7. Yumi Yang Aneh

524 120 111
                                    


"Dasar keterlaluan! Nggak tau diuntung! Sombong!" Yumi diwakilkan Dara merutuki Odwin saat mereka pulang sekolah sore itu. Seperti biasa Yumi dan gengnya menumpang mobilnya Juanka. Tapi belum juga setiap anggota duduk manis di posisi masing-masing (Juanka di sopir, Gamaliel di sisi sopir, Yumi dan Dara di belakang) berbagai umpatan kekesalan sudah mencemari indra pendengaran mereka.

"Biar kugampar aja si kutu buku itu! Nggak tau diri banget!" Gamaliel naik darah.

"Mestinya sudah aku pecahin aja kepalanya waktu dia seenak udelnya nendang-nendang meja di kelas tadi! Dasar banci!" Juanka ikut-ikutan emosi. Pintu mobil ikut-ikutan dibanting saking emosinya.

Di antara semua rutukan yang memenuhi telinga, hanya Yumi yang belum menyumbangkan suara. Dia terlalu sakit hati sehingga tidak mampu berkata-kata lagi.

Kalau Yumi jadi orang yang paling sakit hati, Juanka jadi orang yang paling emosi sekarang. Semua ini berkat Hani si penggemar berat Juanka yang ikut mengabadikan momen pertengkaran Yumi dan Odwin di perpustakaan siang tadi dan dengan bangga hati menunjukkan hasil jepretannya pada Juanka. Juanka langsung nekad aja mau menarik Odwin keluar dari kelas untuk menghajar laki-laki kurang ajar itu. Tapi apa daya Odwin tidak pernah muncul lagi sejak insiden itu. Entah kemana hilangnya Odwin.

"Sejak awal kamu dipasangkan jadi teman satu meja sama si kunyuk itu insting aku udah bilang kalau dia bukan laki-laki baik-baik," Juanka masih seemosi sebelumnya. Bahkan menyalakan mesin mobil pun terasa kasar. "Dari tatapan matanya setiap kali aku datang jemput kamu aja aku udah tau kalau dia punya perasaan lain sama kamu."

Yumi yang mendengar Juanka dari kabin belakang menganggap angin lalu semua perkataan Juanka. Juanka memang selalu begitu, setiap kali ada laki-laki yang menunjukkan gelagat aneh di depan Yumi, pasti selalu dilabrak. Mungkin itu juga sebabnya Yumi terpenjara dalam kejomloannya. Mana ada laki-laki yang berani nembak kalau belum apa-apa udah digonggong duluan sama Juanka.

"Tapi tunggu dulu, kenapa kalian bisa bertengkar di perpustakaan? Perpustakaan kan bukan tempat kamu, Yu." Dara mulai mencium ketidakwajaran. "Ngapain kamu di perpustakaan?"

***

Yumi membuka kaca jendela mobil lebar. Begitu lebar hingga wajahnya diterpa banyak angin dan membuat rambut panjangnya menari-nari di balik kepalanya mengikuti sapuan angin. Yumi sebenarnya sedang mencoba menyamarkan airmatanya yang tumpah ketika Dara menodongnya dengan pertanyaan:

"Ngapain kamu di perpustakaan?"

Perpustakaan memang bukan tempat Yumi. Apalagi semenjak dua tahun belajar di sekolah favorit di Jakarta, sekolah yang dipilihkan neneknya. Tempat itu penuh dengan orang-orang yang bersaing ketat meraih prestasi hingga tidak ada istilah persahabatan murni di sana. Demi menjadi juara, beberapa orang rela belajar hingga larut malam, tidak ada jam bermain. Yang lainnya justru lebih parah, rela menyogok guru demi nilai bagus. Dan yang paling tidak bisa ditolerir Yumi, Yumi diabaikan hanya karena dianggap saingan baru. Yumi jadi malas belajar.

Toh, menjadi juara dan sukses juga hanya akan berakhir seperti Nenek, Om atau Tante. Yumi tidak suka. Mereka lebih mirip robot daripada manusia menurut Yumi. Yumi lebih suka menjadi seperti Mama. Biarpun sekolah sekedarnya, Mama masih mampu menghidupi keluarga kecil mereka. Berkecukupan dan bahagia.

Sahabat-sahabat Yumi tidak jauh berbeda. Dara dan Gamaliel memang anti dengan hitung-hitungan makanya mereka memilih jurusan IPS. Sementara Juanka, dia sudah dipastikan memiliki masa depan cerah. Keluarganya pemilik lahan kelapa sawit yang begitu luas di Pekan Baru. Setelah tamat sekolah, semua lahan itu akan menjadi hak milik Juanka. Jadi dia merasa tidak perlu belajar terlalu keras.

"Aku masih ingat banget cerita tentang sekolah lama kamu yang bikin kamu alergi sama buku-buku pelajaran, Yu. Jadi gimana ceritanya kamu bisa sampai di perpustakaan?" Dara mengulang pertanyannya karena Yumi masih saja terdiam.

"Aku memang ke perpustakaan untuk menemui Odwin."

Jawaban jujur dari Yumi memberi efek shock pada teman-temannya yang mendengarkan.

Juanka memang memilih untuk diam, sekedar untuk menjaga perasaan Yumi. Tapi dia sesungguhnya emosi, seluruh luapan emosi itu hanya dapat disalurkannya dengan cara meremas kuat kemudi. Juanka salah telah menganggap remeh cowok yang pelit bicara itu. Juanka pikir, cowok kutu buku seperti Odwin pasti alergi sama perempuan. Tapi apa jadinya sekarang? Sejak kapan cowok kutu buku itu menjadi cukup penting untuk ditemui Yumi? Demi apa Yumi menemui Odwin?

Gamaliel memilih untuk menutup mulut. Dia takut satu kalimat saja yang meleset dari mulutnya bisa menyulut emosi Juanka. Gamaliel tau pasti Juanka sedang terbakar cemburu sekarang.

Dara curiga. Belakangan ini dia mulai mencium gelagat aneh dari Yumi. Apa mungkin semua keanehan Yumi disebabkan oleh Odwin? Lelaki cool yang pelit bicara itu?

BE-YUMI-FUL [TERBIT]Where stories live. Discover now