Perpisahan Kita, Bukanlah Akhir Yang Sebenarnya

29.8K 1.2K 802
                                    

3 tahun kemudian...

Sebetulnya, tidak ada yang perlu dikhawatirkan tentang perpisahan kalau satu sama lain masih ingat untuk reuni. Walaupun tidak semua alumni punya pikiran begitu, setidaknya masih ada Nazla dan beberapa teman sekelasnya yang selalu rutin bereuni minimal setiap satu tahun sekali. Termasuk tahun ini. Yang acaranya diadakan di caffe milik salah alumni XII-IPA1.

"Eh, Naz, kali ini Andra nggak dateng ya?" celetuk Alfryda mengalihkan fokus Nazla dari cheese cake yang sedang ia cemil.

"Iya nih, Ryd... seminggu lagi kan acara wisudanya, jadi nggak sempet dateng." Jelasnya.

Cowok disamping Nazla mengangguk, "Lagian lo ngapain deh tanya-tanya, semalem Andra kan udah bilang soal itu, sekalian minta maaf juga di grup chat." Tambah Mikko sambil masih mengunyah kue kering.

Alfryda langsung dibuat mencebik karena nada bicara Mikko yang menurutnya sangat sinis. "Hishh! Gue tuh emang nggak tahu karena semalem nggak scroll grup! Dan please, deh, jangan suka nyamber diantara obrolan cewek!" bukan Alfryda namanya kalau tidak bisa membalas lebih sinis.

"Lo pulang aja bisa nggak, Ryd? Setiap lihat muka lo gue bawaannya pengen nampol mulu nih!"

"Heh es kepal Mikko! Yang mestinya pulang itu lo! Ini tuh acara reuni alumni IPA1, nah lo kan alumni IPA5!"

"Ya bodo amat! Gue kesini nemenin Nazla kok!"

"Astaga si Nazla kok tahan ya hidupnya diribetin sama cowok abal-abal kayak lo, Mik...!"

"Yang ada Azka tuh kasihan, tiap hari dikintilin sama cewek mulut petasan kayak lo!"

Nazla sekedar terkekeh kecil mendengar adu mulut antara duo cerewet Mikko dan Alfryda, sementara Azka memasang wajah super cuek bercampur jengah yang menunjukkan seberapa malas dirinya untuk menggubris percakapan tidak penting tersebut.

Yah, walaupun sudah tidak bertemu setiap hari seperti dulu sebab Alfryda dan Azka kuliah di universitas yang berbeda dengan Mikko dan Nazla-meski masih di Jakarta juga sih-tetap saja hobi bertengkar dan main pelototan antara Mikko dengan Alfryda masih tidak hilang juga.

"Kabar Kia sama Evan gimana? Mereka sama-sama nggak bisa diajak komunikasi sampai sekarang." Azka membuka topik baru. Disamping karena memang benar-benar ingin tahu soal dua sahabat semasa SMA yang sama sekali tidak pernah ikut bereuni itu, juga sengaja agar Alfryda dan Mikko berhenti cek-cok.

Nazla meletakkan garpu plastik kecil ke atas piring cake. Pertanyaan Azka kentara betul sudah berhasil menyentil sisi sensitifnya sampai aura ceria yang menghiasi wajah Nazla perlahan menguap hilang. Setidaknya Azka sadar soal itu dan langsung menambahi, "Sorry. Gue paham soal Evan. Tapi Kia kan karib lo, apa kalian sama sekali nggak pernah kontak?"

"Selama ini aku cuma bisa tanya-tanya soal kabar Kia lewat Bunda sama Papanya aja. Dan setahuku Ina juga sama. Aku nggak ngerti kenapa Kia seolah sengaja menghilang begitu padahal semua orang disini, termasuk aku, nggak ada yang pernah lagi mempermasalahkan soal keputusan pertunangannya sama Evan..." jawab Nazla panjang. Nada sedih dalam kalimatnya terdengar sangat jelas.

Mikko dan Alfryda sama-sama tidak menyambung pertengkatan lagi. Alfryda mengulurkan tangan untuk menepuk punggung tangan Nazla mencoba menghiburnya, sementara Mikko memberikan satu rangkulan hangat di pundak yang seakan memberitahu dirinya bisa paham kalau tiga tahun jelas bukan waktu yang singkat untuk dijalani dengan kerinduan pada sosok sahabat yang begitu Nazla sayangi.

Azka punya diam sekarang. Cowok itu menyandarkan punggung dan menatap asal ke langit-langit caffe.

Sebetulnya bukan hanya Nazla yang merasa tiga tahun kebelakang begitu hampa. Azka pun sama. Andra begitu sibuk dengan kuliahnya di Inggris, dan Evan lebih parah karena seakan sengaja tidak ingin menyambung komunikasi sejak setelah berangkat ke Singapura bersama Mama-Papa juga. Kabar terakhir yang Azka dengar tentang sahabatnya sejak taman kanak-kanak itu ya tentang pilihannya kuliah disana bersama tunangannya. Sialnya lagi orang tua Evan pun tidak pernah mau bicara banyak ketika ditanya, dan Azka yakin Evan sengaja mengatur sikap Mama-Papanya itu juga.

Pal In LoveWhere stories live. Discover now