HIKARI - 30

294 14 8
                                    

"Cintaku sederhana. Saat ku melihat matahariku tersenyum, kupastikan dia akan ada di pelukku. Takkan pernah ku biarkan siapapun merampas keindahan cahaya di matanya. Rasaku akan tetap sama saat aku sudah memilikinya. Dan takkan ku biarkan siapapun untuk meredupkan cahaya indahnya.."

.

.

.

*HIKARI*

masamuneRei

story editor Shin

.

.

.

Kazumi memasuki ruang guru dengan wajah lesu, perlahan dia meletakkan rekap siswa ke atas meja kemudian merebahkan diri di bangku kerjanya. Pria itu memijit pangkal hidungnya sambil terpejam.

"Ada apa Doi-sensei?" suara seorang pria tiba-tiba mengganggu istirahatnya. Mata Kazumi mengerjap kemudian dia bangkit menuju posisi duduk sempurna. Seorang guru berambut coklat dan berkacamata berdiri di seberang mejanya yang tak lain adalah Lui-sensei, guru matematika yang terkenal periang. "Wajahmu terlihat lesu pasca liburan musim panas," lanjut Lui sembari merapikan dokumen yang berserakan di atas meja kerjanya.

"Aa... aaah tidak apa-apa, hanya sedikit lelah," balas Kazumi cepat dengan senyum yang dipaksakan.

"Jangan dipaksakan, kalau kau lelah istirahatlah dulu. Lagi pula jam pelajaranmu sudah usai kan? Aku permisi," ucap Lui dan beranjak pergi. Langkah pria itu terhenti di depan pintu masuk ruang guru.

"Oh, Doi-sensei. Mohon ketika berada di wilayah sekolah, handphone jangan lupa dimatikan. Dari tadi handphonemu berdering. Permisi," lanjutnya sambil beranjak pergi meninggalkan Kazumi seorang diri di ruang sepi itu.

Kazumi segera meraih ponsel flip berwarna biru sepeninggalan rekan kerjanya. Dia merasa malu mendapat teguran dari Lui, cepat-cepat dia melihat siapa orang yang meneleponnya.

"33 missed call!!" pekiknya tak percaya. Ada 33 missed call dari 2 nomor yang tidak dikenalnya. Ketika hendak menelepon salah satunya, ponselnya berdering. Buru-buru diangkatnya dengan panik.

"Halo? Dengan Doi Kazumi di sini," ucapnya berusaha tenang.

"Selamat siang, Doi-kun," sapa suara seorang wanita dari balik sambungan. Kazumi ingat betul suara itu. Suara yang pernah memohon padanya. Seketika dia mengingat tatapan tajam seorang wanita yang dilontarkan ke arahnya.

"Nyonya Tomotsune," bisiknya, matanya melotot. Dia bertanya-tanya dalam hati dari mana wanita itu mendaptkan nomor pribadinya.

"Sebelumnya aku meminta maaf sudah menghubungimu di waktu sibukmu. Langsung saja, sore ini aku ingin kita bertemu."

Perasaan takut hinggap di hatinya. Entah apa lagi yang akan diucapkan oleh ibunda Yuuki kepadanya.

"Tapi saya..."

"Aku tidak menerima penolakan. Tepat pukul 5 sore, anak buahku akan menjemputmu. Jangan beritahukan hal ini pada Yuuki. Sampai nanti."

Sambungan pun terputus.

Kazumi terhenyak di bangkunya, dia menarik kuat-kuat rambutnya ke belakang. Dia ingat janji Yuuki, dia ingat. Namun perasaan takut masih menggelayuti hatinya. Matanya melirik jam dinding, masih ada waktu untuk menolak permintaan tersebut. Kazumi hendak menghubungi kembali nomor yang barusan meneleponnya ketika ada telepon masuk berdering. Diangkatnya dengan cepat.

HIKARITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang