5. Teman Baru

174K 12.7K 979
                                    

*Esoknya*

Aku merasa malas sekali untuk pergi ke sekolah, kalau bukan karena Naran ingin memperkenalkan aku pada temannya, mungkin aku tidak akan masuk hari ini.

Aku pergi ke sekolah diantar ayah naik mobilnya hingga sampai didepan gerbang sekolah. Disana aku sudah melihat Naran yang menungguku didepan pagar sekolah pagi ini.

"Ayo, temanku udah nunggu kamu" Ucap Naran begitu melihatku berjalan menghampirinya.

Kami berjalan berbarengan kekantin yang masih kosong pagi itu. Beberapa siswa siswi terlihat berbincang-bincang disatu meja lebar. Kami berjalan mendekati mereka yang ternyata mereka ada teman Naran, sekitar 6 orang yang sedang menunggu kami.

"Hei, Naran! Lama banget!" Protes salah seorang teman perempuannya yang rambutnya dikuncir kuda berponi.

"Ini, Abel" Ucap Naran sambil menatap perempuan yang tadi bicara padanya.

Gadis berkuncir kuda serta berponi itu bernama Abel.

"Hai, Allen" Ucap seorang laki laki yang memakai topi putih terbalik.

"Melle" Ucap perempuan yang berdiri disamping Allen.

"Casandra" Ucap perempuan yang sedang berdiri disamping Naran.

"Vally" Ucap perempuan yang sedang duduk dimeja lebar itu.

"Dan aku, Nicho. Salam kenal" Ucap laki laki yang langsung berdiri dari tempat duduknya dan menyodorkan tangannya dihadapanku.

Aku menjabat tangannya yang terasa dingin.

"Eveline Adalina, Evie" Ucapku memperkenalkan dirinya.

"Jadi, kamu indigo?" Tanya Melle.

"Siapa yang bilang?" Tanyaku heran.

"Naran yang katakan itu, tidak apa-apa. Kami percaya kalau kalian berdua bisa melihat sesuatu itu. Kami tidak mengganggap mereka aneh, melainkan spesial" Jelas Allen.

"Jadi, ada yang mau bercerita?" Tanya Casandra lalu kembali duduk dikursi panjang didepan meja yang lebar itu.

Kami semua lalu ikut duduk juga bersama-sama.

"Apa yang pernah kamu lihat, Evie?" Tanya Nicho.

"Ini kejadian kemarin, saat aku melewati toilet perempuan, disalah satu toilet paling ujung yang pintunya sedikit rusak itu, aku melihat tuyul. Aku tidak tau itu tuyul atau bukan, tapi dia berkulit hitam pekat, bermata merah, dan berkuku panjang, serta dia berbentuk seperti anak kecil" Jelasku sambil mengingat hantu yang kulihat ditoilet kemarin.

"Ya, aku pernah dengan teman kelasku, Millie. Dia melihat sosok seperti itu juga, tapi bedanya hantu itu langsung melompat keluar toilet dan menghilang" Jelas Melle.

"Aku pernah melihat, digudang. Seorang wanita berpakaian hitam yang menempel ditembok. Aku tidak melihat wajahnya, yang aku tau dia menggendong seorang bayi" Jelas Naran.

"Digudang itu memang sudah banyak gosipnya, kuntilanak berpakaian hitam" Sahut Abel.

Aku menatap mata Abel dengan tajam dan membuat Abel keheranan. Aku melihat kebahagiaan terbesar yang sangat Abel inginkan. Aku melihat Abel menaikki pesawat dan pergi ke Atlanta untuk mengunjungi kuburan kakeknya yang sudah tak dikunjungi 12 tahun. Aku melihat Abel tersenyum lalu meletakkan sekuntum bunga mawar putih diatas makam kakek kesayangannya itu.

Saat melihat kebahagiaan Abel, aku memejamkan mataku. Seketika aku kembali membuka mataku dan menatap Abel.

"Kamu melihat sesuatu?" Tanya Naran yang sudah menebak bahwa aku melihat sesuatu.

"Aku melihat kebahagiaan terbesar yang sangat diinginkan Abel" Sahutku pelan sembari masih menatap Abel.

Abel mengernyitkan dahinya.

"Kamu sangat ingin pergi ke Atlanta untuk mengunjungi makam kakekmu yang sudah tidak dikunjungi selama 12 tahun, kan?" Tanyaku sembari memastikan penglihatanku.

Abel terdiam seketika lalu tersenyum.

"Ya, itu memang benar. Kakekku yang sejak dulu sangat menyayangiku" Ucap Abel membenarkan penglihatanku.

"Jadi, apa yang bisa kamu lakukan selain ini?" Tanya Casandra.

"Aku bisa melihat kesedihan orang lain, dan membaca pikiran orang dengan cara menatap orang tersebut" Jelasku.

"Evie lebih sempurna dariku" Ucap Naran menatapku.

"Coba tebak apa yang sedang kupikirkan?" Tantang Nicho.

Aku menatap tajam mata Nicho.

"Aku harus les piano siang ini, tapi aku malas sekali. Kalau ditemani Evie, aku pasti akan sangat bersemangat" Pikir Nicho yang terbaca olehku.

Aku enggan tersenyum, dan menatapnya.

"Katakan apa yang kamu baca dari pikiranku" Tanya Nicho.

"Kamu harus les piano siang ini, tapi kamu malas sekali. Seandainya aku menemanimu, kamu pasti akan semangat lagi. Begitu?" Tanyaku dengan yakin.

Nicho tertawa kecil.

"Benar-benar diciptakan dengan kemampuan spesial oleh Tuhan. Awalnya aku tidak percaya yang namanya membaca pikiran tapi yang baru saja Evie katakan itu memang yang baru saja kupikirkan sih" Ucap Nicho membenarkan dugaanku.

"Biar aku yang menemanimu les piano" Ucap Naran menatap Nicho.

"Tidak aku mau Evie saja" Tolak Nicho.

"Seorang laki-laki yang bisa memainkan piano memang jarang, kalau kamu bisa memainkan 1 lagu untukku nanti, aku akan menemanimu selama 2x les. Bagaimana?" Tawarku.

Nicho menggangguk.

"Modus" Ucap Allen pelan.

Pandanganku mengarah ke Vally yang sejak tadi terdiam. Aku mencoba membaca pikirannya saat itu.

"Ada anak baru lagi, aku semakin susah mendekati Naran" Keluh Vally dalam hati yang terbaca olehku.

"Tenang saja, aku tidak akan merebutnya darimu" Ucapku menatap Vally.

Vally sontak langsung menatapku lalu tersenyum.

"Makasih" Ucap Vally dengan senyuman manisnya.

"Ternyata Naran udah ada yang suka ya?" Pikirku dalam hati sambil menatap Vally.

[✔] Indigo Girl - SUDAH TERBITTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang