31. Muka Dua

145K 11.7K 2K
                                    

Faren, Kahfi, Dhafian, dan Kailsa memutuskan untuk pergi ke mall bintaro setelah dari bandara. Awalnya Faren masih gondok dan ingin pulang saja, namun Kahfi berhasil memaksanya.

Mereka berempat sudah seperti melakukan double date, hanya saja Kahfi dengan Faren belum resmi jadian. Bahkan cara mereka jalan saja sudah menunjukkan, Dhafian dan Kailsa yang memimpin di depan, sedangkan Kahfi dan Faren yang ada di belakangnya.

Mereka memutuskan untuk makan dahulu karena Faren dan Kahfi belum makan sejak tadi pagi. Mereka berjalan memasuki restoran yang menjual beberapa jenis sushi dan memilih tempat duduk di dekat dinding. Dhafian duduk bersebelahan dengan Kailsa, dan berhadapan dengan Faren.

Seorang pelayan menghampiri mereka dan mulai menyebutkan menu apa saja yang akan dipesan, lalu berkata, "Tunggu pesanannya sekitar 40 menit ya, terima kasih". Pelayan itu tersenyum dan mereka juga membalasnya dengan senyuman.

"Di sini kita nggak boleh pegang hape, jadi hapenya ditaruh di tengah semua. Kalo ada yang pegang hape, itu dia yang bayarin makanan ini," kata Kailsa dan mereka mengangguk setuju, lalu menaruh ponselnya masing masing di tengah tengah meja.

"Enaknya ngomongin apa ya?" Kahfi berpikir untuk mencari topik yang dapat dibahas.

"Gimana kalo kita tanya jawab?" saran Faren membuat mereka bertiga berpikir sejenak.

"Oke. Gue setuju," kata Dhafian.

"What's your biggest fear?" Kahfi memulai.

"Kehilangan orang yang gue sayang," jawab Dhafian dramatis sekali. Tetapi memang benar sih, itu ketakutan terbesarnya. Ia akan melindungi seseorang yang begitu berharga baginya, mau melindungi secara diam diam atau secara terang terangan.

"Aseeek..." seru Kahfi, begitupun dengan Kailsa dan Faren, "Berarti nggak mau kehilangan Kailsa dong."

Dhafian tidak menjawab, melainkan terkekeh. Ia melirik ke arah Faren, dan mata mereka bertemu hanya dalam waktu 2 detik karena Dhafian lebih dulu memalingkannya.

"Kalo lo?" tanya Kahfi kepada Faren.

"Gue takut banget sama kucing. Anti deh pokoknya," jawab Faren sambil menggelengkan kepalanya.

"Eh, berarti kita samaan dong." Tiba tiba Kailsa menyahuti, "Gue juga takut sama kucing, gara gara waktu kecil gue pernah dicakar."

"Serius? Gue juga dicakar sama kucing gila itu." Faren mulai bercerita, "Kalo nggak salah dicakarnya itu waktu gue masih SMP deh kayaknya."

"Emang nyebelin kan tuh kucing. Masa nggak ngapa ngapain tiba tiba dicakar, kurang kerjaan banget," sahut Kailsa dengan muka sebalnya, mengingat saat dulu SD ia pernah dicakar sampai sampai ia menangis.

"Ini kenapa pada curhat sih?" protes Kahfi karena ia belum menjawab pertanyaannya sendiri.

"Eh iya deh, maap maap." Kailsa menyengir, "Ketakutan terbesar lo apaan?"

"Gue mah nggak takut apa apa sih."

"Masa? Lo nggak takut gitu kalo dapet nilai 0 di ujian? Atau lo nggak takut kalo orang yang lo sayang tiba tiba ninggalin lo?" Faren berbicara, tidak mungkin manusia tidak mempunyai ketakutan, pasti semua orang punya.

"Ya... Kalo takut sih, takut biasa aja, nggak sampe kayak takut banget gitu. Soalnya kan hidup udah ada yang ngatur, jadi mau baik atau buruk yang akan terjadi di hidup gue nantinya gue cuma bisa berusaha ikhlas."

"Ciaaah, sok sok anak quotes lo," celetuk Dhafian lalu melemparkan tusuk gigi yang ada di meja ke arah Kahfi.

"Banyak omongnya," ejek Kahfi tidak mau kalah.

The Cruel BoyWo Geschichten leben. Entdecke jetzt