"Terserah mama."

"Kalau restoran padang bagaimana?"

"Boleh,"aku menyetujui pilihan mama. Kebetulan aku lagi ingin makan rendang.

Kami berjalan dalam diam saat menuju parkiran. Kantor terlihat sepi saat jam makan siang. Hampir semua pegawai mencari makan siang di luar sama seperti kami.

Aku mengambil kunci mobil untuk membuka pintu mobil. Aku dan mama sepakat untuk pergi dan pulang bersama ke kantor setiap harinya. Jadi tugas pak Mahmud, supir kami, tidak lagi mengantar jemput mama, karena sudah ada aku yang menggantikannya.

Jarak dari kantor ke restoran padang yang kami tuju tidak terlalu jauh. Sehingga kami tidak perlu terjebak macet. Sesampainya di dalam restoran kami melihat tempat hampir penuh. Untungnya seorang pelayan mengantarkan kami ke meja yang masih kosong, walaupun tempatnya berada di pojokan.

Tidak menunggu waktu lama makanan telah terhidang di meja kami. Tanpa banyak bicara aku dan mama langsung memakan makanan kami dengan lahap.

Sama seperti sebelumnya, hubunganku dengan mama belum juga mencair seperti ibu dan anak pada umumnya. Semenjak kejadian yang menimpa Josan mama kembali dingin kepadaku. Namun setelah keputusanku menerima keinginan papa untuk bekerja di Chiken Deli's sikap mama kepadaku mulai berubah. Memang tidak banyak, tapi paling tidak mama sudah mulai mau dekat denganku. Contohnya seharian ini kami selalu bersama.

Saat aku masih asik menikmati makananku, mama sudah lebih dulu menyudahi makannya. Ketika aku memindahkan udang balado kesukaanku kepiringku, tiba tiba ponsel mama berbunyi. Mama langsung mengangkatnya.

"Halo," mama mengawali ucapannya kepada siapapun yang menghubungi mama.

"Ini lagi makan siang."

Aku menghentikan makanku, menebak nebak siapa kira kira lawan bicara mama.

"Iya Gen, ada apa?"

Sempat terpikir olehku bahwa yang menghungi mama adalah papa. Ternyata tebakanku meleset. Yang menghubungi mama sepertinya Argenta, menantu kesayangan mama. Aku kembali melanjutkan makanku yang sempat terhenti.

"Jadi kapan berangkatnya?"

Entah apa yang disampaikan Argenta di seberang sana. Hanya dari raut wajah mama aku menangkap sepertinya ada sesuatu yang penting.

"Sudah jangan khawatirkan mengenai itu. Sebaiknya kamu fokus dengan keberangkatan kamu."

Aku melihat mama melirikku sekilas.

"Ya sudah antar saja nanti malam. Percaya sama mama tidak akan ada yang keberatan."

Aku semakin bingung dengan kata kata mama. Cepat cepat kuhabiskan makananku.

"Sampai jumpa nanti malam"

Mama mengakhiri pembicaraannya dengan Argenta bertepatan dengan makananku yang telah habis.

"Sudah selesai?" Tanya mama sambil melihat piringku.

"Sudah ma"

Mama segera memanggil pelayan untuk membayar tagihan kami. Terlihat mama seperti terburu buru. Aku menduga sikap mama ini ada hubungannya dengan pembicaraan Argenta barusan.

"Kita pulang ya,"

Aku tidak tahu mama menanyakan pendapatku atau memang mengajakku untuk keluar dari restoran ini. Namun belum sempat aku mengatakan tunggu sebentar lagi, mama langsung berdiri dari kursinya. Mau tak mau aku juga mengikuti mama. Walaupun perutku masih terasa penuh,tapi aku tak ingin membuat mama kembali kesal dengan sikapku. Meskipun itu hal sepele.

Terukir Indah NamamuWhere stories live. Discover now