15. Kue Tart

150K 12.1K 451
                                    

ini serius. komennya rame nanti sore aku update😉

⚫⚫⚫

"Mulai besok, anggap aja kita nggak ada hubungan apa apa."

Faren sempat mematung di tempatnya, rasanya jantung sempat berhenti berdetak. Setelah mengatakan itu, Dhafian kembali ke mobil lalu melajukannya meninggalkan Faren.

"Kenapa, Dhaf?" teriak Faren begitu mobil melesat melewatinya. Ia tidak habis pikir dengan kalimat yang diucapkan Dhafian. Kalimat itu terlalu mengejutkannya, sehingga ia masih tidak percaya ini nyata.

Melihat langit yang sepertinya juga sedang memiliki suasana hati seperti Faren, gadis itu nekat berlari ke luar perumahan untuk mencari taksi. Ia tidak akan nekat seperti ini jika ia tau alasan mengapa Dhafian mengatakan seperti itu.

Faren segera masuk ke dalam taksi itu setelah menemukannya, lalu menyebutkan alamat rumah Dhafian kepada sopir itu.

Faren tidak menangis, hanya saja ia bingung apa yang harus dilakukan. Ia sendiri tidak mengerti suasana hatinya.

Sesampainya di depan rumah Dhafian, Faren segera turun setelah membayar. Ia sempat berdiri mematung di depan pagar rumahnya.

Ia berjalan lebih dekat ke depan pagar. Melihat dari celah celah jendela, ruangan masih terang, yang artinya masih ada aktivitas di dalamnya. Mobil Dhafian pun sudah terparkir di sana.

Tangan Faren melayang di udara saat akan memencet bel. Faren pikir Dhafian dan keluarganya pasti sedang bercanda ria, ia pasti merasa bersalah jika mengganggu kebahagiaan seseorang.

Jadinya ia hanya berdiri mematung, pikirannya kosong, matanya tidak berhenti memandang pintu utama rumah Dhafian. Sampai akhirnya, terdengar suara gemuruh dari langit disusul dengan derasnya air hujan yang mengguyur tubuh Faren.

Dalam keadaan seperti ini, di bawah derasnya air hujan, Faren mulai terisak. Air matanya mengalir bersamaan dengan air hujan yang terkena wajahnya, sehingga tidak ada yang mengetahui Faren menangis, dan ia menyukai itu.

Bayangkan saja, ia sedang sangat bahagianya karena menghabiskan waktu bersama orang yang ia sukai selama 3 jam, memang singkat, namun waktu itu sangat berharga baginya. Tetapi, di saat yang bersamaan juga, sebuah pernyataan telak menghantam hatinya, membuat dirinya seperti mati dengan rasa bahagia dan sedih yang berlebihan.

Faren masih setia di tempatnya, berharap bahwa pintu bercat putih itu terbuka dan menampilkan figur seseorang yang ia nantikan. Bukan minta apa apa, ia hanya minta penjelasan tentang ucapannya tadi.

"Faren?"

Panggil seseorang, namun Faren tidak menoleh sama sekali. Entah karena terhalang suara guntur yang hebat atau memang Faren saja yang tidak fokus.

"Faren, lo ngapain di depan rumah Dhafian? Hujan hujan lagi," omel orang itu membuat Faren menoleh.

"Lo siapa?"

"Gue Kahfi, temen sekelas lo," jawabnya sambil memegangi payung untuk melindungi dirinya dan Faren di bawahnya, "Kenapa lo nggak masuk aja?"

Kahfi hendak melangkah untuk menekan bel, namun Faren mencekalnya, "Nggak usah."

Kahfi terheran, ia menatap wajah Faren dengan teliti, "Lo ada masalah apa sama Dhafian?"

Faren berusaha untuk tidak menangis di hadapan Kahfi, namun air mata itu bisa bisanya keluar dari kelopaknya. Faren menutupi wajahnya dengan kedua tangan, kedua bahunya naik turun, wajahnya semakin memanas dan dadanya terasa sesak.

The Cruel BoyTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon