1. Bocah Tengil

5.4K 502 107
                                    

Cerita ini udah resmi aku hapus dari KBM, jadi setelah bab ini kalau ada notice mengenai KBM abaikan ya.  Sementara ini silahkan baca gratis di sini. Tenqyuuu

Rosy merasakan bulu kuduknya meremang. Aneh, pikirnya. Sudah lama Rosy tak merasakan perasaan seperti ini semenjak saat itu. Rosy menoleh ke kanan kiri dengan gestur tenang, tangannya memasukkan kebutuhan ke dalam keranjang. Namun debar yang akrab itu terus mengusiknya. Akan ada kejadian apa kali ini?

Saat memejamkan mata karena berkedip, sekelebat wajah asing samar-samar membayang, Rosy kebingungan. Ada apa ini pikirnya heran.

Di lain tempat, Steve Kimm berlari sekuat yang ia bisa. Darah dan peluh telah membasahi sebagian tubuhnya. Sial, sekali pikir pria itu. Bekas luka tembak 3 hari lalu di bahunya belum juga kering. Sekarang sabetan katana di punggung juga dia dapatkan. Dia bersumpah, setelah ini tidak akan ceroboh lagi bepergian seorang diri dalam keadaan tidak fit.

Dia berbelok ke dalam gang sempit, saat beberapa pria memergoki keberadaanya. Dia tak kehilangan akal, memilih memasuki sarang pengemis dan anak jalanan di gang sempit daerah blok-M untuk bersembunyi di antara kaum papa tersebut. Lalu setelah beberapa pria bersenjata melewatinya, ia mengambil jalan yang berbeda dengan mereka. Memutuskan memasuki rumah di seberang gang dengan halaman yang cukup luas dengan peluh yang menyatu darah. Sungguh, ia tak mungkin sanggup jika harus berlari lagi dan menunggu anak buahnya menemukannya. Tersengal-sengal Steve menuju teras beraneka bunga itu.

Lampu rumah yang masih hidup, menandakan sang penghuni belum terlelap. Sayangnya, matanya yang akan terlelap sebentar lagi, karena kesadaran telah berkurang akibat rembesan darah yang tak kunjung mampet dari dua lukanya.

Ia menggedor pintu, berharap seseorang membantunya. Steve bersandar pada pintu yang beruntungnya menyerong dari pagar rumah. Sehingga, tak akan ada yang melihatnya sekarat disini.

Seseorang membuka pintu kaca bergorden gelap itu. Tak ia sangka menemukan bocah dengan gaya congkak yang khas. Mengingatkan gaya dan lagaknya saat menghadapi lawan di medan pertarungan seperti beberapa menit lalu. Matanya sedikit sipit namun bola mata gelapnya memantulkan warna hijau emerald dari dedaunan di sekitarnya. Rambutnya berdiri tegak karena dipotong terlalu pendek. Bisa dipastikan bocah itu lahir dari bibit unggul. Setidaknya dia menemukan gen dari ras yang sama dengannya, mengingat dirinya juga bermata sedikit sipit.

"Siapa kau? Kau pengemis di sana ya?" Bocah laki-laki itu berkata pongah, jarinya menunjuk arah gang yang dipisahkan jalan raya dua arah dengan rumahnya.

Steve menggeleng, lalu memutuskan membujuk anak ini.

"Apakah kau Spiderman?" Steve bertanya dengan raut kesakitan yang kentara. Si bocah menggeleng angkuh, Kakinya terbuka dalam posisi siaga, tangannya bersedekap dengan dagu terangkat. Steve ingin tertawa karenanya, andai kondisinya tak sekarat begini.

"Lalu, apa kau Batman?" Lanjut Steve. Bocah sekitar 10 tahun itu menggeleng lagi. Kali ini bibirnya cemberut tak suka.

"Lalu siapa kau, pahlawan?" Steve melanjutkan kalimat jebakannya. Dia ingin tidur, kepalanya terasa pening. Sialan! Kemana anak buahnya, Steve mengancam dalam hati akan menghajar mereka karena lambat bekerja.

"Aku tidak berniat jadi pahlawan." Jawab anak itu. Steve tahu, bocah tengil ini sedang mengejeknya.

"Apa superhero sepertimu mau membantu orang yang sedang butuh bantuan sepertiku?" Steve heran pada dirinya, biasanya ia tak butuh negoisasi pada siapapun jika memang dia butuh. Tapi pada anak ini, dia butuh bersabar dan menahan keinginannya untuk mengistirahatkan dirinya lebih lama lagi.

"Aku tahu, kau sedang membujukku, paman. Sayangnya aku tidak tertarik dimarahi mami."

"Mamimu akan bangga padamu, Boy." Steve masih bersabar meski hatinya mengumpat. Ia bersumpah akan menjitak keras kepala anak ini nanti.

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang