Chapter 20 - Rain

1.7K 141 19
                                    

Aku tahu ini sangat egois. Melukaimu dan merasa terluka karenanya, sehingga tidak mudah untukku bertahan lebih lama.

Aku hanya tidak bisa membandingkannya dengan keegoisan memaksamu untuk tetap bertahan. Bukannya itu sama seperti membiasakan luka menyentuh garam?

-Jungkook-

***

"Jeon." sesungguhnya Yoongi sadar napasnya terputus hanya karena satu marga itu.

Ia menemukan adiknya. Terasa sangat aneh karena ia melihat Yoonji justru beringsut perlahan-lahan bersembunyi di balik lengan Jungkook. Mata Yoongi sadar dengan tangan Yoonji yang mengerat di lengan Jungkook seolah minta diselamatkan.

Yoongi menghela, mengisi kembali kekosongan napasnya, "Terlihat seperti kau sudah mendapatkan ingatanmu kembali," Yoongi berujar sinis. Tidak acuh akan kehadiran Yoonji yang  makin terlihat berusaha menolak kehadirannya dengan melarang Jungkook untuk berdiri. "dan sepertinya baik-baik saja." Lanjut Yoongi dengan bibir setengah terangkat.

Jungkook memberi sedikit pengertian yang lembut, berkata dengan bahasa yang meyakinkan agar Yoonji mau melepas tangannya. Kemudian, ia berdiri menghadap Yoongi dengan wajah menunduk, "Maaf—"

"Simpan itu untuk dirimu sendiri. Aku tidak membutuhkannya." Yoongi melirik adiknya yang berada di belakang punggung Jungkook, kembali memastikan meskipun ekspresi gadis itu masih sama. Sekilas sebelum dirinya kembali berkata dengan nada tegas, "Atau setidaknya kau bisa lakukan hal lain,"

"—seperti menyingkir dari kehidupan adikku."

***

"Min Yoonji-ssi."

Pemilik nama merespon dengan anggukan kecil, namun sepertinya pemanggil merasa belum mendapatkan jawaban hingga kembali memanggilnya.

"Ya, dokter."

Hari ini, biar Yoonji tebak. Suhu ruangannya lebih dingin dari biasanya. Pikirannya mengedar pada satu hal favorit yang sementara harus pergi. Ia tak lagi mendengar sapaan ketuk dari jendelanya. Jadi, mungkinkan ia akan bertemu salju?

Yoonji merasakan tangannya digenggam dengan hangat. Genggaman itu menguat seolah meminta dianggap presensinya pada detik berharga yang akan dimiliki gadis itu.

"Oppa."

Tidak menjawab, Yoongi hanya menggerakkan jempolnya dengan stabil, menyalurkan lembut melalui sentuhan sederhana dengan harapan bisa membuat gugup Yoonji berkurang.

"Akan kami mulai untuk membuka perbannya." kalimat itu meluncur bagai sirine peringatan untuk Yoonji. Ia sempat terkejut merasakan jari dokter menyentuh perban di kepalanya.

Tangan Yoongi masih setia bersatu dengan miliknya, jika lepas, Yoonji yakin jantungnya akan kacau tidak terkendali. Setengah takut, setengah bahagia. Ia bingung harus merasakan apa hingga hanya degupan kencang yang tersisa.

Terus Yoonji merasa seperti itu hingga dokter menyelesaikan tugasnya dan berujar dengan wibawa, "Buka mata anda pelan-pelan..."

Yoonji menghitung dalam hati, bersiap sekaligus merasakan kelopak matanya bergetar namun masih enggan terbuka. Gelapnya sebentar lagi berubah menjadi terang, ia harus berpikir seperti itu, kan? Keberanian itu mungkin tidak akan muncul jika Yoongi tidak berbisik, "Tatap aku, Yoonji."

Erstwhile - HujanWhere stories live. Discover now