Embrace The Wind Part 11

7.8K 915 58
                                    

Ashton yang selalu tampak mempesona itu dengan sabar sedang menunggu Shania di depan rumah Hannah. Gaya formal Ashton yang masih menggunakan jas kantor itu pun terlihat begitu berkarisma. Malam hari yang gelap, tak menghalangi Ashton memakai kacamata hitam sambil bersandar di pintu mobilnya. Terkadang, Ashton hanya merasa tak nyaman mengekspos wajahnya yang tampan itu di keramaian.

Mata Ashton pun kembali menatap jam silver yang ada di pergelangan tangan kira. Ia mendesah sebal melihat sudah tiga puluh menit lamanya, dan perempuan itu belum menunjukkan batang hidungnya sampai saat ini.

Ashton sendiri sudah beberapa kali membunyikan klakson mobilnya dengan lama dan keras. Namun, tak ada satu pun tanda-tanda bahwa seseorang akan keluar dari rumah itu.

Sayang sekali Ashton tak memiliki kunci cadangan rumah itu. Dia sendiri terlalu malas beranjak hanya untuk mengetuk pintu. Ia sendiri yakin, Shania sudah tahu bahwa dirinya sudah berada di depan rumah itu.

"Apa lama menungguku?"

Ashton seketika terlonjak kaget saat dengan anehnya, Shania sudah berada di sampingnya. Bahkan berbicara halus di dekat telinganya. Perempuan itu benar-benar terlihat seperti hantu yang muncul tanpa di duga di malam yang gelap seperti saat itu.

"Hei!! Apa kau benar manusia?! Sepertinya kau memang seorang hantu! Kenapa kau muncul tiba-tiba seperti itu?!!" Ashton langsung menancapkan semua pertanyaan ke Shania dengan geram. Bersama perempuan itu membuatnya mau tidak mau harus melatih jantungnya untuk menjadi kuat.

Perempuan itu hanya bisa memandang Ashton polos sambil sedikit menahan tawanya. Itu adalah ekspresi terbodoh milik Ashton yang ternah ia lihat selama ini.

"Itu salahmu, kenapa datang tiba-tiba, jadi aku juga muncul tiba-tiba."

"Memangnya kau dari mana? Jangan suka pergi ke sembarang tempat! Jika ada sesuatu yang terjadi pada tubuh itu, kau akan kubunuh! Hannah itu cantik, bagaimana jika ada yang menculiknya? Kau mau tanggung jawab dengan tubuhmu?!"

Shania mengernyitkan dahinya, baru kali ini ia bertemu pria tampan yang punya mulut lebar seperti wanita paruh baya. Sangat cerewet. Namun, Shania malah memilih menggoda Ashton sembari memicingkan matanya seolah tak percaya.

"Kenapa kata-katamu vulgar sekali?" kata Shania dengan pelan. Responnya mengacu pada kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ashton.

Kalimat singkat itu berhasil membuat Ashton bungkam. Dia salah bicara. Bukan itu maksudnya. Bukan bertanggung wajah dengan tubuh Shania sebagai artian yang vulgar itu.

"Bukan begitu maksudku, maksudku adalah—"

"Aku mengunjungi tubuhku," sela Shania memotong kegugupan Ashton dengan wajah seriusnya.

Ashton kembali diam mendengarnya. Dia tak bisa melarang Shania mengunjungi raganya. Itu bukan haknya dan melihat betapa terpukulnya Shania saat mengucapkan itu, membuat Ashton terdiam lagi. Perempuan itu pasti sangat merindukan raganya hingga ia tak tahan untuk melihatnya sendiri.

"Bagaimana keadaannya?" tanya Ashton berhati-hati melihat air muka itu yang tampak tak terbaca.

Shania mengambil nafas panjang berusaha menenangkan dirinya sendiri. Kemudian mengangkat kepalanya menatap Ashton, tersenyum ringan seolah apa yang ia lihat tadi bukanlah masalah besar.

"Dia baik-baik saja."

Shania berbohong. Raganya tak baik-baik saja. Raganya sekarang mempunyai banyak luka luar maupun dalam. Bahkan untuk bernafas, raganya saja memerlukan alat yang tampak mengerikan menurutnya. Dan suara monitor itu, seperti telah menjadi lagu pengiring kematiannya.

Embrace The WindМесто, где живут истории. Откройте их для себя