Chapter 17 - Rain

954 140 17
                                    

Hujan kembali datang di saat yang ia inginkan. Sayangnya, kehadiran itu hanya seperti sekelebat mimpi pada tidur siang. Gadis itu hilang, dan ia tidak tahu di mana ia berdiri sekarang.

Kisah nyata atau suatu kebohongan?

***

Jungkook terbangun paksa dengan terpaan sinar matahari, memancar setelah bunyi tirai yang terbuka dengan sekali sentak. Pria itu menggerutu sekaligus menggeliat mengganti posisi. Akan tetapi dengan cepat Seokjin mencegahnya, membuat Jungkook yang terkejut langsung membuka mata dan mengarahkan pandangan pada tangan dingin pria yang lebih tua itu.

"Hyung..."

Tokoh yang terbaring tidak pernah tahu bahwa tatapan Seokjin lebih dingin dari yang pernah ia bayangkan.

"Maafkan aku, aku ingin mengatakan sesuatu."

***

"Pemikiran tuan Jeon adalah hal yang paling sulit ditebak daripada rumus matematika." Seokjin menggumam, memutarkan jari telunjuknya pada cangkir kopi setengah isi miliknya.

Taehyung menatap tak minat, menggumam lemah seraya mengangkat cangkirnya ke udara, "Kopi buatanmu bahkan lebih enak, lalu mengapa kau menghabiskan waktumu di kafetaria rumah sakit seperti ini." nadanya meremehkan, lebih tepatnya tidak habis pikir.

Seokjin tidak menjawab. Pandangannya masih mengambang pada cangkir putih yang saat ini sudah ia lepaskan. Menghela ketika matanya terpaku pada kontras warna kopi dan cangkirnya.

"Aku benci dengan kopi yang cocok ditaruh pada cangkir putih."

Mata Taehyung berubah arah, menatap cangkir milik kakaknya sekalipun komposisinya sama dengan miliknya. Kedua sudut bibir Taehyung terangkat barang sedetik begitu mengerti apa maksud dari ucapan Seokjin.

"Karena ketika isinya berwarna sama, gelas itu akan terlihat seperti kosong."

Helaan Seokjin lolos begitu saja. Benar juga, kenyataan yang menyedihkan menurutnya.

"Apa yang tuan Jeon katakan padamu?" tanya Taehyung mengalihkan topik. Sebenarnya pria itu lebih seperti sedang menerka sesuatu karena ia pun tahu bahwa tuan Jeon telah berkunjung sebelumnya. "Sepertinya ada ucapan beliau yang memberatkanmu."

"Entahlah, Taehyung."

"Ah, tidak mau bercerita?" Taehyung mengangguk-angguk remeh sembari mencebikkan bibir.

"Apakah seseorang harus mendapatkan kembali sesuatu miliknya walaupun itu terasa sakit?" Seokjin lebih seperti menggumam. Taehyung tak terlalu memerhitungkan hal itu. Ia biarkan tubuhnya tenggelam dalam rasa nyaman sandaran kursi sofa empuk yang sedang ia duduki.

"Kalau itu masalah Jungkook, harus atau tidak, ingatannya pasti akan kembali." balas Taehyung acuh, "Apa tuan Jeon menginginkan Jungkook untuk sembuh dari hilang ingatannya?"

"Mungkin."

Taehyung menunjukan senyum tak tulusnya, "Aku bertemu dengannya." helaan bercampur rasa frustasi membuat Taehyung menjeda kalimatnya, "Aku pikir ini mengapa banyak orang menyebut takdir itu kejam."

"Sebentar," Seokjin nampak memiringkan kepalanya bingung, "Maksudmu?"

Kedua bahu Taehyung bergerak naik sedetik, mengutarakan bahwa dirinya tak mau banyak menduga, "Gadis itu."

"Keadaannya kacau, aku tidak bisa membayangkan bagaimana perasaan Jungkook jika ia sudah mengingatnya." sambung Taehyung dengan nada rendah.

Suasana malam dan nada dari masing-masing membuat obrolan mereka lebih dari jamuan dan obrolan ringan. Keduanya terdiam, tetapi pikirannya sama-sama runyam.

Erstwhile - HujanWhere stories live. Discover now