12

1.4K 306 88
                                    

Yang kangen Boss Geng mesum, absen 🤣😆🤣

Happy reading 😘

_____

Rosy pikir bisa menempati rumahnya kembali seperti tidak terjadi apa-apa. Namun Gara, adiknya datang ke klinik untuk memastikan keadaannya setelah rumahnya dipasangi garis kuning polisi. Sebelumnya orangtua Rosy satu-satunya, yakni mama yang sudah sepuh juga menghubungi, menanyakan kabarnya. Apakah seperti yang diberitakan televisi?

Bahkan Rosy harus bersiap memenuhi panggilan polisi sebagai saksi perihal terlibatnya Rosy atas perseteruan dua kubu pengusaha.

"Mbak Rosy bilang kemarin, dia hanya korban perampokan yang meminta tolong, kenapa jadi Garry memanggilnya papi? Dia memang pacarmu ya, Mbak?"

"Ngaco!" Sahut Rosy pada pertanyaan Gara yang menyelidik.

"Mbak, kok aku ngerasa Garry lebih mirip dia sih, dari pada Bang Gerald?"

Rosy hanya diam tetapi menatap Gara tajam, sejak kecil mulut Gara memang tidak pernah ada saringan terutama padanya. Jarak usia yang tidak jauh membuat mereka akrab sejak kecil.

"Tapi pengusaha seperti dia yang terlihat tidak biasa memang harus dijauhi, takutnya dia dari golongan tikus berdasi. Cari jodoh seperti Bang Gerald aja mbak, jangan yang terlibat kasus begini, merepotkan."

"Kamu benar, andai Gerald masih hidup."

"Sudahlah jangan melow lagi. Sementara ini pulang ke rumahku saja, atau ke rumah mama."

"Klinik lebih terjangkau. Aku tidak perlu memikirkan macetnya jalanan saat berangkat dan pulang kerja, ke sekolah Garry juga lebih dekat."

"Terserah deh, kamu dan mama selalu punya aku, ingat kan?" Gara dan perhatiannya membuat dada Rosy mengembang. Rosy pun mengangguk sebagai jawaban.

"Siap ke kantor polisi?" Tanya Gara.

"Tunggu sebentar." Rosy menuju kamar rawat Steve, entah kenapa Rosy merasa perlu berpamitan pada pria pemilik senyum gila itu. Tentu saja, berkat pria itu Rosy harus berurusan dengan polisi. Jadi Steve memang harus tahu.

"Steve..."

Steve yang tengah sibuk dengan gadgetnya menoleh. Tatapan matanya yang tajam melembut saat menyapu keberadaan ibu satu anak itu. Kentara sekali sangat senang dengan kunjungan itu. Dengan ringan tangan kokoh Steve melambai pada Rosy walau masih dalam posisi tengkurap.

"Kemarilah my Rosy..."

'Sabar Ros, nanti setelah dia sembuh, usir saja pria yang memperlakukan dirimu seolah memang kekasihnya itu.' Begitulah yang dipikirkan Rosy saat melangkah mendekati si pasien kurang akhlak.

"Aku akan memenuhi panggilan polisi, sebagai saksi sekaligus pemilik rumah yang menjadi TKP dua pengusaha baku hantam." Tutur Rosy tanpa basa-basi.

"Apa, My Ros?" Sahut Steve dalam nada terkejut yang dibuat-buat. Sukses membuat Rosy makin kesal melihatnya.

"Tidak usah pura-pura tidak tahu, Steve. Pokoknya ini yang pertama dan terakhir kamu membuatku begini." Rosy cemberut, tidak tahan pada tatapan Steve yang menguliti.

"Membuatmu begini bagaimana maminya anak-anak?" Si boss geng, meraih tangan Rosy yang tentu saja Rosy tampik. Bukannya marah, si boss justru terkekeh, merasa bahwa Rosy tengah merajuk padanya.

"Sudahlah Steve, aku sedang tidak ingin bercanda denganmu."

Kemudian pria itu meminta bantuan asistennya si Timo dengan isyarat, untuk duduk. Steve  berucap santai, "pengacaraku menunggu di depan kantor polisi, cukup datang saja dan jangan katakan apapun, biarkan dia yang bekerja untukmu."

"Steve..." Kali ini Rosy ingin meminta dengan cara yang Rosy harap bisa dimengerti oleh Steve.

"Ya, maminya anak..."

'sabar Ros, sabar....' batin Rosy bermonolog. Rosy membenahi selimut Steve yang baik-baik saja, jari lentiknya yang berkuku pendek membuat Steve gatal ingin mencekalnya untuk dia genggam mesra.

"Aku tidak berencana menjalin hubungan denganmu atau siapapun." Rosy menatap manik mata Steve dengan serius.

"Aku hanya ingin hidupku kembali seperti sebelum kamu datang, please Steve. Berhenti bermain-main denganku." Lanjutnya sembari menepuk-nepuk ringan punggung tangan Steve.

Steve melirik pada arah tangan mereka, satu alisnya naik. "Kalau begitu serahkan Garry padaku, Ros."

"Maksudmu, Steve?" Ekspresi wanita itu nampak jelek, hingga Steve menarik ujung bibirnya licik.

"Aku memang belum bisa memastikan kemiripan DNA kami. Tapi..."

Rosy menahan nafasnya, mengulang kata terkahir Steve penuh ketakutan. "Tapi?"

'Tapi sayangnya suamimu itu tidak bisa berdiri lama-lama dengan wanita cantik, jadi tidak salah kalau aku berfikir Garry adalah putraku.' Sayangnya Rosy tidak bisa mendengar apa yang dikatakan Steve hanya dalam hatinya itu.

"Golongan darah kami sama." Lanjut Steve ringan, membaca ekspresi kalut di wajah dokter berkaki seksi.

"Golongan darahmu juga sama dengan pasien kamar sebelah." Tampik Rosy mencoba menyangkal argumen Steve yang tidak kuat.

"Ada berapa sih, pria yang menidurimu sebelas tahun lalu, My Rosy?"

Wajah Rosy makin mengkerut, lalu sedetik kemudian Rosy hanya bisa memaki. "Mulutmu!" Aku pergi." Rosy membuang muka, sembari terus merutuki pria gila itu.

'Kenapa Garry mesti lahir dari benih orang macam dia, bagaimana kalau dia sudah mengambil bagian tubuh Garry dan melakukan tes seperti yang dia katakan?' Rosy mau gila rasanya memikirkan ini semua.

"Rosy, aku serius akan membawa Garry kalau kamu ingin meninggalkanku!" Teriak Steve seperti orang gila. Tapi tak sedikitpun membuat langkah Rosy berhenti. Rosy memijit pelipisnya, kepalanya pusing mendengar ocehan Steve.

"Ah... Hatiku patah berkeping-keping, Tim! Kenapa aku jatuh cinta pada wanita sedingin dia!" Keluh Steve pada Timo yang menggeleng tak habis pikir. Semoga saja di Mami dokter menjadi tangan Tuhan untuk menyiksa bossnya ini, itung-itung sebagai harga yang bossnya harus bayar karena selalu mempersulit dirinya, batin Timo menyumpahi.


Dikit aja yess 😅😅😆

Emak pusing kebanyakan on going, wkkkk 🤣🤣🤣

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang