16. Adik-adik Garry, sabar ya!

1.1K 283 57
                                    

Papi Steve datang lagi,

Happy reading 🥰😘

Suasana canggung dirasakan Rosy. Hanya Rosy seorang, karena Steve terus saja memandangi wajah perempuan yang diyakini melahirkan anaknya itu dari samping dengan berseri-seri. Rasanya perjalanan yang menghabiskan waktu kurang lebih dua jam itu terasa sangat lama bagi Rosy, sebaliknya bagi Steve perjalanan ini adalah yang terbaik yang pernah dilakukannya.

Sesungguhnya Rosy teramat jengah pada cara Steve menatapnya, hingga ingin sekali menghilang agar tak lagi jadi objek senyum gila menjijikan si bos geng.

"Kenapa langit memisahkan kita selama ini?" Ucap Steve, kepalanya bersandar pada satu tangan menghadap Rosy.

Bicara apa dia sih, batin Rosy illfeel. Wanita itu melengos tanpa menjawab, lalu kembali melanjutkan membuka-buka majalah yang disediakan. Entah jet ini milik Steve sendiri atau dia menyewanya, Rosy tidak ingin tahu.

"My Rosy, apa kamu tak bertanya-tanya juga sepertiku? Mengapa langit memisahkan kita selama ini?" Tanya Steve lagi, siapapun yang mendengarkan tahu, bahwa Steve hendak melancarakan rayuan gombal.

Pria gila, begitu yang Rosy pikirkan ketika lirikan matanya bertemu dengan kerlingan nakal mata si bos geng.

"Bagiku adalah nasib buruk karena bertemu denganmu lagi." Cibir Rosy yang tak dihiraukan oleh si pria sama sekali. Steve malah menarik ujung rambut Rosy yang harumnya memabukkan, untuk dia hirup aromanya dalam.

"Kenapa langit mempertemukan kita lagi?" Balas Rosy malas tanpa perlu memandang lawan bicara. Wanita tersebut menggunakan nada penuh keluhan membuat Steve cemberut sembari memegang arah jantungnya dengan mimik nyeri luar biasa. Rosy pun menarik rambutnya dengan kibasan, wajahnya yang cantik terlihat menahan seribu amarah karena si bos geng berani pegang-pegang rambutnya. Namun Rosy ingat, yang di dekatnya ini mudah sekali menghilangkan nyawa orang lain, jadi mau tidak mau Rosy harus berhati-hati. 'Ah, kapan ini cepat berakhir,' pikir Rosy.

"My Rosy, ceritakan padaku bagaimana bocah itu tumbuh jadi tengil sepertiku?"

Rosy mendelik, "baiklah ku ralat pertanyaan yang tidak sopan tapi benar adanya." Steve menampilkan raut wajah tak enak ketika Rosy tak terima dirinya menyebut Garry tengil.

"Bagaimana dia bisa tumbuh mirip seperti diriku dalam banyak hal padahal dia dibesarkan oleh suamimu yang..." Steve berhenti, merasa akan keceplosan lagi.

"Suamiku yang?" Rosy menatap Steve curiga. Bukannya Rosy tidak teliti, Rosy hanya sengaja diam ketika beberapa kali Steve menyinggung soal Gerald.

Steve menyipitkan matanya disertai mimik jenaka. Sikap defensif yang ditunjukkan Rosy bisa Steve maklumi
karena Rosy memang tidak tahu. Demi efek kejut luar biasa, bukankah dirinya harus bersabar untuk membuka tabir tertutup itu?

"Yang dokter itu, tentu saja sayang. " Steve memperlihatkan cengiran kuda. Seharusnya dengan wajah tampannya ini Rosy percaya, batin Steve kepedean.

Inginnya Rosy memutar bola mata, tapi Rosy memilih diam. Kepalanya disandarkan pada kursi dengan nyaman. Tak ingin menanggapi Steve, tidur sepertinya lebih baik.

"Steve biarkan aku tidur, Garry beristirahatlah juga." Rosy mengatakan perintah itu pada Garry setelah menolehkan kepalanya. Namun yang dia dapatkan adalah sebuah tawaran menarik dari sang putra.

"Mami bisa pindah duduk di sini kalau tidak mau diganggu om-om nakal."

Rosy auto tersenyum lebar, ingin tertawa juga ketika Garry menyebut Steve om-om nakal. "Ah, kamu benar." Sepakat Rosy pada putranya.

Boss Gangster dan Bu Dokter IndigoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang