"Tamura-san, apakah pria ini model yang ku minta untuk pakaian pria musim dingin?"

Sekretaris nyonya Tomotsune menghentikan langkahnya sesaat pria itu memanggilnya. Wanita itu berbalik dan menatap pria tersebut sinis.

"Maaf Tamaki-san, pria itu tamu ibu presdir."

"Heee... koleganya? Apa aku boleh meminjamnya sebentar?"

Sekretaris ibunda Yuuki menghela napas panjang. "Maaf, tidak bisa. Mari Doi-san presdir sudah menunggu anda," ucapnya kemudian.

Kazumi melangkahkan kakinya melewati pria bernama Tamaki itu sambil sebelumnya membungkuk tanda salam.

Kazumi mengikuti sekretaris ibunda kekasihnya itu sampai ke sebuah ruangan bertuliskan presiden direktur pada plank yang terdapat di depan pintu ruangan. Sang sekretaris mengetuk perlahan pintu tersebut tiga kali sebelum meminta izin untuk masuk.

"Tamu anda sudah datang nyonya," ucapnya, dia mempersilakan Kazumi untuk membuka pintu dan masuk.

Dada Kazumi berdebar ketika tangan kanannya yang bebas memutar knob pintu itu. Dia menelan ludahnya dengan susah payah. Dibukanya pintu tersebut dan perlahan memasuki ruangan tersebut.

Nyonya Tomotsune duduk di mejanya dengan bertopang dagu. Matanya berkilat saat melihat Kazumi memasuki ruangannya. Pintu menutup di belakang Kazumi yang berdiri dengan wajah gugup.

"Akhirnya kau datang Doi-kun," ujar nyonya Tomotsune sembari meletakkan kacamatanya di atas meja kerjanya.

Wanita itu bangkit dari kursi kerjanya dan berjalan menuju sofa yang terletak di ruangan itu. Tangannya melambaikan gesture mempersilakan Kazumi untuk duduk di salah satu sofa tersebut.

Dengan canggung, Kazumi meletakkan tas coklat dan jas kerjanya di ujung sofa kemudian duduk tepat di sebelah benda tersebut. Nyonya Tomotsune duduk bersebrangan dengannya, matanya berkilat tajam menatap Kazumi. Keringat dingin mengalir di pelipis pria manis itu.

"Jadi, Doi-kun. Aku ingat telah memintamu menjauhi anakku selepas pernikahan Moeri," ucap Ibunda Yuuki dengan nada ketus. "Jadi, bisa jelaskan kenapa aku masih bisa melihatmu berkeliaran di dekat anakku?"

Mulut Kazumi mengatup, giginya menggigit kedua bibirnya. Nyonya Tomotsune menatap lurus ke arahnya, menanti jawaban.

"Yuuki... tidak mau berpisah. Begitu pula saya." Kazumi membuang pandangannya ke lantai setelah berucap. Ia memandang lekat-lekat motif karpet yang berada di bawah kakinya.

Nyonya Tomotsune memutar matanya, sudah cukup baginya mendengar ucapan Kazumi. Wanita itu meletakkan 3 buah map hitam di atas meja tepat di depan Kazumi. Pria itu mendengak. Wajahnya terkejut ketika melihat map yang berada di hadapannya.

"Ini?" tanyanya tak percaya. Kazumi tahu isi di dalam map itu. Ia tahu maksud dari ibunda Yuuki, dan dia tidak ingin membuka satu persatu map tersebut.

"Pilihlah. Jika kau yang memilih, Yuuki pasti mengiyakan," ucap nyonya Tomotsune dengan nada sinis.

"Tapi nyonya..."

"Apa kau tidak ingin melihatnya bahagia?"

Kazumi tertegun. Tentu saja dia ingin melihat Yuuki bahagia. Namun tidak dengan cara seperti ini. Yuuki selalu bilang hanya dengan bersamanya dia mendapatkan kebahagiaan sempurna, dan Kazumi percaya hal itu.

Sekarang dia berada di antara 2 pilihan yaitu membuat Yuuki menjadi anak durhaka atau melepaskan kekasih yang sangat ia cintai itu. Pikirannya kacau dan desakan nyonya Tomotsune semakin membuat pikirannya berantakan.

"Silakan," ucap nyonya Tomotsune lagi.

Tangan Kazumi yang biasanya gemetar semakin bergetar. Kedua tangannya mengarah pada map hitam yang terletak di pojok kiri, dia mengambil map itu dan membukanya perlahan. Foto seorang gadis cantik terpampang di dalamnya.

HIKARIWhere stories live. Discover now