30. Bandara

139K 12K 1.9K
                                    

Sehari setelah kejadian kaki Faren yang ankle. Kini mereka semua sudah kembali ke rumah masing masing. Kepala sekolah memberi satu hari libur hanya untuk hari ini saja. Maka dari itu, mereka menggunakan waktu libur ini sebaik mungkin.

Hari yang seharusnya digunakan untuk anak anak kelas 12 mengerjakan tugas di sekolah, berbeda dengan Faren yang masih setia di tempat tidurnya dengan mata yang terpejam. Padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah 11 siang namun cewek itu masih ngorok dan posisi tidurnya tidak tertata.

Berkali kali Febby mengetuk pintu kamarnya namun Faren tidak menyauti. Sebelum beranjak tidur pun cewek itu sudah membuat planning kalau hari ini ia gunakan untuk tidur sepuasnya. Tapi, sepertinya Tuhan tidak mengijinkannya tidur seharian.

"Faren, ada temen kamu tuh." Febby berteriak sambil terus mengetuk pintu kamarnya.

Faren merasa risih dan akhirnya terbangun karena suara teriakan Febby yang diucap berkali kali. Ia menggeram dan rasanya ingin tinggal di Bulan saja agar tidak ada yang mengganggunya.

"Buka aja, nggak dikunci!" balas Faren dengan teriak, palingan juga Kahfi.

Faren dapat mendengar suara pintu terbuka, tetapi ia tidak peduli, karena matanya masih terasa berat dan ia akan melanjutkan tidurnya.

"Far, bangun dong. Ayo main."

Faren mengernyit, tumben tumbenan Kailsa ke rumahnya, karena biasanya ia yang menghampiri Kailsa untuk mengajaknya main atau sekedar beli sesuatu di supermarket.

Faren membalikkan badannya lalu membuka matanya, "Kailsa? Gue pikir Kahfi."

"Gue tunggu di bawah ya," kata Kailsa lalu beranjak ke luar.

Faren mengucek matanya lalu mendudukkan dirinya. Menunggu 1 menit untuk mengumpulkan nyawanya, kedua kakinya ia turunkan. Ia berjalan ke luar kamar menuruni tangga untuk menemani Kailsa sebentar, karena ia malas untuk berangkat mandi.

Wajah bangun tidur, rambutnya yang masih berantakan, serta belek di mana mana membuat Faren memberanikan diri untuk turun ke bawah. Toh, Kailsa juga perempuan, jadi ia tidak punya malu. Kecuali jika Dhafian yang datang, ia pasti akan mandi terlebih dahulu, lalu memakai maskara dan liptint.

Faren berjalan malas malasan sambil mengucek matanya. Ia menggaruk rambutnya karena gatal, sudah berantakan dan sekarang sudah seperti rambut yang tidak terurus.

"Emang kita mau main kema--ASTAGHFIRULLAH." Lantas saja Faren langsung membalikkan badannya dan menutup wajahnya karena malu.

Baru saja diomongin, penampakan itu tiba tiba muncul di rumahnya, sedang duduk di samping Kailsa. Apalagi tampangnya yang super cool dan Faren yang super kucel.

"Gue mandi dulu ya," pamitnya lalu cepat cepat ia berlari menuju ke kamarnya. Ia tidak tau apakah Dhafian melihat belek di sudut matanya? Tapi semoga saja enggak deh. Harga dirinya sebagai wanita di hadapan Dhafian sudah jatuh sejak kemarin.

20 menit Faren menghabiskan waktunya untuk mandi, ganti baju, dan memakai maskara serta liptint, tetapi ia tidak memakai bedak, karena wajahnya sudah putih. Jika ditambah lagi pakai bedak, bisa bisa bukan wajah lagi, melainkan semen putih.

Mari kita outfit of the day.

Kaos hitam lengan pendek, di tengah terdapat tulisan "tetew" dengan ukuran font yang kecil, dipadukan dengan jeans hitam panjang serta sepatu selop putih. Rambutnya ia gerai seperti biasa dan jam tangan di tangan kirinya. Tampilan kasual seperti itu tidak mengurangi gaya style yang selalu ia pakai.

Faren mengambil tas handphone yang disampirkan di gantungan tas tas yang lainnya. Setelah itu ia turun ke bawah dengan perasaan malu yang masih membekas. Ia tersenyum kaku lalu duduk di sofa single sebelah Dhafian. Tadinya ia bingung akan duduk di mana, sofa single sebelah Kailsa juga sudah ditempati Febby. Jadinya ia terpaksa duduk di sini, tentunya dengan perasaan canggung.

The Cruel BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang