"Astagfirullohal'adzim..." ucap Rima lirih merasa malu dan senang sekaligus. Benar apa yang dikatakan Aisha. Tidak perlu kita faham agama untuk sekedar memahami sifat perempuan yang satu ini. Tapi, kadang kita lupa, tidak bisa mengendalikannya.

Keduanya kini terlihat berjalan lebih cepat mengetahui jarak dengan Rafa dan lainnya semakin jauh.

"Di komplek gue anak SD main gadget men!" seru Chiko ketika sekumpulan anak-anak yang lain berpapasan dengan mereka. Anak-anak ini entah sedang menertawakan apa. Mereka berjalan beriringan saling berbicara satu dengan yang lainnya diiringi tertawa nyaring. Mereka terlihat membawa layangan. Sore hari dengan angin seperti ini memang sangat cocok bermain layangan di lapangan. Ekor layangannya melambai-lambai tertiup angin seakan hendak ingin segera menjelajah langit sore Jakarta. Senar nya tergulung rapi pada kaleng-kaleng susu bekas tanpa merk memperlihatkan bahan dasarnya dari lembaran alumunium. Mereka berjalan tanpa minat pada sekeliling. Mungkin hanya layangan saja ayang ada di kepala mereka sore itu. Sendal jepit bergesekan dengan paving blok gang, ia berbunyi srek-srek bersamaan menimbulkan cukup kebisingan. Belum lagi beberapa anak itu sengaja berjalan dengan cara menyeret sehingga bunyinya tambah lama dan nyaring. Baju mereka tidak ada yang mencolok, kaos yang sepertinya sering dipake karena terlihat menyatu dengan badan begitupun dengan celana yang mereka kenakan, tidak ada yang menarik. Tapi, justeru hal tersebut sangat menarik perhatian Chiko. Tidak bagi Rafa karena ini bukan kali pertama ia ke sini. Bagi Arga sendiri dulu sekali, ia sering juga mendapati anak-anak seperti ini.

Rafa dan Arga hanya tersenyum. Entah siapa yang patut dikasihani dari nada bicara Chiko. Anak-anak dengan gadget yang tidak merasakan permainan fisik bebas dengan alam dan lingkungan atau mereka yang patut dikasihani karena tidak dekat dengan teknologi?

Rafa memasuki halaman sebuah mushala. Arga dan Chiko melambat mengetahui langkah Rafa yang mantap menuju mushala. Aisha dan Rima dengan mudah menyalip Arga dan Chiko. Mereka lekas-lekas mendekati Rafa.

"Mas Rafa kita mau apa ke sini?" tanya Rima merasa bingung. Ia melihat ke arah mushala. Tidak ramai tapi sudah terlihat beberapa orang di dalam.

Sementara itu Arga dan Chiko masih berdiri di pintu pagar mushala. Keduanya saling pandang dan menunggu penjelasan Rafa.

"Assalamu'alaykum, apa kabar?" tanya seseorang dari dalam mushala. Ia segera keluar begitu melihat Rafa.

Serentak Rafa, Aisha, dan Rima menjawab salam.

"Angga?" tanya Aisha kaget melihat Angga yang muncul dari mushala.

"Aisha?" kemudian dia salah tingkah. Tapi kemudian ia tidak bisa untuk tidak tersenyum ke arah Aisha. "Kamu di sini?"

"Iya, saya hanya ikut Rafa, ternyata ada kamu di sini."

"Iya rumah saya di sini Aisha, beberapa rumah dari mushala ini." Katanya menerangkan bagai di dunia ini hanya ada Aisha. Bahkan Angga lupa bersalaman dengan Rafa. Ia mungkin terlalu kaget mendapati Aisha di sini, di lingkungannya sendiri.

"Ehm!" Rafa mendeham cukup keras, ia mengulurkan tangan hendak berjabatan yang disambut malu oleh Angga. "Gue bawa temen-temen gue nih, Lo sudah tau Aisha, ini Mba Rima, dan..." Rafa mencari di mana Angga dan Chiko. "Oy!" serunya sambil melambaikan tangan ke arah Arga dan Chiko yang masih tertahan di pintu pagar mushala.

Arga dan Chiko nampak kurang bersemangat mendekati Rafa. Mereka hanya tidak menduga tujuan Rafa. Bukan tempat yang mereka bayangkan. Rafa dengan gang kecil dan mushala itu sulit dibayangkan. "Mau ngapain sih Fa?" kata Arga ketika sudah di samping Rafa.

"Lah, katanya mau ikut gue kok pada cemberut sih kayak gadis dilamar tapi gak mau, tau!" Rafa agak sewot melihat kedua sahabatnya. "Nih kenalin Angga yang ngajakin gue ngaji."

AishaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang