Chapter 9

834 76 10
                                    

Terdengar suara langkah kaki mendekat, tapi Naruto tetap fokus kepada dokumen-dokumennya itu.
Sampai pintu terbukapun Naruto tetap mengerjakan dokumennya.

"Kau sedang sibuk ya Naruto-Kun?" Terdengar suara gadis, yang membuat Naruto mendongak dan ternyata yang masuk adalah Hanabi. Naruto terkejut.

"Ah, tidak. Maafkan aku, aku hanya sedang mengerjakan dokumen yang menumpuk ini saja." Naruto mengatakan dengan kikuk. "Ada apa Hime?" Tanya Naruto kepada Hanabi.

"Aku hanya penasaran sampai kau mematikan ponselmu, jadi aku kesini. Ternyata kau sibuk. Huhhhhh...'' Keluh Hanabi merangkul kepala Naruto dari belakang.

"Ah itu ya? Maaf ya Hana, aku memang sedang sibuk. Aku tak tau sampai kau kemari." Ucap Naruto dengan tersenyum.

"Aku hanya merindukanmu saja, Naruto-Kun. Kau sudah makankah? Temani aku tak bisa ya? Sebentar saja." Rengek Hanabi.

Naruto menghela nafasnya kasar. Ia tak bisa meninggalkan dokumen yang menggunung dihadapannya ini.

''Maafkan aku ya? Aku tak bisa, aku sedang sibuk Hana.'' Ucap Naruto dengan berbalik dan menghadap Hanabi yang mengerucutkan bibirnya karena penolakan dari kekasihnya itu.

"Aku ingin kau menemaniku. Aku tak menerima penolakan." Ucap Hanabi dengan nada tinggi.

"Aku tak bisa Hana. Lain kali saja ya? Aku harus mengerjakan dokumen ini.'' Jawab Naruto dengan menunjuk kearah dokumen yang membuatnya pusing itu.

''Terserah. Aku marah padamu. Aku pergi.'' Ucap Hanabi lantas pergi dari ruangan Naruto.

''Hana...'' Panggil Naruto yang tak direspon oleh Hanabi. Naruto menjambak surainya frustasi.

"Ada apa dengan Hanabi tadi?'' Ucap seseorang yang membuat Naruto menoleh.

''Merajuk karena ku tak bisa menemaninya makan. Kau tau, aku pusing dengan dokumen yang menumpuk ini, Hinata. Tapi dia tak mau mengerti aku sama sekali.'' Jawab Naruto dengan menghampiri Hinata dan menunjuk dokumen sialan itu hingga menjambak surainya. Hinata merasa sendu melihat Direkturnya itu.

''Ummm... Maafkan Hana ya? Dia masih labil, belum mengerti dunia kerja. Aku akan memberinya pengertian.'' Ucap Hinata dengan tersenyum menenangkan Naruto yang dilanda kekalutan luar biasa itu.

''Terimakasih Hinata. Aku tak tau kau jauh lebih pengertian daripada Hana. Aku merasa terhibur.'' Jawab Naruto dengan tersenyum sambil memegang kedua bahu Hinata.

''Tak masalah. Aku pamit dulu. Masih banyak juga dokumen yang harus kuselesaikan.'' Hinata tersenyum dan pergi keluar menuju meja kerjanya. Ia hanya panik karena ucapan Ino yang mengatakan jika Hanabi keluar dari ruangan Naruto dengan wajah kesal dan hampir mau menangis. Dipikirnya ada yang tak beres.

Flashback On...

Ino menguap kecil dan merenggangkan badannya sebentar. Berjam-jam di depan komputer ternyata melelahkan juga. Namun atensinya teralihkan karena melihat seseorang yang dia kenal, Hanabi. Adik dari sahabatnya Hinata yang baru keluar dari ruangan Direkturnya. Ino lantas menggeser kursinya mendekati sahabatnya yang ternyata sedang fokus dengan komputer bahkan dokumennya juga.

''Hinata...'' Panggil Ino mencari perhatian Hinata agar teralihkan.

''Hn...'' Jawab singkat Hinata.

''Aku tadi melihat adikmu keluar dari ruangan direktur. Kurasa dia habis bertengkar atau apa aku tak tau.'' Ucap Ino membuat Hinata menoleh dengan cepat kearah Ino disamping kirinya.

''Kau serius? Tak bercandakan Ino?'' Tanya Hinata dengan nada cemas.

''Aku berani sumpah. Lebih baik kau keruangan Direktur tanyakan ada apa.'' Ujar Ino dengan memerintah yang dibalas anggukan dari Hinata. Hinata lantas berdiri dan pergi menuju ruangan direkturnya.

Flashback Off...



Naruto menyandarkan dirinya di kursi kebanggaannya itu. Ia memijat pelipisnya yang entah terasa pusing. Namun sesuatu mengingatkannya pada sosok Hinata yang tadi menenangkannya. Naruto tersenyum.

