1

28.7K 2.1K 56
                                    

Seorang suster tengah berlari kecil kearah ruangan istirahat sambil menggenggam ponsel ditangannya. Ia membuka pintu dengan cepat dan menghembuskan napas lega.

"Dokter Kim! Syukurlah kau belum pulang! Ini ada telpon dari dokter Son," ucap suster itu sambil menyerahkan ponselnya.

Gerakan tangan dokter Kim yang tengah membereskan tasnya terhenti dan meraih ponsel tersebut. "Ya Seungwan eonni?"

Terdengar suara napas lega dari seberang sana. "Ah syukurlah kau belum pulang Yerim!," pekik Seungwan yang membuat Yerim sedikit menjauhkan ponsel itu dari telinganya.

"Ish, eonni kau dimana? Aku ingin cepat pulang jam shift ku sudah selesai!," ucap Yerim dengan nada kesal sambil memijit pelan bahunya yang terasa pegal.

"Maafkan aku Yerim. Tapi.. bisa kah kau menunggu sekitar setengah jam lagi? Jalanan banyak yang ditutup dan satu-satunya jalan yang bisa dilewati macet total. Tolong aku Yerim. Gantikan aku selama setengah jam, ya?," ucap Seungwan dengan nada memohon.

Yerim menghela napasnya kasar. Ia mencoba untuk menahan emosinya yang sudah mendidih. "Eonni! Sudah berapa kali kubilang kalau berangkat jangan mepet! Apalagi setiap hari Minggu, hanya kita berdua dokter yang jaga disini! Lagi pula yang benar saja, pagi buta begini tidak mungkin sudah macet" omel Yerim.

"Maafkan aku Yerim," terdengar tawa kecil dari Seungwan. "Minggu depan ayo makan. Aku traktir"

Yerim yang tadi kesal sedikit terobati dengan kata-kata Seungwan. Sudah bersama-sama sejak kuliah membuat mereka sangat dekat dan tau apa yang harus dilakukan untuk menghibur satu sama lain.

"Soju juga," ucap Yerim usil yang disambut tawa Seungwan. "Baiklah, sampai ketemu nanti," ucap Seungwan mengakhiri panggilan.

Yerim menyerahkan ponsel tersebut kembali dan memakai kembali jas dokternya. Rambut pendeknya yang tadi diurai diikat kembali agar tidak mengganggunya bekerja.

"Dokter Kim, kenapa kau tidak ambil spesialis saja? Kalau jadi dokter umum begini melelahkan. Harus jaga shift sampai pagi buta begini," ucap suster tersebut sambil memperhatikan Yerim yang tengah bersiap.

"Aku tidak ingin meninggalkan tim IGD ini suster Jung," ucap Yerim yang membuat mereka berdua tertawa kecil.

Yerim menatap wajahnya dikaca. Mengamati kantung matanya yang sedikit menghitam menandakan ia kurang tidur karena selalu dapat shift malam. Apalagi memikirkan kondisinya yang menggantikan ayahnya sebagai kepala keluarga karena ibunya tidak bekerja dan ia harus membayar uang sekolah adiknya. Keuangannya yang sangat pas-pasan membuatnya semakin tidak bisa tidur dengan hati tenang.

Yerim menghela napas dan menatap suster Jung. "Kalau keadaan dulu sampai sekarang baik-baik saja, aku mungkin sudah tidak berada di IGD ini lagi," ucap Yerim sambil tersenyum.

"Lepaskan aku brengsek! Aku tidak memerlukan bantuan kalian!"

Suara seorang pria menggelegar di ruangan IGD. Teriakannya membuat pasien-pasien yang tengah beristirahat panik dan ikut berteriak ketakutan.

Yerim yang mendengarnya langsung berlari bergegas kembali keruangan IGD diikuti suster Jung. Sesampainya disana mereka menyaksikan pemandangan yang kacau. Seorang pria tengah dipapah oleh beberapa orang pria menuju bilik pemeriksaan dengan baju dan celana yang berlumuran darah. Pria itu terus berteriak dan berusaha melepaskan tangan yang membantunya, tapi sia-sia karena tubuhnya sudah kesakitan dan menolak instruksi otaknya.

"Suster Jung, tenangkan pasien yang lain. Aku akan mengurusnya," ucap Yerim yang dibalas anggukan suster Jung. Yerim berlari kecil kearah pria tersebut dan membantu yang lainnya memapah pria tersebut.

Red Thread • [ jjk × kyr ]Where stories live. Discover now