Chapter 21.2 | Storm

25.5K 1.5K 161
                                    

Happy Reading

Happy Reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bongkahan – bongkahan es beradu denting dengan gelas sloki yang berisi wiski ketika Zean mulai meminumnya dalam sekali teguk

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bongkahan – bongkahan es beradu denting dengan gelas sloki yang berisi wiski ketika Zean mulai meminumnya dalam sekali teguk. Mata Zean terpejam dengan kernyitan dalam saat rasa kuat dari minuman itu menyebar rata di kerongkongannya.

Zean bukan pecandu alkohol. Tetapi saat pikirannya kacau seperti hari ini, dia pasti akan menghabiskan waktu untuk minum – minum di bar mansionnya sendiri daripada harus pergi ke kelab malam.

Lelaki itu lebih suka keheningan, namun bukan berarti Zean menyendiri dalam kegelapan. Sekelilingnya terang, dengan puluhan lampu yang menjuntai rendah pada kawat – kawat keemasan yang tergantung tepat di atas meja bar.

Melihat gelas itu kosong lagi, Zean kembali menuang cairan bening fermentasi serealia dari botol Jack Daniel ke dalam gelasnya hingga penuh. Mengaduknya sejenak, menunggu dingin kemudian menenggaknya lagi. Terus berulang – ulang sampai perasaannya merasa lebih baik. Tak peduli jika kesadarannya semakin menipis karena pengaruh yang ditimbulkannya.

Bahkan sepertinya, memang itu hal yang diinginkan Zean. Mabuk, lalu melupakan semua rasa sakitnya.

"Bagaimana kalimatnya bisa sama persis?" rambut hitam Zean teracak berantakan hingga turun menutupi dahi.

Di tengah kekalutan Zean yang memikirkan keselamatan Aneira dan kemunculan Deverick, ia justru teringat pada hal lain. Tangan Zean terulur menutup kedua telinganya, seakan merasa terusik.

"Bolehkah, aku memelukmu, Zean?"

Suara lembut itu terus berputar di kepalanya dan tersimpan dalam di memori otak Zean. Namun perasaannya kembali terombang – ambing ketika suara lain ikut terdengar setelah suara Aneira.

"Bolehkah, aku memelukmu, prince?"

Zean mengerang di dalam sana. Pandangannya hampa dan mata biru itu memanas saat menatap tujuh kurcaci yang juga menemaninya duduk di samping rak gelas.

"Aku jadi merindukannya lagi..," Zean berujar dengan nada serak. Menjalin kedua tangannya dengan siku yang bertumpu pada meja, menopang kepalanya sendiri yang mulai terasa berat.

My Beast Charming✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang