9: Rasa Tak Biasa (Bagian Dua)

2.5K 577 25
                                    

We just lay, never plan to fall.
But who knows if we will.

|

❤🌞🍉

S e m b i l a n

|





Katanya mau datang. Sembari duduk di atas kopernya, Irene mengitari pandangan.

Sejak ia berpamitan dan keluar dari rumah sampai ketika ia duduk di bus menuju ke stasiun kereta, hanya satu di kepalanya; Dimana orang itu?

Vante bilang serius akan mengajaknya berangkat bersama. Tapi itu hanya omong kosong, buktinya sampai saat ini Vante tidak menunjukkan batang hidungnya di stasiun.

Irene memang sempat menolak saat Vante bilang akan datang, tapi melihat Vante mengulang ajakan itu tiga kali, Irene pikir tak ada salahnya mencoba menerima Vante. Tapi siapa sangka, ternyata lagi-lagi itu hanya salah satu dari gurauan Vante saja.

"Ekspektasi. Tsk," bisik Irene sarkas pada dirinya sendiri. Sedikit kecewa sebenarnya.

Begitu jam sudah mendekati jadwal keberangkatan, Irene menarik koper berat berwarna ungu miliknya dengan susah payah.

Tiba-tiba dari arah berlawanan, seorang laki-laki berjaket flanel dengan celana jins hitam, mengambil alih kopernya. Sontak Irene terkejut dan hampir saja berteriak jika ia tidak lihat siapa si penarik koper.

Itu Victorius Vante. Si pemuda gila yang selalu muncul dengan segala tingkah laku yang tak bisa Irene tebak.

Vante tersenyum lebar, menampilkan sederet gigi putihnya yang rapi, "Kaget?"

"Pertanyaanmu menyebalkan."

"Memang selalu, 'kan?"

"Kupikir kau hanya bergurau kemarin," Irene berkata seraya membiarkan Vante membawa kopernya.

"Sudah kubilang, aku akan ke Daegu denganmu. Aku pria yang memegang janjinya," ujar Vante sambil mengedipkan sebelah mata dengan genit.

Ugh. Ingin muntah. Dasar sok ganteng.

Begitu keduanya masuk dan duduk di dalam kereta, Irene diam saja memperhatikan Vante yang sibuk mengurusi ini itu, salah satunya menaikkan koper ke tempat penyimpanan di atas tempat duduk. Irene hanya terima jadi.

Tiba-tiba Irene tersadar sesuatu. Tadi Vante bilang apa?

"Vante, tadi kau bilang apa?"

"Apanya?"

"Sesuatu tentang Daegu?"

"Oh, itu. Iya. Aku ke Daegu. Denganmu. Bersamamu."

Jikalau ibarat permainan konsol, Irene sedang dalam mode pause saat ini. Atau kalau diibaratkan dalam bentuk pixel, ia adalah jpeg, bukan gif, bukan mp4.

"Apa maksudmu, 'denganmu'?"

Vante mengendikkan bahu. Dengan dagunya ia menunjuk koper hitam miliknya yang sedang ia dorong ke dalam kabin. "Memang dengan siapa lagi?"

Oh, Tuhan. Irene memijat kedua pelipisnya pelan-pelan.

Irene pikir, Vante hanya akan menemaninya sehari kemudian pulang. Ternyata apa? Pemuda gila ini bermaksud menginap juga di Daegu.

✔ Summer Flavor | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang