Dua puluh tiga

342 23 3
                                    

Sebelum mulai author mau bilang kalau sebelumnya ada kesalahan teknis maap 😓. Mungkin sebagian udah ada yg baca tapi gak masalah sekarang author nepatin janji buat update.

Tadaaaa!!!!

"Bunda? Ayah?". Ucap inge dengan suara yang bergetar.

Badan inge seketika lunglai saat melihat kedua orang tuanya tepat dihadapannya. Rasa bersalah juga kerinduan bercampur menjadi satu. Inge berusaha menahan isakannya namun air matanya terus menetes. Hal yang sama pun terjadi pada brama dan diva. Keduanya tak kuasa menahan tangis penantian mereka selama empat tahun akhirnya terobati sudah. Melihat kondisi putri semata wayang mereka yang terlihat baik-baik saja sudah cukup membuat keduanya merasa lega hingga tak bisa mengatakan sesuatu.

"Bunda, ayah... Inge minta maaf. Inge salah". Bersujud tak peduli kerasnya coran kasar aspal yang mengenai lututnya. "Inge lo kenapa" Tanya rena menggigit ujung jarinya tak mengerti dengan situasi inge. Hal tiba-tiba seperti itu selalu membuatnya kebingungan, inge tak melakukannya satu atau bahkan dua kali namun sudah berkali-kali.

"Sayang bunda dan ayah gak marah sama kamu" Ikut membungkuk menghapus air mata sang putri. Tangis inge semakin pecah. Diva memeluk inge dengan erat melepaskan semua kerinduannya yang telah dinantinya selama empat tahun. Brama menghapus air matanya bahagia melihat kedua  wanita dalam hidupnya itu. "Hiks hiks inge lo kenapa" Rena ikut menangis melihat inge yang terus menangis dalam pelukan bundanya. Meski tak tahu apapun rena bisa merasakan jika inge sangat merindukan kedua orang tuanya.

Inge melepaskan pelukan diva, merasa sudah sedikit tenang. "Bunda sama ayah baik-baik aja kan?". Tanya inge masih dengan suara khas habis menangis. "Iya sayang bunda dan ayah baik-baik aja. Berdiri yuk lutut kamu bisa terluka kalau gini". Inge berdiri dengan bantuan diva dan rena. "Bun, yah kenalin ini teman aku rena". Rena tersenyum kaku buru-buru menghapus air matanya. "Hai tante, om aku rena sahabat inge". Brama dan diva tersenyum pada rena.

"Makasih nak rena sudah menjadi sahabat inge" Ucap diva tulus. "Iya tante, rena akan selalu jadi sahabat terbaik inge". Ketiganya tersenyum melihat tingkah lucu rena.

Di tempat lain, karel a.k.a vernon sedang bermain bersama el dan ellen di taman belakang rumah, yang sudah mulai terbiasa bersamanya meskipun terkadang selalu rewel mencari inge. Namun dengan sejuta idenya karel bisa menguasai keadaan agar el dan tidak rewel bahkan menangis.

"Kak el, ellen mau maen juga" Menunjuk bola yang dipegang el dengan bibir mengerucut ke depan. "Gak bisa ellen ini mainan cowok, ellen main boneka aja" Ucap el menjelaskan. Melihat interaksi kedua bocah itu karel geli sendiri seperti melihat dirinya saat kecil dulu ketika bermain dengan sang kakak. "Ellen mau main juga hm?" Ellen mengangguk dengan polosnya. "Yaudah sekarang kak karel akan jadi gawangnya el dan ellen nantin tendang bolanya oke?".

"Oke!" Ucap keduanya semangat.  "Satu... Dua... Ti.. Ga gol" Ucap ellen berlari menendang bola padahal bola yang di tendangnya bahkan belum sampai di hadapan karel. "Ih ellen bukan gitu caranya, ellen harus nendang dulu kalau bolanya masuk baru bilang gol" Karel yang melihat gaya lucu ellen langsung tertawa lepas tak sadar jika sejak tadi seorang gadis yang kira-kira berumur dua puluan sedang memperhatikan ketiganya dengan menyilangkan kedua tangannya.

Tanpa disangka gadis itu menggiungkan senyum lalu menghampiri ketiganya. "Aku ikutan main dong" Ucap gadis berambut pendek dengan poni samping menghampiri ketiganya dengan senyum. El dan ellen terdiam melihat kehadiran gadis itu. Ellen yang tak biasa bertemu orang asing seketika memegang celana karel membuat karel tersenyum. "Gak usah takut, ini kak vina" Ucap karel menenangkan ellen. Sedangkan el terlihat biasa saja seraya menatap vina dengan lekat seperti kebiasaannya jika baru pertama kali bertemu seseorang

Verin (vernon & inge) Where stories live. Discover now