23. Faren-Dhafian

151K 11.8K 1.5K
                                    

Gadis itu menggigiti bibir bawahnya setelah mendapat panggilan dari kepala sekolah. Padahal ia tidak membuat masalah apapun selama di sekolah. Ini adalah pertama kalinya ia dipanggil secara individu. Tentu saja itu membuat tempo jantungnya sangat cepat.

Sesampainya di depan pintu yang bertuliskan 'headmaster room', ia menarik nafasnya sejenak lalu mulai mengetok pintu. 3 kali mengetok, ia mulai mendorong pintu kaca itu perlahan sehingga memperlihatkan figur seorang lelaki paruh baya yang sedang duduk di kursi besarnya.

"Permisi, Pak," ucap Faren sopan sambil memasuki ruangan dengan badan yang sedikit ditundukkan. Kemudian ia duduk di depan Pak Choi, kepala sekolah SMA Antartika.

"Ada apa ya bapak panggil saya kemari?" tanya Faren dengan hati hati.

Beliau terlihat sedang mencari sesuatu, lalu sesuatu yang berupa 2 lembar kertas itu ia berikan kepada Faren, "Saya hanya menyampaikan amanah dari bapak yayasan."

Faren memperhatikan kedua kertas itu dengan teliti. Awalnya ia sedikit terkejut, namun sekarang ia bingung dengan formulir dan surat rekomendasi yang ada di tangannya.

"Pihak sekolah yang mengambil formulir itu dari Oxford University. Kamu bisa mengisinya sesuai dengan identitas. Sedangkan surat rekomendasi itu digunakan agar kamu dapat memiliki peluang besar untuk diterima di universitas itu," paparnya dengan jelas. Tapi tetap saja masih membuat Faren bingung.

"Kamu bisa bawa formulir ini dan tanyakan ke orang tua apakah kamu dapat ijin dari mereka. Kamu juga sudah punya banyak sertifikat lomba mulai dari SD hingga sekarang. Ini kesempatan besar buat kamu. Silahkan kamu menerima beasiswa ini atau kamu juga bisa menolaknya."

"M-maaf Pak. Ini saya dapat beasiswa di Oxford?" Mulut Faren tidak bisa berkata lebih banyak lagi kecuali ucapan hamdalah di dalam hatinya.

"Iya. Kamu bisa daftar setelah mendapat ijazah. Jadi tidak perlu khawatir dan sebaiknya pertimbangkan lebih baik karena waktu kamu masih panjang," jelas Pak Choi yang diakhiri senyuman singkat.

Faren menarik nafasnya dalam dalam, menghirup oksigen lebih banyak karena terlalu terkejut dengan semua ini. Ia berusaha menetralkan degup jantungnya, ia masih tidak mempercayai bahwa ini nyata bukan mimpi.

Sampai sampai bel masuk berbunyi saja Faren tidak bisa mendengarnya, sehingga Pak Choi menegurnya.

"Udah bel, kamu nggak masuk kelas?"

"Hah?" Faren melongo, ia tersenyum kikuk lalu menunduk, "Mmm, terima kasih, Pak. Saya permisi dulu." Faren memundurkan kursinya lalu berdiri beranjak keluar ruangan.

Selama perjalanan ke kelas, cewek itu tidak henti hentinya tersenyum lebar sambil mengucap deretan kalimat tanda syukur kepada Tuhan karena tinggal beberapa bulan lagi ia akan mewujudkan impiannya.

"Miska! Ginza! Almeta!" Faren mengabsen nama teman temannya begitu ia masuk ke kelas. Bodo amat dengan teriakan kerasnya yang dapat membuat semua murid menoleh.

"Ada apa Far?" tanya Almeta.

"Gue dapet beasiswa di Oxford!" pekiknya terlalu senang. Jika ia sudah berada di kamarnya sendiri pasti akan gulung gulung di kasur dan bernyanyi sepuasnya di kamar mandi.

Bukan hanya ketiga temannya saja yang memberi tepuk tangan dan selamat kepada Faren, melainkan semua murid yang berada di kelas ini ikut memberi selamat.

"Wah, orang tua lo pasti bakalan bangga sama lo!" puji Ginza menepuk bahu Faren dengan tatapan kagum karena temannya sebentar lagi akan sukses.

"Wagelaseh, lo wajib traktir kita kalo lo udah sampe sana," kata Almeta yang sangat doyan traktiran.

The Cruel BoyWhere stories live. Discover now