❝Tidak ada yang tahu hal yang berjalan di kehidupan orang lain. Kamu tidak tahu hal yang kamu perbuat dapat berefek pada kehidupan orang lain.❞
. . .
"Wah! Ayahmu kapten laut ya?"
Anak perempuan itu menjawab antusias layaknya membanggakan sang ayah. "Iya dong."
Sang ayah datang menjemput dengan topi angkatan laut kebanggaannya sambil menoel gemas hidung sang anak lalu menggendongnya.
"Zelinnya pulang dulu ya."
"Iya, Om," jawab anak itu takut-takut.
"Sampai jumpa, Daffa!" pekik Zelin sambil terus melambaikan tangan sampai matanya tak lagi melihat teman sebangkunya itu.
Seperti biasa, setiap pulang sekolah, Zelin selalu bermain di taman bermain yang berada dekat dengan rumahnya. Kali ini dirinya tidak sendirian karena ada sang ayah yang menemani.
Gadis kecil berwajah chubby tersebut berlarian ke sana kemari seakan tiada beban dalam hidupnya.
"Ayah, Lin mau main perosotan," pekik anak itu sambil menatap ayahnya binar.
Di sisi lain, seorang anak laki-laki diam-diam memperhatikannya sedari tadi. Dia juga mengambil foto anak tersebut dengan kamera polaroidnya. Berbeda dengan semalam, hari ini, gadis kecil itu bermain dengan ayahnya.
Wajahnya terlihat riang dan menggemaskan, membuat hatinya senang. Arlan ingin sekali ikut bermain bersama. Tetapi dia belum berani mendekatinya. Jadilah dia mengamati gadis kecil itu dari kejauhan.
"LinLin!"
"Iya, Ayah," sahut Zelin ketika sedang bermain ayunan.
"Ayah mau ke rumah bentar. Kamu di sini aja ya. Jangan ke mana-mana."
Gadis kecil itu mengangguk pertanda mengerti. Rumahnya memang dekat dengan taman bermain.
Kemudian dirinya lanjut bermain perosotan. Sampai matanya menilik ke arah seorang anak cowok yang sibuk mengutak-atik kameranya. Zelin menghampirinya.
"Kamu kok sendirian?"
"Hah?" Anak laki-laki itu terperanjat kaget ketika Zelin mendekatinya. Seulas senyuman manis nan polos tercipta dari bibir Zelin.
"Main yuk!"
Awalnya ragu, namun akhirnya anak laki-laki itu bangkit berdiri, mengiyakan ajakan Zelin. Mereka saling bertautan tangan.
Kemudian, mereka bermain ayunan bersama.
"Ayahku pergi." Zelin memulai pembicaraan.
"Ke mana?" Arlan bertanya kaku.
"Ke rumah. Itu rumahku yang bercat putih. Kapan-kapan kamu harus ke sana, kita main bareng." Zelin menunjuk ke arah samping kirinya sambil tersenyum lebar.
Beberapa menit mereka habiskan bermain ayunan bersama. Kadang Zelin yang mendorong Arlan, begitupun sebaliknya. Mereka saling berbagi tawa bersama.
"Den, ayo kita pulang."
Tangan Arlan yang tadinya sedang mengayunkan ayunan Zelin langsung berhenti seketika. Wajah anak cowok yang tadinya sumringah menjadi muram kembali.
Perlahan, Arlan menghampiri supirnya itu. Zelin menatap Arlan sambil menggigit bibir bawahnya. Tatapan mereka kini beradu.
"Kita bakal ketemu lagi, kan?"
Pertanyaan Zelin seakan menegaskan tidak ingin anak cowok itu pergi. Matanya berkaca-kaca menatap teman barunya itu.
YOU ARE READING
Diary Of an Introvert (REPOST)✔
Teen FictionFollow @ranikastory on Instagram. Diary Series [1]: Ini aku dan kisahku yang selalu dianggap berbeda hanya karena diriku seorang introvert yang hidup dalam dunia ekstrovert. Aku membenci diri dan hidupku hingga satu per satu kejadian menyadarkanku a...
