18: Rasanya Merelakanmu

1.8K 488 75
                                    

If you were with me.
I will make it clear. No between.

|

❤🌞🍉

D e l a p a n
b e l a s

|




Vante lihat semuanya.

Nama Dean Christopher yang muncul di ponsel Irene saat ia melahap kentang goreng, Irene yang tersenyum tipis, dan kaki Irene yang melangkah pelan ke ruang sebelah untuk mengangkat telepon.

Dan Vante juga dengar semua yang dikatakan Irene dan isak tangis gadis itu.

Jujur saja, Vante masih belum tahu Irene sepenuhnya. Tapi Vante tidak peduli. Tidak perlu alasan untuk jatuh cinta.

Jika Vante menginginkan gadis itu, maka Vante menginginkannya.

Tapi, Vante siapa? Bukan siapa-siapa. Bukan yang diinginkan Irene.

"Aku nggak akan lihat." kata Vante saat mata sembab Irene bertemu dengan miliknya. "Kalau mau nangis, lakukan saja..." kali ini ia punggungnya yang bertemu dengan manik Irene.

Ia hendak berjalan menjauh. Tapi tautan tangan Irene di lengan bajunya membuat langkahnya mematung. Tak lama ia dapat merasakan bahwa kepala Irene bersandar di punggungnya. Pertama kali bagi keduanya; Vante mendengar Irene menangis kencang, dan Irene yang memperlihatkan kerapuhan dirinya tanpa persembunyian.

Kalau diingat lagi, Vante tidak tahu sejak kapan. Tapi saat ia sadar, ia sudah berada di tengah jalan menyayangi gadis ini.

Banyak hal yang Vante tidak mengerti.

Hal-hal yang takkan ia lakukan ke siapapun. Nyatanya ia lakukan untuk Irene.

Terakhir kali Vante jatuh cinta, Vante tidak sebodoh ini, tidak seputus asa ini, dan tidak semenyedihkan ini.

Untuk apa menunggu orang tidak mencintaimu?

Tapi, mengapa Vante sama sekali tidak berpikir untuk melepas rasa ini. Sungguh, tidak ada yang mengerti.

If you were with me. I will make it clear to you. No in between.

Bolehkah Vante tidak tahu diri malam ini? Ia hanya ingin melindungi gadis yang dianggap gadisnya.

Vante sontak berbalik, memeluk Irene, membiarkan semua air mata membasahi kausnya. Jemari Vante bergerak pelan menyelusuri puncak kepala gadis berharganya.

"Kenapa, sih, kau suka sekali sama Si Bodoh itu? Labil gitu, asli."

"Macam kau pintar saja," suara Irene serak.

"Belain aja terus. Jangan pakai hati makanya. Jangan sayang pada orang yang tidak menyayangimu."

Mirisnya.

"Kau bisa bicara seperti itu karena kau tidak mengalaminya, Vante," balas Irene.

"Well, yeah. Intinya..."

Tanpa menjelaskan kenyataan bahwa apa yang diprasangkakan Irene adalah kesalahan, Victorius Vante hanya menyeka air mata Irene dan sebisanya menampilkan senyum terbaik.

"Aku saja bisa tersenyum begini. Kamu juga pasti bisa."

Not a victory.

You're a loser, Victorius Vante.

A whole package loser. []

__________


Note:
Nyess. Harusnya judul chapter ini Rasa Nyess aja huhu. :(

Btw fic ini aktivitasnya banyak silent reader padahal view naik terus. Jadinya kalau di search wattpad, punyaku kelelep gitu. Huhuw.

Sedih banget ga si? Kayak, bahkan hasil kerjamu nggak bisa ditemukan lewat search box. Terus aku publish disini buat apaaa? 😭💔

Gak kelupaan, bunch of thanks yang selalu mendukung tulisanku. Aku inget semua loh uname yang suka ngevote + comment. Huhu. Chapter ini kudedikasikan buat kalian~!

✔ Summer Flavor | salicelee.Où les histoires vivent. Découvrez maintenant