''Hanabi dan Hinata berbeda...'' Ucap Naruto dalam hati dengan menutup wajahnya dengan telapak tangannya.



Hari sudah mulai malam, tapi Naruto masih berkutat dengan pekerjaannya. Ia melirik arloji di tangan kirinya, waktu sudah menunjukan pukul 8 malam. Naruto mendesah panjang, mungkin ia harus segera pulang, tetapi ia meraih ponselnya menghubungi seseorang.

'Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif'

Naruto mendesah kasar. ''Ternyata Hana benar-benar marah. Hahhhhh...'' Umpat Naruto kesal lantas memutuskan untuk pulang saja.



Hinata mencari Hanabi di kamarnya, lalu menemukan Hanabi yang menangis dengan memaki sebuah figura yang ternyata setelah didekati adalah foto dirinya dan Naruto. Hinata melihat jam dinding yang ternyata menunjukan pukul 9 malam.

"Hana, kau kenapa?" Hinata mengelus pipi Hanabi yang terdapat jejak airmata.

''Tak apa.'' Jawab Hanabi singkat.

"Kau marah karena kekasihmu tak menurutimu untuk menemani makan ya?" Ucap Hinata yang membuat Hanabi menoleh.

"Darimana Nee-Chan tau? Ah iya Hana lupa jika kalian satu kantor. Ya, dia menyebalkan tak mau menurutiku. Aku hanya mengajaknya sebentar saja. Dia tak mau katanya sibuk. Huhhhhhh..'' Jawab Hanabi dengan nada kesal.

''Mungkin kekasihmu memang sibuk dengan pekerjaannya. Kau seharusnya bisa mengerti bukan?'' Hinata mengelus surai Hanabi.

"Apa salahnya menurutiku barang sebentar, hah? Dia saja yang mementingkan pekerjaannya itu. Sudah Nee-Chan tak akan mengerti rasanya jadi aku. Nee-Chan masuk saja ke kamar." Ketus Hanabi.

"Baiklah, jika kau mau begitu. Tenangkan dirimu ya? Setidaknya pengertian pada kekasihmu." Jawab Hinata dengan mengelus surai Hanabi namun Hanabi menepisnya.

Hinata menggelengkan kepala melihat tingkah adiknya yang merajuk itu. Hanabi lantas menutup wajahnya dengan bantal dan melempar pigura itu kepojok ranjang karena kesal.



Sebuah mobil datang memasuki area parkiran kantor. Sesaat pintu mobil itu terbuka, menampakkan seorang pria bersurai kuning yang akan berjalan masuk kedalam kantor. Tak diduga juga sebuah mobil berhenti disebelah mobil Naruto, menampilkan Hinata yang turun dari mobil dan tergesa-gesa berlari menaiki tangga. Naruto yang melihatnya lantas menyusul langkah kaki itu memasuki lobi kantor.

Hinata tidak peduli ada peringatan lantai sedang di pel hingga insiden terjadi Hinata terpleset karena High Hellsnya lagi yang berulah.

Namun seseorang dari belakang kembali menyelamatkannya. Hinata membuka matanya dan terkejut karena yang menolongnya adalah Naruto, Direkturnya lagi. Mereka kembali bertemu dalam pandangan. Hingga Hinata tersadar, namun degupan jantungnya masih tak mau normal.

''Ummm... Sekali lagi terimakasih. Maaf karena aku selalu jatuh dan ummm... Kau yang menolongku lagi.'' Ucap Hinata dengan kikuk dan menunduk dalam. Ia masih tak berani menatap shappire biru Naruto.

''Hahhh... Kau memang selalu ceroboh ya Hinata? Lain kali hati-hati. Aku tak tau akan menolongmu lagi atau tidak.'' Jawab Naruto dengan mengelus surai indigo Hinata dan tersenyum membuat Hinata mendongakkan wajahnya.

Naruto berlalu meninggalkan Hinata yang masih tak bergeming ditempatnya berdiri. Jantungnya kembali berdegup tak karuan. Ia mengusap surainya yang tadi diusap Naruto. Kejadian itu dilihat oleh sahabatnya Ino yang entah tiba-tiba saja ada dihadapannya dengan berkacak pinggang.

''Sepertinya Direktur kita itu menyukaimu, Hinata.'' Seru Ino membuat Hinata terkejut.

''Eh? K-kau bicara apa Ino. Sudahlah, aku akan ke meja kerjaku.'' Jawab Hinata kikuk lantas pergi meninggalkan Ino.

''Hey Hinata, tunggu aku...'' Panggil Ino menyusul Hinata didepannya itu.





Bersambung...



Jadi speechless lagi😆

jangan lupa Voted dan Komennya😘

My Beloved SisterWhere stories live. Discover now