Show Her

38.3K 2.9K 531
                                    

"Dipanggil ke kantor guru sama Bu Sari, ada yang mau diomongin katanya."

Nazla, Alfryda, dan Kia kompak memutar leher begitu Andra yang entah bagaimana tiba-tiba muncul mengeluarkan suara. Merasa tatapan Andra terarah pada Kia, Alfryda langsung menyenggol bahu orang di sebelahnya yang dengan santai masih mengunyah bakso.

Kia menunjuk dirinya sendiri dengan ekspresi bodoh, "Gue?" tanyanya sama sekali tidak merasa kalau dirinya lah yang sedang diajak Andra bicara.

Andra mendengus soal kelemotan Kia. Tidak mau berlama-lama, ia putuskan langsung menyeret Kia dan membawanya keluar kantin. Hal itu juga termasuk aksi Andra untuk menghindari lirikan penuh arti Nazla yang mengesalkan.

“Duh, Ndra! Pelan-pelan! Astaga nanti gue kesandung!” Kia meneriaki cowok di depannya itu. Beberapa kali ia sampai menabrak bahu orang lain karena Andra terus menarik dirinya.

Sentuhan antar kulit yang masih terjadi menyadarkan Andra. Gerakannya terlihat canggung ketika menghentikan langkah dan melepaskan genggaman tangannya dengan Kia. “Sorry...” cowok itu melirih, sekarang sudah memasukkan kedua tangan ke dalam saku celana.

Terlalu bingung harus menjawab apa, Kia hanya menggerakkan kepalanya, menunjukkan sebuah anggukan kaku. Lalu ikut berjalan di sebelah Andra—dalam jarak wajar agar tidak menimbulkan salah paham.

“Nggh... Emangnya ada apaan Bu Sari nyariin gue?” tanya Kia.
"Ck! Banyak nanya banget! Nanti pas ketemu Bu Sari kan orangnya bakal ngomong sendiri!" jawaban ketus yang sangat khas Andra. Cukup mengesalkan untuk bisa membuat Kia berhenti berbasa-basi.

Sampai di kantor guru, Kia dan Andra langsung menghampiri meja Bu Sari. Wanita yang merupakan wakil kepala sekolah itu tengah serius membaca kertas-kertas penuh huruf ketikan yang berderet rapi kecil-kecil, entah apa isinya.

"Kia dan Andra... Kalian berdua saya pilih buat jadi perwakilan sekolah kita sebagai pembaca Pancasila dan Dasa Dharma pramuka, di upacara penyambutan hari pramuka se kabupaten dua minggu lagi," Bu Sari mengeluarkan suara. Walaupun tanpa mengangkat kepala, ternyata Bu Sari sadar kalau Kia dan Andra yang belum sempat bicara apapun sudah berdiri di depan mejanya.

“Loh? Kok saya Bu?” ada nada enggan yang Kia selipkan dalam pertanyaannya.

“Saya dengar dari kepala sekolah, di sekolah lama kamu cukup aktif di pramuka, jadi wajar dong kalau kamu terpilih, Kia?” balas Bu Sari santai.

Kia berdecak dalam hati. Entah hal apa saja yang sudah papanya ceritakan kepada kepala sekolah sampai-sampai kelihatannya kepala sekolah tahu begitu banyak hal tentang dirinya. “Itu... Saya aktif di pramuka pas kelas sepuluh doang kok, Bu...” ujar Kia, ia sama sekali tidak berbohong kali ini.

“Nggak apa-apa, nanti pasti ada pelatihan juga kok dari pihak sekolah.”

“Tapi apa sebaiknya yang dipilih dari perwakilan anggota dewan ambalan sekolah saja, Bu? Maksud saya, mereka kan jelas lebih cakap untuk tugas seperti ini?”

Andra menghela napas jengah melihat bagaimana Kia terus mengoceh dan mendebat setiap ucapan Bu Sari. Yah, kentara sekali kalau sebenarnya cewek itu tidak ingin menerima tugas, tapi juga tidak berani menolak secara terang-terangan karena kepala sekolah pasti mengadu pada sang Papa untuk penolakan tanpa alasan. Terkadang Andra ikut capek melihat bagaimana Kia menjalani masa SMA-nya dengan rumit.

Pal In LoveWhere stories live. Discover now