5. Let's Break The Rules (1)

Start from the beginning
                                    

"Dion?" Kayaknya bukan deh. Aduhh siapa sih!?" Atilla mulai gusar. Ia bangkit dari duduknya, agar setidaknya ia dapat berpikir lebuih jernih, dan menebak dengan tepat.

Setelah beberapa kali memutar otak, dan berjalan mondar-mandir tak jelas, akhirnya, Atilla menemukan satu nama yang bisa dijadikan sebagai tersangka; Derrel.

"Awas aja lo cupu! Lo udah ganggu tidur gue..!

Atilla naik ke kamarnya, merebahkan badannya, kemudian memikirkan kembali apa yang dilihatnya dalam mimpi. Atilla memejamkan matanya, dan berharap ia segera tertidur, dan kembali bertemu dengan Aletta dan Ayahnya, walaupun hanya dalam mimpi.

Atilla sudah siap untuk besok harinya kembali berkelit kepada siapa saja—termasuk dirinya untuk mengatakan bahwa hidupnya baik-baik saja.

• • •

"Lo dapet nomor gue darimana?" Atilla menatap Derrel dengan tatapan menghunus tajam.

Ia hanya mendapati Derrel membalasnya dengan tatapan bingung.

"Pilih aja. Lo mau ngaku kalo lo yang nelpon gue semalem, atau gue patahin tulang leher lo sekarang juga?"

"Gue, ng—"

Brak!

Atilla tak lagi mempedulikan kalimat Derrel yang belum sempat selesai. Dirinya menatap ngeri ke arah cewek yang tersungkur di hadapan meja siswa, yang ternyata di dorong kasar oleh empat orang cewek yang saat ini sedang berkacak pinggang dengan sangarnya.

Derrel hanya menatap dengan tenang. Berusaha menahan gejolak emosinya yang seperti mendesak untuk diluapkan sekarang juga.

"Lo kapan sih ngertinya, hah?! Apa nunggu gue botakin dulu rambut lo supaya lo paham kalo lo nggak pantes buat deketin Duta?!"

"A-aku nggak deketin dia, Kak. Kak Duta aja yang maksa buat jalan tiap hari," cicit Jacklin

"Wow. Merasa kecakepan banget lo!" Daneen membungkukkan sedikit badannya, lalu meraih dagu cewek yang tengah menjadi objek siksaannya. Jika tatapan benar-benar ada yang mematikan, Jacklin pasti akan mati sekarang juga.

"Selama gue masih ada di sekolah ini, jangan harap lo bisa belajar dengan tenang. Semua orang tunduk sama gue, nurut sama gue. Kok lo nggak, sih?"

Derrel tidak tahan lagi. "Itu karena cuma dia yang paham kalo lo cuman cewek yang cuman bisa ngandalin tampang lo doang!"

Daneen seketika mematung. Bahkan teman-teman yang mengawalnya di belakang tak berani membuka mulut.

Daneen mengangkat tangannya tinggi-tinggi, bertepuk tangan. Lalu dengan santainya meraih rambut Jacklin dan menjambaknya dengan kasar hingga wajah Jacklin terpaksa mendongak, bertemu tatap dengan mata elang Daneen. Sekali lagi, jika tatapan benar-benar bisa membunuh, maka pasti Jacklin sudah mati terbunuh sekarang juga.

"Lo liat dia. Ternayata lo emang gak bisa diremehin, ya. Lihat dia! Lo tuh cocoknya sama dia! Orang yang berani-beraninya mempermalukan kakaknya hanya demi belain cewek sampah kayak lo!"

"Cukup, Daneen!"

"Kenapa, Derrel? Lo suka sama si upik abu ini? Aw, adik gue udah gede ternyata..." Daneen mengencangkan jambakannya di rambut Jacklin.

CephalotusWhere stories live. Discover now