Sembilan belas

206 18 0
                                    

Sebelum lanjut author mau jelasin tentang pemakaian nama vernon/karel. Jadi utk setiap bagian author bakal gunain dua2x sesuai kondisi. Utk kalian yg read jangan bingung ya.

Merasa air matanya menetes tanpa alasan saat menatap el, karel segera menyekanya lalu tersenyum ke arah el. Maria terlihat tegang apalagi el baru saja memanggil karel dengan sebutan papa. Maria semakin terkunci dengan situasi yang terjadi,  yang bisa dilakukannya hanya terdiam memperhatikan interaksi keduanya yang saling menatap satu sama lain. El bocah mungil itu melakukan hal yang sama seperti terakhir kali bertemu karel, ditatapnya wajah karel dengan lekat. Entah bocah itu mengenali wajah karel atau tidak namun dari wajahnya seakan menjelaskan jika bocah itu sangat mengenali wajah karel sosok ayah yang dirindukannya.

Maria lagi-lagi tertegun memperhatikan pemandangan itu, meskipun ia hanya bisa melihat wajah el dari samping karena el berada dalam gendongannya namun kesamaan wajah diantara keduanya seperti sebuah duplikat yang hanya dibedakan oleh usia dan fisik saja.

Detik berikutnya, ekspresi wajah karel berubah menjadi terkejut saat menyadari sesuatu.

"El?". Ucapnya memastikan setelah mengenali wajah bocah mungil itu yang pernah ditemuinya saat berada di mall. Karel beralih menatap maria dengan kening menaut kebingungan atas keberadaan el di kantor papinya apalagi bocah lelaki itu kini berada dalam gendongan maria.

"Sa-yang kamu kenal sama el?". Tanya maria tak percaya yang diangguki karel. Maria tak bisa mengatakan apapun lidahnya begitu keluh untuk berbicara. Berbagai macam pertanyaan mulai mendominasi pikirannya tentang semua kebenaran yang mungkin telah diketahui vernon.

"Iya mi, karel pernah ketemu sama el dan adiknya saat itu karel lagi sama teman-teman terus... ".

"Kamu ketemu sama ibunya?". Potong maria was-was.

"Gak mi, Karel cuman ketemu oma mereka.  emang kenapa mi?".

"Oma?". Maria meneguk ludahnya susuah payah, mulai berfikir jika oma yang dimaksud karel adalah ibunya inge.

Karel mengerutkan keningnya heran dengan ekspresi maria yang terlihat memikirkan sesuatu. 

"Mi?". Panggil karel membuat maria terperanjat. "Iya?".
"Mami gak apa-apa?".
"Ga-k apa-apa sa-yang mami hanya penasaran aja". Alibi Maria tersenyum masam, Karel hanya manggut-manggut mengerti.

Tatapan karel berpindah pada el, yang tak lagi menatapnya melainkan mengalihkan pandangan sama seperti sebelumnya membelakangi karel menyandarkan kepalanya di pundak maria.

"Terus mami ngapain bawa anak orang kesini? Kasian kan oma sama ibunya nanti nyariin el".

"Bukan anak orang, tapi anak kamu cucu mama". Ucap maria dalam hati sama sekali tak ingin mengatakannya.

El yang masih berada dalam gendongan maria terlihat murung mulai mewek ingin menangis. 

"Hiks hiks El mau pulang, mau ketemu mam". El yang tak biasanya rewel tiba-tiba menangis dalam gendongan maria. Maria berusaha menenangkan bocah beralis tebal itu namun tak berhasil.  Hingga karel memutuskan mengambil alih untuk menggendongnya.

"Adek ganteng kok nangis, sama kakak yuk". Karel dengan telaten menggendong el yang langsung memeluk lehernya dengan erat seakan tak mau melepaskan karel. Maria mau tak mau membiarkan karel mengambil el karena bocah beralis tebal itu tak menolak ajakan karel.

"Hiks hiks el mau mam, el mau pulang". Merajuk dalam gendongan karel.
"El mau ketemu mam ya?". El mengangguk dalam gendongan karel dengan berlinang air mata membuat wajah putihnya memerah.
"Jangan nangis ya, Kalau el masih nangis kak karel gak akan bawa el ketemu mam". El terdiam dalam gendongan karel. Karel mulai berjalan menuju jendela, memandangi indahnya kota bandung dari ketinggian. Sementara el terlihat nyaman dalam gendongannya.

Verin (vernon & inge) Where stories live. Discover now