Embrace The Wind Part 33

10.2K 1.1K 101
                                    

"Kau sebenarnya dari mana? Kau itu tidur di mana sebenarnya? Kenapa kau masih memakai piyama? Kau benar-benar tidur di rumah seorang pria atau bagaimana?"

Shania hanya bisa mengalihkan pandangannya, tak berani menatap Irene yang memang memiliki wajah bak antagonis walau sebenarnya dia baik, namun sedikit tegas. Ia sendiri tak berani menatap mata Irene karena ia masih tak tahu harus menjawab seperti apa.

Apalagi Irene terlihat semakin sebal karena harus dia yang membayar biaya taksi Shania walau Shania berjanji akan segera menggantinya asal Irene diam. Jangan sampai orang tuanya tahu bahwa semalam ia tidur diluar.

"Itu..." Shania menggantung kalimatnya. Masih bingung menggunakan kalimat apa agar sahabatnya itu tidak terlalu histeris hingga menghakiminya.

"Itu apa?" sela Irene cepat tak sabar.

"Itu... tidak sengaja," jawab Shania lesu sebelum kembali mengalihkan pandangan setelah mencoba membalas tatapan Irene, namun tak berhasil.

"Kau benar-benar tidur di rumah seorang pria?!!"

"Ssttt!" Shania kelabakan segera menutup mulut Irene. Berharap Irene tidak melanjutkan teriakannya. "Sungguh tidak ada yang terjadi. Walau aku tak ingat bagaimana bisa aku berakhir di rumahnya. Aku yakin, tak ada apa-apa yang terjadi."

Shania tiba-tiba mengatupkan bibirnya. Ia merasa kalimatnya tentang 'tak ada apa-apa yang terjadi' adalah sedikit kebohongan. Lalu bagaimana dengan ciumannya itu? Ciuman yang ia layangkan kepada Ashton dengan cukup semangat? Apa itu masih terhitung sebagai 'tak ada apa-apa'?

Kepalanya pun ia gelengkan kecil. Bagaimanapun semalam ia memang sedikit mabuk. Jadi itu bukan seratus persen kesalahannya.

"Ya sudah, ceritakan saja nanti. Aku mau mengajakmu mencari gaun baru. Hari minggu nanti aku harus menghadiri pernikahan teman kuliahku dan kau harus ikut denganku hari ini karena aku tidak mau pergi sendirian," ucap Irene, meraih tangan Shania dan menariknya masuk ke dalam mobilnya yang terparkir sejak tadi di luar rumah Shania.

"Hei, hei, kenapa harus aku?"

"Karena kau yang paling tidak punya kerjaan beberapa minggu ini," jawab Irene.

"K-kau mau cari gaun sekarang?! Aku masih pakai piyama! Dan Ibu dan Ayah mungkin akan mencariku."

"Aku tak punya waktu, aku harus keluar kota siang ini sampai hari sabtu. Jadi harus sekarang. Dan soal Tante dan Om, aku akan bilang aku buru-buru mengajakmu saat kau bangun sehingga kau tidak pamit. Bagaimanapun orang tuamu tahunya tadi kau ada di kamarmu. Kau lebih suka mana? Aku bilang seperti itu kepada orang tuamu lalu ikut denganku atau kau boleh kembali ke rumahmu tapi aku bilang pada Om kalau kau tidur di rumah seorang pria. Dan aku yakin mereka tidak akan percaya tentang 'tak ada apa-apa yang terjadi' walau memang itu faktanya."

Shania hanya bisa meringis di dalam mobil Irene yang sudah berjalan menuju pusat perbelanjaan, mendengar ucapan panjang Irene yang membuatnya takbisa berkutik.

Belum genap dua belas jam seorang pria menariknya ke dalam mobil dalam keadaan menggunakan piyama. Dan sekarang ia harus ditarik ke dalam sebuah mobil lagi oleh Irene yang menurutnya hampir sama menyebalkannya dengan Ashton. Tidak mau dibantah.

***

Hari minggu seperti ini, biasanya dipakai oleh Ashton untuk berolahraga pagi, meminum kopi, berendam di air hangat sembari membaca novel aksi sains fiksi, kemudian dia habiskan menonton televisi ditemani makan siang daging dan jus jeruk. Namun, hari ini adalah pengecualian.

Ia memang melakukan sedikit olahraga, tetapi hari ini ia hanya mandi dengan guyuran air hangat karena hari ini ia tak bisa berlama-lama bersantai. Hari ini ia harus menghadiri sebuah pernikahan. Pernikah sekretarisnya dengan perempuan yang sekretarisnya cintai, Lauren.

Embrace The WindWhere stories live. Discover now