" Udah mas."

"Kalau gitu kita berangkat sekarang ya," aku menganggukkan kepalaku menyetujui ucapan mas Indra.

" Ini non, makanannya" bik Sumi menyerahkan sebuah tas yang berisi beberapa kotak makanan kepadaku  untuk kami bawa kerumah sakit.

"Makasih, ya bik. Kami berangkat dulu ya bik." Pamitku kepada bik Sumi sebelum masuk ke dalam mobil mas Indra.Mas Indra dan anak anaknya sudah lebih dulu masuk ke dalam mobil.

Saat aku telah duduk di dalam mobil mas Indra, dari kaca spion aku melihat bocah laki laki yang kata mas Indra bernama Josan, tampak duduk di belakang bersama kedua keponakanku. Sheila dan Ardan.

Aku melihat mas Indra menyadari kemana arah pandanganku, hanya saja untungnya dia tidak mengatakan apapun.

Sepanjang jalan menuju rumah sakit suasana di dalam mobil diisi dengan celotehan Sheila dan Ardan yang sesekali dibalas mas Indra dengan candaan. Sedangkan aku memilih untuk melihat jalanan yang telah banyak berubah semenjak kutinggalkan tujuh tahun yang lalu.

"Pa, Josan udah tidur," beritahu Sheila dari belakang yang berhasil memecahkan lamunanku.

Mas Indra segera menoleh ke belakang untuk memastikan." Kalau gitu kalian jangan berisik, nanti Josan terganggu." Ucap mas Indra dengan suara dipelankan.

Aku memang tidak menoleh ke belakang namun tetap saja mataku tak dapat kutahan untuk melihat keadaan di bangku belakang melalui kaca spion. Terlihat bocah yang bernama Josan itu tertidur dengan posisi yang tidak nyaman. Posisinya yang berada ditengah tengah Sheila dan Ardan, yang kebetulan memiliki badan yang jauh lebih subur dibandingkan dirinya yang termasuk golongan anak yang mungil untuk anak seusianya, membuatnya terhimpit.

Seandainya aku dan bocah tersebut tidak terhubung dengan kejadian masa laluku , tentu saja sebagai tantenya aku akan memangku bocah itu agar dia merasa nyaman dalam tidurnya. Tapi kurasa itu tidak akan pernah terjadi. Karena nyatanya pengaruh kehidupan bocah itu terhadap hidupku sepertinya telah merusak sebagian kebaikan dalam diriku.

"Apa hasil pengamatanmu dari tadi?" Aku menatap mas Indra dengan tatapan tak mengerti atas pertanyaannya. Jangan jangan mas Indra mau menanyakan tentang pendapatku tentang itu bocah. Karena tadi mas Indra sempat menangkap mataku mencuri pandang ke bangku belakang.

"Maksud mas, apa?" Pertanyaan mas Indra kujawab dengan pertanyaan juga.

"Maksud mas, apa hasil pengamatanmu dari tadi tentang kota ini?. Karena mas lihat dari tadi kamu lebih asik melihat ke luar jendela daripada ngajak mas bicara."

Aku tersenyum menanggapi mas Indra. Tidak mungkin kubilang suasana hatiku memburuk mengetahui Josan satu mobil denganku. Sehingga aku malas untuk bicara. Itu terdengar sangat kekanakan sekali.

"Makin rame dari tujuh tahun yang lalu" jawabku praktis.

"Masa itu saja?" Sepertinya mas Indra tidak puas dengan jawabanku. Aku yang bingung harus menjawab apalagi merasa terbantu ketika mobil kami telah memasuki area rumah sakit sehingga mas Indra menghentikan pembicaraan ini.

Sesampainya di parkiran rumah sakit aku mengikuti mas Indra turun dari mobil. Begitu juga dengan Sheila dan Ardan.

"Josan gimana,pa?" Tanya sheila dengan suara cemprengnya. Sepertinya ia mengkhawatirkan sepupunya itu.

"Jangan dibangunin, biar papa yang gendong." Ucap mas Indra. Tanpa kesusahan aku melihat mas Indra mengeluarkan Josan dari mobil ke gendongannya.

"Jo, tolong pegangin Ardan ya," aku segera memegang tangan Ardan agar berjalan di sampingku.

Terukir Indah NamamuKde žijí příběhy. Začni objevovat