17. TERBONGKAR

5.1K 347 1
                                    

Mungkin kamu tidak sadar, ada hak untuk kecewa dari objek yang kamu libatkan dari permainanmu yang kekanak-kanakan.

***

"Nyokap-Bokap udah balik kerja lagi?" tanya Esa. Sekarang mereka berempat berada di rumah Reza tepatnya di kamar lelaki itu sambil memainkan PS. Sebenarnya yang bermain Leon dan Esa. Reza hanya berbaring di atas tempat tidurnya dengan menekuk kaki kirinya, ia sibuk menscrool ponselnya, entah untuk apa. Alvaro juga hanya duduk di lantai kamar Reza sambil bersandar dengan wajah yang menunjukkan jika lelaki itu sedang memikirkan sesuatu.

"Hm, nggak usah ditanya, kayak yang loe nggak tau aja," jawab Reza sambil masih terus sibuk dengan ponselnya.

"Oke bro, slow, basa-basi doang," balas Esa sambil tetap bermain.

"Basi banget emang," balas Reza tanpa ekspresi.

"Nj*ng," umpat Esa sambil tertawa.

"Kenapa loe kayak tadi sama Farah?" tanya Alvaro tiba-tiba dan membuat Reza menghentikan aktivitasnya, Reza diam, ia belum berniat menjawab Alvaro.

"Re?" tanya Alvaro lagi, karena Reza sama sekali tidak menjawab pertanyaannya.

"Terserah gue, taruhan kita udah selesai," ucap Reza enteng.

"Nggak berarti itu bisa ngebuat loe berubah tiba-tiba kayak gitu ke dia, loe kira dia nggak bakal heran?"

"Dia nggak bakal heran,"

"Cuman orang nggak waras yang nggak bakal peka sama perubahan orang yang dia kenal, dia pasti heran,"
"Dia udah tau semuanya, dia nggak bakal heran."

Ucapan Reza itu membuat Alvaro terdiam dan menatapnya tajam. Esa menghentikan permainannya, hanya Leon yang seakan tidak peduli, namun karena lawannya tiba-tiba berhenti, bagaimana lelaki berwajah blasteran itu bisa melanjutkan permainannya.

"Sa, elah, loe kenapa berhenti sih," ucap Leon kesal, tanpa tau situasi. Esa tidak menggubrisnya.

"Gue nggak sengaja ngomong tentang taruhan kita ke dia," ucap Reza ketika mengetahui teman-temannya sedang menatap padanya sambil meminta penjelasan.

"Gila loe Re, gue baru tau kalau loe jujur banget," ucap Leon seakan terkesima. Akhirnya, sebuah jitakan melayang ke atas kepalanya. Itu dari Esa. Leon akan membalas jitakan lelaki itu, namun Esa segera menahannya dan memberikan kode agar lelaki itu diam.

Alvaro menghela nafas berat mendengar ucapan Reza. Farah pasti akan memandang padanya dengan tatapan benci. Meskipun, dia tidak dekat dengan gadis itu, entah kenapa dia tidak ingin gadis itu membencinya.

"Kenapa loe nggak bisa tutup mulut? Loe simpan rahasia itu sampai mati, apa susahnya sih?" ucap Alvaro tanpa dapat menyembunyikan rasa kesalnya.

"Gue emosi, tu cewek selalu bisa mancing emosi gue, loe nggak lihat yang di kantin? Gimana dia selalu ngejawab semua omongan gue? dia nggak pernah mau nurut apa yang gue bilang, gue nggak pernah dapat situasi kayak gitu."

"Seeemosi-emosinya loe, kenapa itu yang harus loe ucapin," Alvaro mengusap mukanya, tanda gusar.

"Gue udah baik sama dia, gue ngajakin dia jalan, gue bawain dia bekal, gue beli motor cuman supaya samaan sama dia, gue selalu nyamperin dia duluan, gue beli jaket couple biar samaan sama dia, gue nggak pernah kayak gitu sama cewek, bahkan yang gue pacarin, tapi dia nggak ngerti apa yang udah gue lakuin ke dia, dia berlaku seakan gue bukan apa-apa, loe semua tau gue," jelas Reza panjang dengan wajah yang penuh emosi. Laki-laki itu sekarang duduk di atas tempat tidurnya. Ia menahan deru nafas yang tidak biasa yang tiba-tiba timbul setelah mengucapkan kata-katanya tadi.

FARAHWhere stories live. Discover now