27. Sungai

143K 11.5K 932
                                    

Sudah seminggu semenjak kejadian itu, akhirnya Dhafian diperbolehkan pulang dan juga diperbolehkan untuk mengikuti camping selama 2 hari 1 malam.

Seperti saat ini, cowok itu keluar dari mobil Naufan setelah berpamitan tentunya. Ia menghampiri teman teman basketnya yang sudah siap dengan tas dan segala macam yang harus dibawa saat perjalanan nanti.

"Oi, teman teman!" panggil Dhafian membuat mereka berempat menoleh dan balas menyapanya.

"Ini gue telat nggak sih?" tanya Dhafian sambil memandang sekitarnya yang tampak sangat ramai karena dipadati peserta camping, dan bus yang saling berjejeran.

"Pas banget, nggak telat nggak on time juga. Bentar lagi palingan juga mau berangkat," jawab Adri.

"Udah sembuh total lo?" tanya Rozy.

"Udah dong. Gue kan Wolverine," jawab Dhafian sambil tertawa. Tapi ada benarnya juga sih, seharusnya ia masih berada di rumah sakit sekitar 2 mingguan.

"Yaudah deh, gue mau ke Dino. Sampai ketemu di sana ya!" Dhafian terkikik geli dengan ucapannya barusan, begitupun dengan keempat temannya tadi.

Dhafian menolehkan kepalanya ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan teman teman sekelasnya. Namun, matanya tidak sengaja melihat Faren yang sedang turun dari mobil sambil membawa koper kecil. Penampilannya terlihat sederhana, hanya memakai kaos putih polos yang dipadukan dengan jumpsuit denim di atas lutut, serta sneakers putih. Rambutnya ia gerai begitu saja dengan sedikit gelombang di bawah rambutnya.

Tidak bertemu dengan Faren selama seminggu membuat Dhafian sedikit tidak bersemangat menjalani harinya di rumah sakit. Saat hari penembakan itu, ingin sekali Dhafian mencegahnya agar tidak pulang, namun ego masih menguasainya. Ia pikir Faren akan mengunjunginya besok setelah pulang sekolah, ternyata setelah hari itu, ia tidak lagi menemuinya sampai hari di mana ia diperbolehkan pulang.

Melihat Faren nampak ceria dan atraktif seperti biasanya membuat lengkungan tipis itu terbentuk di bibirnya, setidaknya bisa mengurangi rasa kerinduannya.

"Halo, Dhaf!" Tiba tiba dari arah belakang ada seseorang yang berhasil membuatnya kaget. "Gue tungguin dari tadi nggak muncul muncul, taunya di sini." Ternyata itu suara orang yang memiliki nama panjang Dino Gazico.

"Ciee... Nungguin."

Dino hanya menggeleng sambil tertawa, "Ini jahitan lo udah boleh gue pegang pegang kan?" tanyanya melihat Dhafian segar bugar, tidak seperti kebanyakan orang setelah keluar dari rumah sakit masih terlihat pucat.

"Meskipun jahitan gue udah kering, ogah banget dipegang sama lo." Mereka berdua saling tertawa, sampai akhirnya sebuah suara yang terdengar sangat familiar menggema di lapangan sekolah.

"Seperti yang sudah diumumkan di kelas masing masing, silahkan kalian memasuki bis sesuai dengan nomor ya," perintah Pak Choi, sang kepala sekolah.

"Eh, gue bis nomor apa?" tanya Dhafian kepada Dino.

"Lo bis 2, samaan kayak gue. Duduk sebelahan juga loh..." jawab Dino dengan tatapan jahilnya, membuat Dhafian muak melihatnya.

Dhafian lebih dulu melangkahkan kakinya ke bis 2, mengantri di belakang seorang gadis yang sepertinya ia kenal. Berusaha untuk acuh, dan kembali menunggu, namun gadis itu tidak segera naik ke tangga pertama. Ia mengintip apa yang terjadi, ternyata gadis itu sedang kesusahan memindahkan kopernya ke tangga selanjutnya.

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang