Chapter 10 - Rain

1.3K 193 3
                                    

Haruskah hujan disalahkan atas bertubi-tubi sakit yang menghujam? Atau dikasihani karena terus merasa tersakiti?

-Yoonji-

***

Ibunya bukanlah sosok yang tidak pernah menangis, tetapi beliau menginginkan anaknya tegar.

Dalam balutan lembut, seorang anak dibalut oleh rindu terus mengelus lemari kaca itu. Ketegarannya pupus berujung dengan air yang tak terbendung.

Yoonji tidak menyia-siakan tangisnya untuk ditahan. Gadis itu menumpahkan segalanya.

Bentuk cintanya yang berubah menjadi mengagumi hal yang di angan. Tak lagi dapat direngkuh, Yoonji hanya bisa menangis membayangkan.

Yoongi masih berdiri di sana. Di belakang gadis rapuh dengan segala isakannya.

Yoonji selalu menangis memang, tetapi ia tidak tahu mengapa sekarang bisa sepilu ini.

Ia tidak mendengar rengekan kencang atau erangan geram, hanya saja tangisan itu berhasil ikut menyayatnya.

Yoongi mengamati punggung gadis itu yang bergetar. Segala kerapuhan membuatnya ingin merengkuh gadis itu sekarang juga.

Sifat seorang kakak.

Ini yang membuat Yoongi merasa ingin terus melindungi adiknya sekaligus menyesal karena tidak bisa membagi waktunya.

Mungkin separuh waktunya telah terbuang demi pekerjaan, hingga bodohnya ia melupakan sesuatu tentang gadis itu.

Ia baru menyadari, di menit mata itu terus menatap punggung kecil di hadapannya.

Ia ingat.

Kejadian ini bukanlah pertama kalinya.

***

"Kau ingin pulang?"

Yoongi berbisik pelan selepas kaki kecil Yoonji selesai menapaki satu tangga.

Tubuh sang adik sempat terhuyung, namun dengan cepat Yoongi menangkapnya. Membuat sebuah senyuman tipis terbentuk di balik jejak air mata yang belum sempat terhapus.

"Kau tak ada pekerjaan?" Yoonji menyahut, balik bertanya.

Pria itu tak begitu memerhatikan dan justru mengisyaratkan Yoonji untuk terdiam, "Sebentar."

Detik berikutnya, Yoonji merasa tangan hangat yang lebih besar menyentuh kedua pipinya. Lembut.

Yoongi tak membiarkan setetes air kembali meluncur. Barulah beberapa detik pria itu telah rampung.

"Sudah."

Yoonji tak dapat melihat itu, tetapi mengapa ia sangat yakin bahwa kakaknya sedang tersenyum ke arahnya?

Kedua kaki itu dituntun untuk melangkah lagi, "Jangan pedulikan pekerjaanku. Aku seorang komposer jenius, aku bisa mengerjakannya kapan saja."

Yoonji mendecih. Sebelah alisnya terangkat meremehkan. Kakaknya terdengar sangat percaya diri hingga keduanya tertawa pelan.

Hangat.

Lalu dengan gengggaman yang mengerat, Yoonji yakin mendengar sesuatu di telinga kirinya.

"Ayo kita kencan hari ini."

Erstwhile - HujanOpowieści tętniące życiem. Odkryj je teraz