Mendengar inge menyebut namanya dokter bima tersenyum senang.
"Iya saya dokter bima, saya pernah merawatmu empat tahun lalu. Apa kamu mengingat saya". Menatap inge dengan tatapan penuh harapan. Inge terdiam ragu untuk menjawabanya.  

"Kamu kenal sama dia?". Bisik Vernon menatap dokter bima dengan alis terangkat.

"Sebenarnya aku gak yakin, tapi sepertinya aku pernah melihat dia sebelumnya".

Melihat inge dan vernon yang begitu dekat membuat dokter bima memasang wajah sedikit tak suka.

"Begini nak bima, seperti yang nak bima tahu istri saya belum mengetahui tentang hal ini. Untuk itu bisakah kita membicarakannya besok saja". Ucap brama berusaha menggagalkan tujuan dokter bima menemuinya.

"Baiklah kalau begitu. Tapi saya belum pernah melihat dia sebelumnya apakah dia keponakan anda?". Menatap vernon dengan kening menaut.

Brama bungkam seribu bahasa tenggorokannya tiba-tiba terasa kering.

"Dia...... ".

"Saya suami inge".

"Su-a-mi?".

"Tidak, ini tidak boleh terjadi". Batin brama khawatir.

Brama memejamkan matanya tak mau apa yang baru saja dibayangkannya terjadi.

"Dia keluarga baru kami namanya vernon". Ucap brama tersenyum berusaha tenang.

"Begitu rupanya".

Vernon yang mendengarnya sedikit kecewa, ia pikir ayah inge akan mengakuinya sebagai menantu. Namun vernon kembali mencerna pernyataan ayah inge yang tak sepenuhnya salah jika dia memanglah keluarga baru mereka. Inge sendiri terlihat tenang karna pernyataan ayahnya sama sekali tak salah hingga tak menyadari gerak gerik brama yang begitu gelisah memikirkan sesuatu.

Oma warsa dan diva justru terlihat sebaliknya kedua wanita berbeda usia itu merasa ada sesuatu yang di sembunyikan oleh brama tentang kedatangan dokter bima.

***********

Inge berjalan dengan ekspresi tak terbaca entah apa yang sedang mengganggu pikirannya pagi ini. Langkah sepasang sepatu hitamnya terus menuntutnya berjalan menuju sekolah karna pagi ini inge memutuskan untuk tidak menggunakan mobil melainkan naik angkot atas perintah vernon dan inge menurutinya namun anehnya vernon sama sekali tak menghubunginya ataupun mengirim chat untuk menjemputnya.

"Hai, inge ya?". Tanya seseorang yang sudah berada di sampingnya dengan motor ninjanya sama sekali tak menurunkan kaca helmnya turut mengikuti langkah inge dengan laju motor yang dilambatkan.

Inge menoleh dengan alis terangkat memperhatikan sang pengendara motor yang begitu sok kenal padanya namun mengetahui siapa sosok cowok dibalik kaca helm itu membuat kedua sudut bibirnya terangkat.

"Iya, gue inge".

"Jutek bangat sih, tapi gak masalah karna sebentar lagi kita bakal dipertemukan".

Melajukan motornya meninggalkan inge dengan bibir terangkat.

"Dasar, gue kan bukan milea". 

Verin (vernon & inge) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang