"Apa yang terjadi?," tanya Yerim pada salah satu pria paruh baya yang membantu tadi. Yerim menolehkan wajahnya pada pria yang kini sudah berbaring di kasur dengan wajah jengkel.

"Pemuda ini ditemukan oleh seorang nenek sedang terkapar kesakitan didepan tokonya. Nenek itu meminta kami untuk mebawanya kerumah sakit terdekat, tapi ia malah melawan. Maafkan keributan tadi. Kami permisi," ucap pria itu sambil melangkah cepat-cepat keluar dari ruangan IGD diikuti yang lainnya.

Yerim mengangguk dan kembali menoleh pada pria tersebut. Pria itu tidak bisa membohongi dirinya sendiri. Wajahnya terlihat menahan sakit. Matanya terpejam erat dan tangannya menekan perutnya. Darah merembes dari sana.

Selama karirnya menjadi dokter dengan pangkat yang tidak naik-naik membuatnya selalu berada di IGD. Ini pertama kalinya ia mendapatkan pasien dengan luka yang terlihat sangat serius ini. Yerim mengambil handuk kecil dari lemari disamping kasur dan perlahan menyingkirkan tangan pria tersebut. Pria tersebut membuka matanya cepat dan menatap tajam Yerim.

"Apa yang kau lakukan?," tanya pria itu dengan nada dingin. Yerim hanya diam dan menyingkap kemeja putih  pria itu sehingga luka pria itu terlihat. Yerim membelalakan matanya. Itu adalah luka tembak. Seungwan yang  pernah menjadi relawan memberitahunya tentang luka tembak sehingga ia segera mengenali luka tersebut.

Yerim menatap balik mata pria tersebut yang menatapnya tajam. Seketika ia menjadi takut. Takut karena menurutnya pria ini berbahaya. Yerim cepat-cepat membuang mukanya dan menarik napas panjanh dan menghembuskannya perlahan. Ia melipat handuk kecil tersebut dan menekannya ke luka tembak pria itu.

Pria itu meringis kesakitan tapi ia tidak berkomentar. Ia memejamkan matanya dan membiarkan Yerim melakukan pekerjaannya. Tidak bisa ia pungkiri bahwa tubuhnya sangat sakit.

"Dokter Kim," panggil suster Jung yang datang sambil membawa troli kecil berisi peralatan Yerim. Ditangan kanannya membawa sebuah form pasien. Ia mendekati pria itu dan bertanya dengan sopan.

"Permisi Tuan, boleh saya tahu nama anda?," ucap suster Jung yang sudah siap dengan pulpennya.

Pria itu membuka matanya perlahan dan menatap suster Jung dengan tatapan tajam yang mengintimidasi. Membuat suster itu menjadi ciut nyalinya.

Yerim yang memperhatikannya menghela napas. "Taruh saja di meja, nanti aku yang menanyakannya," ucap Yerim sambil memakai sarung tangannya.

Suster Jung mengangguk takut. Ia buru-buru meninggalkan bilik tersebut. Tak lupa ia merapatkan gorden pembatas antar bilik sehingga menyisakan Yerim dan pria itu.

"Apa yang terjadi pada kakimu? Apa luka tembak juga?," tanya Yerim pelan sambil mengamati paha pria itu yang terbungkus celana jeans yang warnanya sudah memerah karena dipenuhi darah.

Pria itu menggeleng pelan. Yerim menatap pria itu sesaat lalu mengambil gunting. "Boleh kulihat?"

Pria itu menatap Yerim horor. Tapi setelah melihat gunting yang Yerim pegang ia mengangguk pelan dan memejamkan matanya lagi. Yerim yang menyadarinya tertawa kecil.

"Aku tidak akan membuka celanamu. Tenang saja," ucap Yerim sambil menggunting celana jeans itu sehingga luka itu terlihat.

"Tenang, luka di kakimu tidak terlalu parah. Aku akan mengobati luka tembakmu dulu," ucap Yerim. Ia menyuntik pria itu dengan penghilang rasa sakit dan memulai pengobatan.

Yerim yang tengah berkutat dengan luka tersebut tidak menyadari jika pria itu tengah menatapnya. Pria itu seperti memindai Yerim dari ujung kepala hingga ujung kaki. Ia berdeham pelan membuat Yerim menoleh padanya.

"Ada apa? Apa terasa sangat sakit?," tanya Yerim. Pria itu menggeleng. Tangan pria itu terulur kedepan membuat Yerim terkejut. Pria itu mengambil ID card yang menggantung di leher Yerim dan menariknya sehingga Yerim ikut tertarik kedekat pria tersebut.

Red Thread • [ jjk × kyr ]Where stories live. Discover now