemerdekaan, hanya saja kami tak bisa untuk bangun sepagi itu, dan seperti dugaanku tak ada satupun temanku yang datang.

***

Dua hari kemudian, aku berangkat kesekolah seperti biasa, hari itu juga pengumuman lomba lomba yang diikuti tempo hari, aku tak menang lomba paduan suara, nah jadi sekarang, baru aku akui kalau itu artinya
suaraku memang jelek, ya sudah tidak apa apa. Tapi berita bagusnya adalah kelasku mendapat juara satu lomba kebersihan kelas.

"Wih hebat, baru aja kamu menjabat menjadi ketua kelas eh udah juara nih kelasnya" pujiku untuk Trisha.

"Ah gak juga, ini kan berkat teman-teman lainnya juga yang mau saling membantu" katanya.

***

Setelah itu, siang harinya tiba tiba saja Kepala Sekolah masuk ke kelas kami. Aku pikir, kelas kami terlalu ribut hingga terdengar sampai ke ruang Kepsek, karena waktu itu sedang tak ada guru, sayangnya kedatangan Kepsek ke kelasku bukan karena kami ribut. Tapi karena kami sekelas tidak hadir mengikuti upacara bendera.

"Kenapa kemarin tidak ada satupun yang datang untuk mengikuti upacara di Alun Alun?"

Kami semua diam, tak ada yang berani menjawab.

"Kalian sudah kelas XI seharusnya menjadi contoh yang baik, diberikan kepercayaan seperti itu malah dianggap sepele, saya dengar juga kelas ini baru saja mendapat juara 1 lomba kebersihan kelas, percuma saja mendapat juara jika kalian tidak ada kesadaran dalam menghormati hari kemerdekaan"
Kata Pak Kepsek yang ku pastikan sangat marah dengan kami.

"Bapak, saya sebagai pewakilan dari teman teman sekelas meminta maaf atas kejadian kemarin" kata Trisha.

"Ya, tapi kalian sekelas harus menerima hukuman dari saya"

Dan benar, kami sekelas dihukum oleh Kepala Sekolah saat itu. Tepat jam 12 siang, kami dijemur dibawah terik matahari, berjalan jongkok dengan tangan yang menjewer telinga, kami mengelilingi lapangan upacara yang luasnya bukan main.

Sebenarnya aku tak masalah dihukum seperti itu asal kan saja bersama sama, "Wah ini menyenangkan!" pikirku. Entah kenapa aku menganggapnya seru dan lucu. Meski panas, lelah dan lapangan upacara yang berdebu, tentu saja kami tak boleh mengeluh, kami harus menerima hukuman ini karena kesalahan yang kami buat sendiri. Sekitar 30 menit lamanya kami dihukum.

Setelah hukuman kami sekelas berakhir, kami semua beristirahat, ku lihat Trisha dari kejauhan sedang duduk, ku dekati saja dia tapi ternyata dia sedang menangis.

"Kenapa Sha?" tanyaku.
"Gak apa apa"
Dia mengusap air matanya.
"Ih, kenapa kamu nangis?"
Trisha tidak menjawab.
"Kenapa sih dia?" tanyaku pada salah satu teman.
"Gak tahu" jawabnya.
"Aku malu banget tahu jadi ketua kelas kalau kayak gini, dihukum sekelas lagi"
"Sha udah dong jangan dipikirin"
"Gimana gak dipikirin?"
"Udah terjadi Sha" kataku.
"Aku yang malu Na"
"Ambil positifnya Sha, kelas kita juara satu"

Trisha tak berhenti menangis saat itu, aku juga bingung bagaimana cara menghiburnya jika begini urusannya. Biasanya dia juga tak pernah ku lihat menangis seperti itu.

Sepertinya, Trisha sedang merasa gagal menjadi ketua kelas saat itu, dia juga sempat ingin mengundurkan diri sebagai ketua kelas tapi teman teman tak mengijinkan. Beruntung akhirnya tidak jadi, dia tetap bertahan pada jabatannya selama setahun penuh.

Pena WaktuWhere stories live. Discover now