19. Bahagia?

147K 11.6K 925
                                    

Gadis itu terdiam sejenak di tempatnya setelah mengetahui fakta bahwa Uno dan Dhafian memiliki hubungan keluarga. Uno juga mengatakan kalau dirinya sangat dekat dengan sepupunya itu. Ia sering main ke rumah Dhafian, begitupun sebaliknya. Otak Faren langsung menuju pada saat dirinya berpacaran dengan Uno saat masih SMP, entahlah itu bisa dibilang pacaran atau hanya cinta monyet. Tetapi yang jelas Dhafian sudah mengenal Faren sejak SMP karena Uno pasti menceritakan padanya.

Mungkin orang berpikiran bahwa hal ini sudah biasa, namun tidak bagi Faren. Ia merasa ada yang mengganjal setelah ia menerima fakta ini. Tapi Faren tidak tau hal apa yang mengganjal membuat ia terus berpikir keras.

Faren menoleh ke arah jendela kafe yang menampilkan sosok Dhafian sedang bertengger di motornya. Ia segera berdiri sebelum membuat cowok itu marah karena lama menunggunya.

Dhafian segera menegakkan tubuhnya melihat tubuh mungil berdiri di hadapannya. Ia langsung menatap Faren yang membuat cewek itu langsung kicep di tempat.

"Lo nerima ajakan balikan dari Uno?" tanya Dhafian dengan wajah serius. Faren mengerutkan keningnya, ternyata benar apa yang ada di pikirannya selama ini kalau Uno memanfaatkan Dhafian agar dirinya bisa balikan dengan Faren.

"Enggak. Emang kenapa?"

Dhafian mendengus keras, ia mengepalkan tangannya menahan emosi, "Kenapa nggak lo terima aja sih? Jangan sok mahal lo!"

"Terserah gue dong. Kenapa lo yang sensi? Emang kalo gue terima ajakan itu berpengaruh di lo nya?" Faren berbicara dengan urat di lehernya.

Iya

"Uno itu psikopat yang nggak main main. Dia beneran bakal ngecelakain orang yang udah buat dia kecewa, nggak peduli walaupun dia cewek." Dhafian mengatakannya dengan sekali hentakan nafas, "Bahkan Uno bisa lebih dari Papa lo."

"Jangan bandingin Papa sama cowok brengsek itu!" Faren berteriak, ia emosi dan juga sedih. Wajahnya sudah memerah menandakan ia sangat marah karena disangkut pautkan dengan keluarganya. "Emang lo mau Papa lo gue hina kayak gitu?"

"Siapa yang ngehina Papa lo sih!" Kini Dhafian lebih kesal.

"Jangan lo pikir gue anak kecil terus lo begoin. Dengan lo bandingin Papa gue sama Uno, secara nggak sengaja lo udah ngehina Papa gue!" Mata Faren mulai memanas, ia akan menjadi cewek sensitif jika itu sudah menyangkutkan keluarganya.

"Lo cukup benci ke gue, nggak usah ikutan benci ke keluarga gue!" Jantung Faren berdetak lebih cepat, nafasnya juga terdengar ngos ngosan.

"Lo bisa nggak sih sehari aja nggak nangis? Sadar umur dong, lo habis ini mau lulus SMA tapi sifat lo masih kayak anak kecil? Mending balik aja ke TK." Dhafian yang juga ikutan kesal membuat keadaan ini semakin panas.

"Bayangin kalo lo jadi cewek terus Papa lo dihina, apa yang bakal lo rasain, hah?"

"Gue nggak mau jadi cewek kok," jawab Dhafian asal. Emosinya sudah mulai mereda dan ia hanya menanggapinya dengan santai.

Tidak mendengar Faren bersuara, Dhafian kembali menoleh ke arah Faren, "Udah selesai ngomelnya?"

Faren mengatur nafasnya sejenak, kepalanya tertunduk ke bawah, tidak mau menatap Dhafian, yang ada air mata itu terus mengalir. Ia mendengar deruman motor besar yang melesat meninggalkan jalan ini.

The Cruel BoyWhere stories live. Discover now